anas-urbaningrum

Jakarta (Metrobali.com)-

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Burhanuddin memaparkan keinginan Mantan Ketua Umun Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk menjadi Presiden RI.

“Sekitar 2005 keluar dari KPU dan ingin tampil sebagai pemimpin nasional,” kata Ahmad dalam sidang tuntutan terhadap Anas di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (12/9).

Untuk itu Anas membutuhkan kendaraan politik dan biaya yang cukup besar demi mewujudkan keinginan tersebut. Ia menjadi Ketua DPP bidang Politik Partai Demokrat sebagai tahan awal sebelum menjadi Ketum Partai Demokrat.

Demi mewujudkan keinginannya, Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menghimpun dana dengan mendirikan Anugerah Group yang kemudian berganti nama menjadi Permai Group, PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara, dan Panahatan.

Selain itu dana juga dihimpun dari PT Dutasari Citra Laras dengan istri Anas yaitu Athiyyah Laila sebagai komisaris sekaligus pemilik sahamnya.

“Membentuk kantong-kantong dana dari proyek yang bersumber dari APBN dan BUMN dari saksi Mindo Rosalina Manulang, Yulianis dan Machfud Suroso dan Munadi Herlambang,” ujar Ahmad.

Jaksa pun memaparkan sejak menjadi ketua DPP, Anas sudah memiliki pengaruh besar untuk mengatur proyek-proyek pemerintah yang bersumber dari APBN dan BUMN.

Pengaruh Anas semakin besar setelah menjadi anggota DPR RI sejak 1 Oktober 2009 di Komisi XI dan ketua fraksi. Namun setelah menjadi anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi, ia keluar dari Permai Group.

Bukti Pesan Singkat Ambisi kuat Anas Urbaningrum menjadi Presiden RI dibuktikan melalui dua pesan yang masuk ke telepon genggam istri Anas, Athiyyah Laila dari seseorang bernama Afis dan seorang lagi yang tidak teridentifikasi.

Bukti pesan singkat dari Afis: “Ass, Alhamdulillah 3x Tia, aku bulek Afis. Mimpi apa aku oleh rezeki tiba2, lagi buntu2 ora iso mikir, ujug2 ono mbak dina. aku wis deg2an, biasane dina iki gowo kesenanganku duit. lah iki ra mung duit tapi dolar. kagetku nganti njondil mugo2 dadi amal jariyah mu. mugo2 anas dadi presiden. Aku arep ngirim semaan sak alquran. ganjarane tak hadiahno anas sekeluarga. mergo aku ora iso mbales opo2. matur nuwun pol yo tia”.

“(Alhamdullilah Tia, saya bulek Afis. Mimpi apa saya dapat rezeki tiba-tiba, sedang buntu tidak bisa berpikir, lalu ada mbak Dina. Biasanya Dina membawa kesenangan saya yaitu uang. Ini bukan hanya uang tapi dolar. Saya kaget sekali. Semoga ini jadi amal jariyahmu. Semoga Anas jadi presiden. Saya akan mengirim bacaan se-Al Quran. Balasannya akan saya hadiahkan pada Anas sekeluarga. Karena saya tidak bisa membalas apa-apa”.

Bukti pesan singkat dari seorang lain: “Ass mbak niat kami menjadikan mas Anas sebagai RI 1. Foke itu menjadi pintu bagi mas Anas. Waktu tinggal beberapa hari lagi tapi belum ada kabar dari mas Anas. Foke ketemu, Foke 31, foke tidak ketemu, foke terjun bebas. Kami lakukan ini sebagai bentuk cinta pada mas Anas dan maaf hal ini aku sampaikan via sms supaya menjadi bukti bahwa kami sudah mengingatkan dan menunggu kabar dari mas anas. Asss (mujib). Maksudku aku ingin Foke jadi JKT1 dan mas Anas jadi RI 1”.

Sebelumnya dalam sidang pada 25 Agustus 2014 di pengadilan Tipikor, Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin disebut membentuk Gen SBY yaitu generasi Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung Anas Urbaningrum menjadi Presiden 2014.

“Saya bacakan dalam keterangan Anda menyebutkan pernah di (kawasan) Kasablangka membuat organisasi Gen SBY yaitu Generasi SBY. Ada beberapa kali pertemuan tapi calon ketuanya mas Anas, Sekjennya mas Nazar, nama saya juga dimasukkan. Pada saat meeting memang tidak pernah mengatakan mas Anas jadi presiden, tapi di luar meeting Nazar mengatakan ‘Kak ini untuk mas Anas 2014 tapi sekarang kita pakai untuk dukung SBY jadi presiden’,” kata jaksa Ahmad Burhanuddin membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi notaris Bertha Herawati.

Bertha membenarkan bahwa Anas pernah memintanya maju sebagai ketua PDRI yaitu Perempuan Demokrat Republik Indonesia untuk mendukungnya dalam Pemilu 2014, namun ia menolak.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut Anas menganggap isi pesan singkat di telepon genggam istrinya itu hanya doa dan harapan.

“Kalau orang mendoakan kita jadi presiden, jadi menteri, jadi gubernur, jadi manten, jadi bupati, itu kan sah-sah saja. Ya apa masalahnya,” ujarnya seusai menjalani sidang di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/9).

Dalam sidang tersebut Anas dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dalam kasus gratifikasi dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum Yudi Kristiana juga menuntut Anas membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsinya, yaitu Rp94,18 miliar dan 5.26 juta dolar AS.

Jaksa juga menjatuhkan hukuman tambahan, berupa pencabutan hak Anas untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektare, di dua kecamatan, yaitu Bengalon dan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur.

Tuntutan tersebut berdasarkan pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

Anas juga didakwa berdasarkan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 65 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Anas menilai tuntutan yang dijatuhkan padanya tidak adil, tidak objektif, dan tidak sesuai dengan fakta persidangan karena isi tuntutan sama dengan isi dakwaan.

“Dakwaan yang sudah dibantah oleh para saksi diulangi lagi. Seperi persidangan itu seremonial saja,” ujarnya.

Dia beserta tim kuasa hukumnya akan menyiapkan pembelaan yang akan disampaikan pada sidang lanjutan, 18 September 2014.

Anas dalam perkara itu diduga menerima “fee” sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar serta 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan hiburan.

Kemudian biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, “road show” Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya penyelenggara kegiatan, siaran langsung beberapa stasiun televisi, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. AN-MB