Denpasar (Metrobali.com)-

Penyelesaian kasus tokoh spiritual Anand Krishna terkait tuduhan pelecehan seksual seakan belum berakhir. Kini para pakar praktisi dan akademisi di bidang hukum pun turun gunung dan melakukan eksaminasi publik di gedung Pascasarjana Unud Denpasar, Kamis (25/10). Ini karena dampak dari putusan Kasasi MA atas keputusan bebas Majelis Hakim PN Jakarta.

Tampil sebagai pembicara, Johny Nelson Simanjutak (Komnas HAM), Dr. Dewa Gede Palguna, (ahli hukum tata Negara), Dr. I.B Surya Dharma Jaya (ahli hukum pidana). Pada deretan peserta tampak hadir beberapa tokoh masyarakat Bali, praktisi hukum, LSM dan puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di Bali.

Anggota Komnas HAM, Johny Simanjuntak menegaskan bahwa posisi Komnas HAM saat ini dalam upaya memantau perkembangan kasus Anand Krisna untuk mengumpulkan data dan fakta secara menyeluruh. Terutama tentang pikiran umum masyarakat. Sebagai acuan untuk menentukan sikap hukum dari Komnas HAM terhadap pelanggaran HAM pada kasus Anand Krishna.

“Posisi saya di sini adalah melihat pandangan publik terhadap putusan MA atas kasus Anand Krishna. Jadi saya hanya menyelidiki pikiran-pikiran umum terhadap kasus ini. Kalau hak konstitusional sudah dilanggar kita bisa menggunakan forum internasional. Jadi tujuan saya datang untuk mencari fakta-fakta terjadinya pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) tersebut,” paparnya

Kemudian, pakar hukum pidana, IB Surya Dharma mengakui memang banyak kejanggalan dalam kasus Anand Krishna. Ini karena hakim telah mengingkari asas jujur dan tidak memihak. Dan, yang sungguh sangat luar biasa adalah di mana hakim sudah sangat yakin bahawa terdakwa bersalah sebelum menjatuhkan putusan. “Terjadi perilaku kesewenang-wenangan karena merasa punya jabatan. Apalagi keputusan hakim dianggap sebagai perwakilan dari Tuhan,” sergahnya.

Sementara itu, mantan hakim MK, Dewa Palguna, yang ahli hukum tata negara menegaskan bahwa keputusan bebas tidak dapat dikasasi berdasarkan pasal 67 KUHAP berbunyi terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Selain itu, juga pada Pasal 244 berbunyi terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Berdasarkan ketentuan hukum itulah bahwa kasus Anand Krishna dalam konteks ini telah terjadi kerugian hak konstistusional berdasarkan UUD’45 yang dialami terdakwa karena sudah dilakukan upaya kasasi. Hak konstitusional itu, yaitu hak atas kepastian hukum yang adil dan pelanggaran HAM bahkan sudah terjadi pada kasus ini. “Makanya, kasus ini sangat menarik dijadikan kajian moral bagi dunia akademik terutama dari kalangan program studi Hukum di Bali,” tegasnya.

Lebih jauh, Bali Corrupption Watch, (BCW) Putu Wirata Dwikora mengatakan bahwa segala bentuk ketidakadilan harus dilawan. Meskipun perspektif lain muncul dari LSM Antikorupsi justru setuju dengan keputusan bebas dapat dikasasi. Ini karena banyak keputusan bebas koruptor. Tapi, sebaiknya putusan pengadilan negeri yang sudah baik dan adil supaya dijaga. “Intinya kita lawan putusan yang tidak adil, korup, dan terindikasi mafia keadilan,” ajaknya. IJA-MB