Arya Sugiartha1

Denpasar (Metrobali.com)-

Suasana aman, damai, dan sejahtera menjadi idaman setiap insan di muka bumi. Tidak ada iri dan dengki, tidak terkekang oleh kekuasaan dan kemunafikan sebuah prinsip yang selalu menjunjung kebersamaan.

Kreativitas yang terarah menuju kententram jiwa, itulah alunan instrumen tabuh pepanggulan “Merdu komala”, salah satu dari sembilan karya yang diluncurkan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bertepatan dengan Dies Natarlis XI dan wisuda sarjana XIII lembaga pendidikan tinggi seni tersebut akhir Juli lalu.

“Merdu Komala” ciptaan Wayan Darya SSN itu mengurai nuansa kebersamaan menuju sebuah kejayaan dan keagungan karunia alam yang patut disyukuri. Nada kesucian berpadu memacu irama keharmonisan menepis tempo dan ritme tajam kemunafikan.

Semua itu berbaur menciptakan dinamika keindahan yang mampu mewujudkan sebuah lagu kedamaian penuh cinta, tutur Rektor ISI Dr I Gede Arya Sugiartha, S.SKar.

Sembilan karya monumental menyangkut bidang tari, kerawitan dan sebuah karya instalasi garapan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) dinilai sangat menonjol selama 14 tahun terakhir.

Karya-karya hasil ciptaan para dosen dan para alumnus yang telah punya nama di masyarakat lokal Bali, nasional maupun mancanegara itu segera disosialisasikan kepada masyarakat.

Hasil penciptaan tabuh, tari dan karya instalasi itu diharapkan mampu memperkaya khasanah seni budaya Bali, khususnya dalam memperkaya materi Pesta Kesenian Bali (PKB), aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata.

Pementasan tabuh dan tari yang melibatkan sekitar 200 seniman didukung dengan empat perangkat gamelan yang dipersiapkan selama tujuh bulan, sejak awal Januari 2014 yang didokumentasikan melibatkan sebuah perusahaan rekaman yang kaset pandang dengarnya diharapkan bisa segera beradar di tengah-tengah masyarakat.

Mahasiswa ISI yang melaksanakan program kerja nyata (KKN) wajib mensosialisasikan karya monumental tersebut, disamping melalui program pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu dapat memperkaya materi bagi ISI saat melaksanakan kegiatan sosial dalam ikut menyukseskan kegiatan ritual skala besar yang digelar masyarakat desa adat di daerah ini.

ISI Denpasar senantiasa mendapat permintaan dari masyarakat agar ikut menyukseskan kegiatan ritual dengan menampilkan pementasan kesenian, karena kesenian mempunyai kaitan yang erat dengan kegiatan ritual yang digelar masyarakat.

“Kalau pengabdian kepada masyarakat menampilkan kesenian itu-itu saja tentu akan membosankan bagi masyarakat dan pihak ISI ada rasa malu. Dengan adanya karya-karya baru dan monumental akan menambah materi saat tampil di masyarakat,” tutur Arya Sugiartha.

Karya monumental lainnya terdiri atas Lelambatan Tabuh Lima  Tapuk Manggis  karya I Ketut Gede Asnawa, S.SKar., M.A, Tari Penyambutan  Stuti Puja  karya A.A. Ayu Mayun Artati, S.ST., M.Sn dan I Wayan Windia, S.SKar, Tari Legong Kreasi  Wargasari  karya Ida Ayu Ratih Wagiswari, S.Sn dan Dewa Putu Rai, S.Sn, Selain itu juga Tabuh Kreasi Kebyar-Kebyar karya I Nyoman Windha, S.SKar.,MA, Tabuh Kreasi “Klabang Modi” karya I Made Subandi, S.Sn, Tari kreasi “Aguru” karya I Wayan Sutirtha, S.Sn., M.Sn dan I Nyoman Kariasa, S.Sn., M.Sn, serta Tari kreasi “Ki Pasek Badak” karya I Gede Oka Surya Negara, SST., M.Sn.

