Denpasar, (Metrobali.com) 

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, perkembangan inflasi di Bali pada Oktober 2024 tercatat mengalami peningkatan harga sebesar 0,07% (mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,13% (mtm). Secara tahunan, inflasi Bali juga turun menjadi 2,51% (yoy), dari 2,67% pada bulan sebelumnya. Penurunan ini dipengaruhi oleh normalisasi permintaan setelah Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja menjelaskan, secara nasional, angka inflasi Indonesia mencapai 0,08% (mtm) dan inflasi tahunan sebesar 1,71% (yoy).

Dalam hal ini, inflasi Bali masih berada di bawah rata-rata nasional. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bali terus memperkuat upaya pengendalian inflasi dengan mengoptimalkan sinergi di berbagai tingkat pemerintahan, baik di provinsi maupun kota dan kabupaten.
Inflasi bulanan pada Oktober 2024 tercatat di dua kota utama di Bali, yakni Kota Denpasar dan Kota Singaraja, sementara Kabupaten Badung dan Kabupaten Tabanan mengalami deflasi.

Berikut rincian data inflasi pada Oktober 2024:

Kota Denpasar: Inflasi sebesar 0,10% (mtm) atau 2,96% (yoy).
Kota Singaraja: Inflasi sebesar 0,21% (mtm) atau 1,71% (yoy).
Kabupaten Badung: Deflasi sebesar -0,02% (mtm) atau 2,40% (yoy).
Kabupaten Tabanan: Deflasi sebesar -0,03% (mtm) atau 2,31% (yoy).
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi bulanan di Bali. Komoditas seperti kopi bubuk, buncis, tomat, cabai rawit, dan sawi hijau mengalami kenaikan harga. Lonjakan harga kopi bubuk dipicu oleh naiknya harga biji kopi global akibat cuaca ekstrem di negara produsen utama. Kenaikan harga sayuran dan bahan hortikultura lainnya disebabkan oleh penurunan pasokan setelah masa panen selesai.

Memasuki November 2024, beberapa risiko inflasi perlu diantisipasi, di antaranya:

Kenaikan Harga BBM Non-Subsidi: Kenaikan ini dapat berdampak langsung pada harga barang dan jasa.
Lonjakan Harga Daging Babi: Permintaan dari luar Bali yang tinggi terus mendongkrak harga daging babi di pasar lokal.
Kenaikan Harga Emas Dunia: Tren harga emas dunia yang terus meningkat turut memengaruhi pasar lokal.
Harga Hortikultura: Berkurangnya pasokan sayuran akibat akhir masa panen dapat meningkatkan harga komoditas ini.
Namun, terdapat beberapa faktor yang mendukung stabilitas inflasi, seperti perluasan areal tanam (PAT) padi yang sudah mencapai 83,8% dari target Kementerian Pertanian, dan panen gadu yang terus berlangsung.

Dalam rangka menjaga inflasi di Bali agar tetap dalam kisaran target nasional sebesar 2,5%±1%, Bank Indonesia bersama TPID Bali mengimplementasikan sejumlah kebijakan strategis. Langkah-langkah pengendalian inflasi dilakukan melalui pendekatan 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif) yang diimplementasikan di seluruh Bali. Berikut beberapa langkah utama yang telah dilakukan:

Operasi Pasar Murah: Pengadaan pasar murah secara berkala untuk menstabilkan harga bahan pokok.
Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten): Pemanfaatan lahan milik Pemprov Bali untuk menanam komoditas pangan.
Pemantauan Ketersediaan Stok: Pengawasan secara ketat terhadap stok pangan untuk memastikan kecukupan pasokan.
Distribusi Cadangan Pangan: Pemerintah bekerja sama dengan distributor, toko pangan, dan pengecer untuk menjaga kelancaran distribusi.
Optimalisasi Bantuan Transportasi: Bantuan transportasi untuk distribusi pangan juga ditingkatkan guna menekan biaya distribusi.
Peningkatan Infrastruktur Pangan: Pengembangan sarana dan prasarana produksi untuk mendukung ketahanan pangan.
Penyebaran Informasi: Edukasi masyarakat mengenai belanja bijak serta penyampaian informasi pasar murah di berbagai kanal komunikasi.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas inflasi di Bali pada November dan bulan-bulan selanjutnya.

(rls)