Denpasar (Metrobali.com)-

Di menjelang 79 tahun usia Republik, terjadi ironi bernegara, dalam artian kekuasaan atas nama negara yang dijamin konstitusi UUD 1945, tidak mampu menjalankan amanahnya, dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum (terbuat dalam Pembukaan UUD 1945).
Ironi dan bahkan tragisnya, korupsi kekuasaan semakin meraja lela, kebijakan yang berempati kepada rakyat nyaris sirna,penguasaan de facto kekuasaan oleh oligarki (politik, ekonomi, birokrasi, penegak hukum) semakin menjadi-jadi.
Mari Kita lihat fenomena dan bahkan fakta berikut, menyebut beberapa, pertama, dugaan korupsi raksasa di sektor tambang timah yang merugikan negara senilai Rp.300 T. Kerugian yang menurut pakar terbagi menjadi: kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi lingkungan dan biaya pemulihan lingkungan. Dugaan korupsi tambang ini sudah berlangsung lebih dari lima tahun, tetapi baru ada tanda-tanda awal dalam penindakan hukum. Kedua, Pemilu 14 Febriari 2024 yang baru lalu, dinilai banyak pihak sebagai Pemilu paling “brutal” dari sisi penyalahgunaan kekuasaan dan dugaan “money politic”, tetapi kekuasaan atas nama negara tidak mampu memberikan keadilan sebagaimana diamanatkan konstitusi. Ketiga, penetapan Omnibus Law Cipta Kerja, yang justru ditentang keras justru oleh para buruh, memberikan karet merah bagi investor, dinilai oleh banyak pengamat sebagai bentuk kebijakan paling liberal dalam sejarah ekonomi Indonesia. MK sudah mengingatkan tetapi pemerintah dengan persetujuan DPR jalan terus, walaupun banyak aturan ini bertentangan dengan konstitusi. Merugikan kepentingan rakyat, membuat kesenjangan ekonomi menjadi semakin lebar. Keempat, pembahasan super kilat (hanya 15 hari), revisi UU Minerba, menafikan protes publik, memberikan hak kembali bagi pemegang HPH yang menguasai (mungkin) menguasai jutaan hektare tanah negara, dengan jangka waktu tadinya 50 tahun, sekarang menjadi 99 tahun. Banyak pengamat berpendapat revisi UU Minerba ini bertentangan dengan terutama pasal 33 UUD 1945 Kelima, revisi UU KPK dalam hitungan hari yang memperlemah KPK oleh sebuah rezim di masa kampanyenya mengemban janji untuk menaikkan anggaran KPK menjadi 10 kali lipat.
Kekuasaan yang mendapat amanat konstitusi atas nama negara, “untuk kemakmuran rakyat sebanyak-banyaknya”, bukan pemberi solusi, tetapi justru bagian dari persoalan itu sendiri -state power is a part of the nation’s big problems-.
Ironi bernegara, di menjelang 79 tahun usia Republik.

Tentang Penulis : I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004.