Risa Santoso, menjadi Rektor Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang, tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, usai dilantik pada 2 November 2019

Seorang anak muda berusia 27 tahun terpilih menjadi rektor di sebuah perguruan tinggi di Malang, Jawa Timur. Usianya yang masih sangat muda sempat membuat banyak kalangan meragukan kemampuannya memimpin sebuah perguruan tinggi. Namun rektor muda ini siap menjawab keraguan banyak pihak dengan prestasi dan perubahan yang lebih baik bagi perguruan tinggi yang dipimpinnya.

Risa Santoso menjadi rektor baru Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang, sejak dilantik pada 2 November 2019. Perempuan berusia 27 tahun ini menjadi terkenal karena merupakan pemimpin perguruan tinggi termuda yang pernah ada di Indonesia.

Menjadi rektor dalam usia terbilang muda menjadi tantangan tersendiri bagi Risa Santoso, terlebih harus memimpin para akademisi dan praktisi dunia pendidikan yang lebih senior atau yang usianya jauh lebih tua dari dirinya. Namun Risa percaya bahwa dunia pendidikan saat ini membutuhkan inovasi dan program-program baru, supaya dapat bersaing dengan ribuan lembaga pendidikan tinggi lain, di dalam dan luar negeri.

Risa Santoso, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang, saat berada di ruang kerjanya
Risa Santoso, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang, saat berada di ruang kerjanya 

Risa mengaku akan mengedepankan sistem kerja yang profesional, dengan tetap meningkatkan komunikasi yang lebih baik dan transparan. Masukan dan umpan balik yang diberikan padanya, kata Risa, akan dapat menjadi bekal dan kekuatan untuk menutup kekurangan yang ada selama ini.

“Menyamakan visi, bagaimana caranya kita ini tahu kalau misalnya kita ini menuju hal yang sama. Jadi tujuan kita sama, kita memastikan bahwa kita semua sama-sama ingin membuat institut yang lebih baik, bagaimana caranya kita ini menjadi sebuah sekolah dengan program terbaik dalam digital bisnis, jadi waktu itu kita menyamakan tujuan,” kata Risa Santoso kepada VOA.

Risa Santoso Ingin Dekatkan Mahasiswa dengan Dunia Kerja

Selain menjadikan Institut Teknologi dan Bisnis ASIA ini sebagai salah satu perguruan tinggi pilihan dan mampu bersaing, Risa Santoso berkeinginan mendekatkan mahasiswa dengan dunia kerja, sehingga mahasiswa lebih siap bekerja setelah lulus dari perguruan tinggi ini.

Salah satu program yang digagasnya, dan kemudian dinilai kontroversial, adalah memberi pilihan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah dengan syarat tugas akhir berupa skripsi atau proyek kegiatan. Rencana kebijakan mengganti skripsi dengan proyek kegiatan, bertujuan untuk mendorong mahasiswa fokus pada tujuan akhir sebagai akademisi, maupun sebagai wirausaha atau pebisnis, sehingga tidak terkejut saat benar-benar terjun di dunia kerja.

“Skripsi selama ini kan memang digunakan sebagai alat untuk melihat secara holistik hasil pembelajarannya seorang mahasiswa, namun sangat akademis,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, skripsi memang masih cocok bagi mahasiswa yang akan melanjutkan studi S-2 dan S-3, serta memang ingin masuk ke dunia pendidikan. Namun apabila mereka mau masuk ke dunia kerja, Risa melihat ada hal-hal lain yang mungkin lebih cocok, seperti misalnya program Desain Komunikasi Visual.

“Seperti misalnya di sini kita memiliki program Desain Komunikasi Visual, dan kebanyakan teman-teman yang selesai kuliah, mereka akan masuk ke dunia kerja,kadang membuat branding bisnis sendiri,” terang Risa ditemui di ruang kerjanya, di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang.

