Inflasi Bali Meningkat 0,13% di September 2024, Efek Galungan dan Kenaikan Harga Pangan
Denpasar (Metrobali.com) –
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis data inflasi pada September 2024 yang mencatat kenaikan sebesar 0,13% (month-to-month/mtm). Angka ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,10% (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja menjelaskan, secara tahunan, inflasi di Bali meningkat dari 2,32% pada Agustus menjadi 2,67% (year-on-year/yoy) pada September, didorong oleh peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Galungan.
Kenaikan inflasi di Bali melampaui tingkat inflasi nasional, yang justru mencatat deflasi sebesar -0,12% (mtm) dengan inflasi tahunan sebesar 1,84% (yoy).
Hal ini katanya, menjadi sinyal bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk terus memperkuat langkah pengendalian inflasi melalui kolaborasi dan inovasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Secara spasial, inflasi bulanan tercatat meningkat di Kota Singaraja dan Kabupaten Badung. Kota Singaraja mencatat inflasi sebesar 0,25% (mtm) atau 1,78% (yoy), sedangkan Kabupaten Badung mengalami inflasi sebesar 0,09% (mtm) atau 2,53% (yoy),” ungkap Erwin dalam keterangan resminya di Denpasar Rabu 2 Oktober 2024.
Sementara itu, Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan mencatat penurunan inflasi bulanan, dengan Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,06% (mtm) atau 2,99% (yoy), dan Tabanan mencatat inflasi sebesar 0,26% (mtm) atau 2,98% (yoy).
“Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya menjadi penyumbang utama inflasi bulanan di Bali pada September 2024,” imbuhnya.
Kenaikan harga sejumlah komoditas menjadi pendorong utama inflasi bulan ini. Harga canang sari, daging babi, dan pisang meningkat karena permintaan yang tinggi menjelang Hari Raya Galungan. Selain itu, harga bawang merah turut naik akibat menurunnya hasil panen di Bali dan NTB. Kenaikan harga sigaret kretek mesin (SKM) juga berperan dalam inflasi, didorong oleh kenaikan cukai rokok yang diterapkan sejak awal tahun 2024.
Beberapa risiko inflasi yang perlu diwaspadai pada Oktober 2024 antara lain kenaikan harga menjelang Hari Raya Kuningan, meningkatnya harga daging babi karena tingginya permintaan luar Bali, serta tren kenaikan harga emas dunia. Potensi kenaikan harga bawang merah juga menjadi perhatian seiring berakhirnya masa panen raya.
Namun, beberapa faktor diperkirakan dapat menekan inflasi, seperti penurunan harga cabai berkat panen yang berlanjut, turunnya harga BBM non-subsidi, serta dimulainya panen gadu komoditas padi. Selain itu, operasional Rice Milling Unit (RMU) Modern di Badung yang diresmikan pada Agustus 2024 juga diharapkan membantu menstabilkan harga beras.
Untuk merespons potensi risiko inflasi, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Bali terus mengajak kabupaten/kota di Bali memperkuat langkah pengendalian inflasi secara konsisten.
“Strategi pengendalian inflasi di Bali dijalankan melalui kebijakan 4K, meliputi operasi pasar murah, Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten), pemantauan stok pangan, serta optimalisasi distribusi cadangan pangan pemerintah,” paparnya.
Langkah lain yang dilakukan pihaknya, meliputi perluasan distribusi pangan melalui mitra distributor, toko pangan kita, dan pengecer, serta peningkatan sarana dan prasarana produksi pangan. Penyebarluasan informasi terkait operasi pasar murah dan imbauan belanja bijak juga menjadi bagian dari upaya pengendalian inflasi.
Dengan berbagai langkah tersebut, pihaknya optimistis bahwa inflasi Bali akan tetap terjaga dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 2,5% ±1%.