Ironi Pendidikan: Buta Aksara Usia Produktif Capai 14,5 Persen
Denpasar (Metrobali.com)-
Gejolak globalisasi bergerak cepat. Ironisnya, pengentasan buta aksara untuk menciptakan budaya melek pendidikan, mulai dari budaya membaca, menulis dan berhitung justru terkesan bergerak sangat lambat. Pasalnya, jumlah buta aksara hingga saat ini telah tercatat mencapai angka 335.163 orang. Ini sungguh sangat memprihatinkan tentunya.
Rinciannya, buta aksara usia produktif (usia 25-44 tahun) relatif masih tinggi yakni mencapai 48.505 orang atau setara dengan 14,5 persen dari total buta aksara di Bali. Sedangkan, buta aksara usia 15-24 tahun (usia sekolah) tercatat 7.995 orang (2,4 persen) dan buta aksara usia dewasa/lanjut usia mencapai 278.708 orang (83,1 persen).
Menyikapi hal itu, semestinya pemerintah memformulasikan strategi pengetasan buta aksara usia produktif melalui program penguatan kecakapan hidup (life skill) secara sistemik dan berkelanjutan. Hal ini mutlak dilakukan karena buta aksara dari usia produktif pada umumnya memiliki posisi tawar sangat rendah dalam dunia kerja. Karena itu, selain tidak berpendidikan rata-rata buta aksara usia produktif tidak memiliki kecakapan hidup yang disyaratkan dunia kerja.
Pengamat pendidikan, Drs. I Made Gede Putra Wijaya menegaskan bahwa upaya pengentasan buta aksara yang kini relatif masih cukup tinggi terutama dari kalangan usia produktif tidak akan efektif jika tidak ditangani secara holistik dan komprehensif melalui politik kebijakan yang berkelanjutan.
Menurutnya, gerakan budaya melek pendidikan harus disinergikan dengan pelatihan kecapakan/keterampilan hidup yang disesuaikan dengan tuntutan dunia kerja. Artinya, buta aksara usia produktif selain diberikan materi pelajaran utama yakni calistung (membaca, menulis, dan berhitung), juga wajib mendapatkan pelatihan keterampilan berdasarkan bakat dan meminatnya. “Tentunya, keterampilan itu, yang relevan dengan tuntutan dari kebutuhan dunia kerja,” jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh, pengamat pendidikan, Drs. Putu Sarjana, yang mengatakan bahwa program pengentasan buta aksara usia produktif harus lebih diprioritaskan dengan keaksaraan fungsional. Artinya, mereka harus diberikan pembelajaran secara berimbang antara pendidikan calistung dengan kecakapan hidup. Sebagai bekal mereka menentukan profesi hidupnya dalam dunia kerja ke depannya.
Bahkan, katanya, kini perlu adanya gerakan untuk menekuni dunia pertanian, dan perikanan. Karena memang kondisi georafis Bali sangat identik dengan budaya agraris dengan subaknya dan perikanan dengan lautnya yang luas, tapi kini semakin ditinggalkan. “Jadi selain meningkatkan posisi tawar dari para buta aksara usia produktif tersebut juga sekaligus memuliakan profesi bertani dan nelayan di tengah masyarakat pada masa mendatang,” cetusnya. IJA-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.