Suasana di bagian depan gedung Kampus Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang
Suasana di bagian depan gedung Kampus Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang

Risa Santoso yang lulusan University of California Berkeley, serta Harvard Graduation School of Education, Amerika, mengatakan dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi di Indonesia sejauh ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi lebih maju. Namun tetap harus senantiasa memperbaiki kualitas pendidikannya agar mampu mengungguli perguruan tinggi di luar negeri. Hal ini perlu dilakukan karena persaingan industri 4.0 juga merambah di bidang pendidikan.

Perubahan ke arah yang lebih maju, kata Risa, harus sama-sama diupayakan melalui adaptasi dan akselerasi menjadi yang terbaik. Birokrasi pendidikan yang kaku harus disesuaikan dengan kebutuhan saat ini, namun dengan tetap menghasilkan inovasi yang lebih cepat dan tepat.

“Birokrasi itu menurut saya bisa digunakan dengan lebih baik, jadi bagaimana caranya kita sama-sama berjalan dengan lebih cepat, karena menurut saya birokrasi itu mengurangi kecepatan dan mengurangi adaptasi sebuah institusim” katanya.

“Dan jangan takut perubahan, itu yang menurut saya kenapa kok perguruan tinggi itu sering kali susah untuk mengadaptasi, ya karena kita memang sudah kompleks, semuanya ini sudah di setting sebagaimana banyak juga birokrasinya, banyak juga rules-rules yang disetting oleh pemerintah. Nah bagaimana caranya kita masih mengikuti peraturan tetapi juga bisa mempunyai inovasi-inovasi baru,” papar Risa.

Risa Santoso Tak Tolerir Kekerasan Seksual di Kampus

Dunia pendidikan di Indonesia beberapa waktu terakhir sempat diusik oleh sejumlah kasus kekerasan dan pelecehan seksual, yang melibatkan warga kampus itu sendiri. Risa berpendapat, kasus kekerasan terlebih pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi sehingga perlu dilawan bersama-sama. Sebagai komunitas pendidikan, semua pihak atau warga kampus diminta tidak acuh terhadap hal itu, dan berupaya menghentikan kekerasan dan pelecehan seksual terjadi dengan bebas di lingkungan mereka.

Suasana belajar mahasiswa di salah satu kelas di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang
Suasana belajar mahasiswa di salah satu kelas di Kampus Institut Teknologi dan Bisnis ASIA, Malang

“Caranya untuk mengurangi hal-hal tersebut di kampus menurut saya yang pasti itu, satu itu transparansi, kedekatan dengan mahasiswa, jadi mereka tidak takut sharing lebih dengan dosen-dosen, atau dengan tim-tim di kampus,” katanya.

Jangan sampai, lanjut Risa, mereka melihat sesuatu atau merasakan menerima hal-hal tersebut, tetapi tetap keep it to them self.

“Karena kalau misalnya tidak ada yang ngomong ya kebanyakan tidak akan ada yang tahu. Jadi bagaimana caranya kita ini benar-benar membuat sebuah jalur komunikasi yang baik, juga himbauan-himbauan untuk mahasiswa bagaimana caranya apabila mereka melihat ini harus bertindak dengan lebih,” papar Risa.

Sebagai bagian dari generasi milenial, Risa Santoso, mengajak semua generasi muda berani mengambil kesempatan berbuat sesuatu yang terbaik bagi bangsa dan negara.

“Saat yang sangat cocok sekali dimana kita itu bisa menunjukkan bahwa generasi-generasi muda itu bisa berbuat sesuatu, dan bisa menghasilkan hasil-hasil bagus yang menguntungkan Indonesia dan komunitasnya. Jadi menurut saya pesan-pesan untuk milenial sekarang, untuk teman-teman yang masih muda, itu jangan takut untuk mengambil tanggung jawab dengan lebih, dan juga do your best untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Jadi hasil itu juga nyata, karena menurut saya mau tidak mau itu orang pasti tidak akan meremehkan apabila hasil itu benar-benar nyata,” pungkas Risa Santoso. [pr/em] (VOA)