Indonesia harus konsisten tolak klaim China
“Sementara protes oleh Kementerian Luar Negeri pada setiap penangkapan kapal nelayan asal China adalah dalam rangka Indonesia tidak mengakui Sembilan Garis Putus-putus berikut wilayah perikanan tradisional mereka, ” ujar Juwana dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Selasa (21/6).
Menurut dia, penangkapan kapal-kapal nelayan China di ZEEI oleh kapal-kapal instansi Indonesia, di antaranya TNI-AL, selain untuk penegakan hukum juga ditujukan untuk penegakan hak berdaulat.
“Dari sejumlah insiden yang terjadi dan terakhir yang dikejar oleh KRI Imam Bonjol Jumat kemarin para nelayan asal China memasuki wilayah ZEEI bukannya secara tidak sengaja. Bagi para nelayan tersebut sebagian ZEEI dianggap sebagai wilayah tradisional mereka untuk menangkap ikan,” ujar dia.
Pemerintah China pun mendukung tindakan para nelayannya dengan mengistilahkan daerah yang dimasuki sebagai perairan perikanan tradisional China.
“Perairan perikanan tradisional inilah yang menjadi dasar bagi China untuk melakukan klaim atas Sembilan Garis Putus-putus atau Nine Dash Line,” kata dia.
Karena itulah kebijakan luar negeri Indonesia harus dinyatakan secara tegas, yaitu tidak mengakui klaim China atas Sembilan Garis Putus-putus. Indonesia juga berharap agar dalam putusan Arbitrase Filipina melawan China, Sembilan Garis Putus-putus dinyatakan tidak sah berdasarkan UNCLOS 1982.
Sebaliknya posisi pemerintah China memposisikan diri untuk menafikan ZEE Indonesia di wilayah yang diklaim sebagai perairan perikanan tradisional
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.