Program unggulan Arya Sugiartha menjelaskan, adanya karya-karya monumental itu akan dapat mendukung program unggulan “Ngayah”, sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat, pendidikan dan penelitian saat masyarakat desa adat (Pekraman) menggelar kegiatan ritual berskala besar.

Kegiatan “ngayah” itu dengan menampilkan kesenian tradisional Bali sebagai kelengkapan kegiatan ritual yang digelar masyarakat desa adat di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.

Dalam kegiatan sosial itu berinteraksi dengan masyarakat, membantu membangkitkan potensi seni dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Hubungan yang harmonis dengan seluruh masyarakat desa adat di Bali itulah menjadikan lembaga pendidikan tinggi seni itu tidak dipandang sebagai “menara gading” namun menjadi rahmat bagi masyarakat dan semesta alam.

Kegiatan “ngayah” itu dilakukan secara berkesinambungan, memenuhi keinginan dan harapan masyarakat, karena jauh sebelumnya pengurus (prajuru) bendesa adat sudah mengajukan permohonan agar ISI ikut melengkapi kegiatan ritual itu dengan menampilkan kesenian.

“Ngayah” adalah upaya membantu secara ikhlas untuk kelancaran kegiatan ritual di pura yang digelar masyarakat desa adat di Bali sekaligus melakukan penelitian. Kegiatan itu mampu memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, baik masyarakat maupun lembaga pendidikan tinggi seni.

ISI Denpasar selama ini menerima permohonan dari sejumlah tokoh desa adat di Bali agar ikut berperanserta dalam menyukseskan kegiatan ritual berskala besar yang akan digelar masyarakat setempat.

Enam bulan sebelum kegiatan ritual digelar, mereka sudah memohon agar tim kesenian ISI Denpasar bisa tampil sebagai salah satu persyaratan kelengkapan kegiatan ritual yang digelar tersebut.

Membludaknya permintaan masyarakat terhadap kehadiran mahasiswa ISI Denpasar pada program Kuliah Kerja Nyata (KKN), mengalirnya permintaan pembinaan, sebagai juri dan pembicara dalam berbagai kegiatan seni menjadi bukti nyata kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap ISI Denpasar.

Pusat unggulan Arya Sugiartha, pria kelahiran Pujungan, Tabanan 1 Desember 1966 atau 48 tahun yang silam itu bertekad untuk mengantarkan ISI Denpasar menuju pusat unggulan seni dan budaya.

Hal itu mengisyaratkan sebuah komitmen yang tertuang dalam visi institut, yakni tahun 2020 lembaga pendidikan tinggi seni itu menjadi pusat unggulan seni dan budaya.

Pada peringatan Dies Natalis XI dan Wisuda Sarjana Seni XIII akhir Juli lalu suami dari Ni Nengah Mustiari mengharapkan dengan prestasi yang diraih selama ini mampu mencetak sarjana seni yang handal, penelitian berkualitas serta menghasilkan karya seni kreatif dan adaptif.

Demikian pula pengabdian kepada masyarakat mampu memberikan manfaat sekaligus satu-satu lembaga pendidikan tinggi seni di Pulau Dewata itu menjadi pusat layanan data dan informasi seni budaya.

Dalam pembangunan seni dan budaya kiprah ISI Denpasar dapat berfungsi menjaga keseimbangan hidup dan memperkokoh jati diri anak bangsa, sehingga berkembang menjadi manusia yang berkualitas, mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kiprah lembaga yang dipimpinnya dalam menempa generasi muda melalui sinergi logika, etika, dan estetika yang tercermin dalam motto Sewaka Guna Widya, Satyam, Siwam, Sundaram, yakni kewajiban mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

Berbagai kebijakan, langkah, dan program dilakukan sejak berdirinya ISI, sebagai peningkatan status dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) tahun 2003. Upaya tersebut mendapat dukung dari semua pihak yang secara gigih berperanserta agar ISI Denpasar sebagai “lata mahosadi” atau obat mujarab untuk menuntun lahirnya generasi emas yang berkarakter Indonesia, ujar Arya Sugiartha. AN-MB