perikanan

Jakarta (Metrobali.com)-

Luasnya wilayah perairan Indonesia dengan kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang besar menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pemasok produk perikanan terbesar dunia. Kontribusi Indonesia dalam memasok kebutuhan produk perikanan dunia diketahui mencapai 30 persen. Hal itu dikemukakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam sambutannya pada acara Gala Dinner bersama Komisi Uni Eropa dan peserta Seminar on EU Hygiene Regulations for Fisheries Product Imported to EU di Discovery Kartika Plaza Hotel Bali, Selasa malam tadi (3/2).

Namun menurut Susi, peran strategis laut Indonesia sebagai pemasok produk perikanan terbesar dunia semakin terancam akibat maraknya praktek Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing. Banyaknya praktek penangkapan ikan ilegal dan merusak menyebabkan berkurangnya jumlah populasi ikan di wilayah perairan Indonesia. Hal itu berdampak pada menurunnya jumlah ikan hasil tangkapan nelayan dan daerah penangkapan yang semakin meluas ke laut lepas. Akibat sulitnya mendapatkan ikan, banyak nelayan tradisional yang beralih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pukat dan cantrang.

Selain itu, fakta Indonesia hanya sebagai pengekspor kelima di Asia dinilai sangat ironis. Pasalnya, selain potensi dan luas laut terbesar di Asia, Indonesia juga memiliki panjang pantai kedua terbesar di dunia. Selain itu, perairan Indonesia menjadi habitat atau fishing ground berbagai jenis ikan ekonomis penting termasuk tuna. Diperkirakan 30 persen produksi tuna dunia berasal dari perairan Indonesia. Namun semua itu tidak menjadikan Indonesia bisa berjaya sebagai negara maritim. “Seharusnya Indonesia sudah bisa menjadi negara yang maju karena kekayaan maritimnya”, kata Susi.

Susi menjelaskan, kerugian negara di bidang kemaritiman sebagian besar disebabkan oleh hilangnya potensi hasil tangkapan akibat pencurian ikan. Nilainya cukup fantastis, mencapai Rp 300 Triliun per tahun. Maka sudah saatnya, pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan perlu dilakukan secara lestari dan keberlanjutan. “Bapak Presiden ingin menjadikan laut sebagai sumber perekonomian dan kedaulatan bangsa. Tidak hanya untuk lima tahun, tapi 10 tahun dan seterusnya untuk generasi yang akan datang”, ujar Susi.

Susi menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan kebijakan tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan berkelanjutan melalui penerbitan beberapa peraturan menteri. Kurang dari tiga bulan, KKP telah memulai memerangi illegal fishing melalui kebijakan moratorium dan larangan transhipment. Disamping itu, untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan juga telah diterbitkan peraturan “Hal yang dilakukan ini sudah benar, menjadi satu – satunya jalan menuju sustainability fisheries dan akan saya teruskan dengan dibarengi good quality control dan traceability”, kata Susi.

Lebih lanjut menurut Susi, illegal fishing ini tidak hanya menjadi permasalahan satu negara saja. Perang IUU Fishing tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja, sebelumnya negara – negara lain seperti Amerika Serikat dan Somalia juga telah menyatakan anti IUU Fishing. Di Indonesia, pelaksanaannya telah mendapat dukungan dari Uni Eropa, Duta Besar negara sahabat, organisasi, angkatan laut dan kepolisian. “Secara khusus saya menyebut illegal fishing ini sebagai national disaster karena ribuan masalah dan kerugian yang ditimbulkannya”, imbuh Susi.

Selain itu dalam sambutannya, Susi mengutarakan bahwa kebijakan yang telah diterbitkan akan sejalan dengan regulasi yang dikeluarkan Uni Eropa. Regulasi KKP dan Uni Eropa akan berjalan paralel khususnya untuk tujuan traceability dan good quality control produk perikanan. “Mari bersama – sama berkontribusi dalam upaya sustainability dan perlindungan produk perikanan untuk mewujudkan better quality dan better traceability di masa yang akan datang”, ajak Susi.

Sebagai informasi, kegiatan seminar publik yang diselenggarakan Komisi Uni Eropa bersama KKP ini membahas aturan produk perikanan impor Uni Eropa. Sasarannya adalah perusahaan eksportir dan pejabat di otoritas yang berkompeten. Dimana peserta diharapkan dapat merancang dan menerapkan sistem kontrol resmi yang efisien, terutama dalam hal verifikasi sesuai persyaratan kebersihan dan keamanan pangan untuk produk perikanan. Kegiatan seminar akan dilangsungkan selama lima hari, dari tanggal 02 s.d 06 Februari 2015 di Discovery Kartika Plaza Hotel Bali. Kegiatan dihadiri sekitar 50 peserta dari negara anggota ASEAN, Amerika dan Pasifik.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan.AN-MB