Indonesia-AS Bahas Kebijakan Imigrasi dan Perlindungan WNI di Amerika
Amerika Serikat, (Metrobali.com)
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menerima audiensi Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Kamala S. Lakhdhir, guna membahas isu strategis terkait kebijakan imigrasi terbaru Presiden AS Donald Trump, deportasi warga negara Indonesia (WNI) ilegal, serta isu dwikewarganegaraan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Menko Kumham Imipas, Yusril menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan mengantisipasi kebijakan imigrasi baru AS dan memastikan perlindungan bagi WNI yang berpotensi dideportasi karena masalah keimigrasian.
“Kami akan mengawal dan memberikan perlindungan terhadap WNI yang terdampak kebijakan ini. Pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan pihak AS untuk memastikan hak-hak mereka tetap dihormati,” ujar Yusril.
Menanggapi hal ini, Dubes Lakhdhir menegaskan bahwa kebijakan deportasi hanya berlaku bagi individu yang berada di AS secara ilegal.
“Tidak perlu khawatir karena diaspora Indonesia di AS, baik pelajar maupun pekerja, tetap dapat menjalani kehidupan mereka seperti biasa. Yang akan dipulangkan hanyalah mereka yang berstatus ilegal. Kami tidak ingin mereka ditahan, tetapi lebih mendorong mereka untuk pulang ke Indonesia secara sukarela,” jelas Dubes Lakhdhir.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa individu yang terancam deportasi adalah mereka yang awalnya masuk ke AS dengan visa pelajar, tetapi tidak lagi memiliki status legal setelah drop out dari universitas, atau mereka yang sejak awal masuk secara ilegal.
Selain kebijakan deportasi, Dubes Lakhdhir menyampaikan bahwa pemerintah AS bekerja sama dengan imigrasi Indonesia dalam menangani warga negara AS yang melebihi masa berlaku visanya di Indonesia, terutama di Bali.
“Kami menghargai privasi mereka yang dipulangkan, dan kasus mereka tidak akan dibahas atau disebarluaskan ke media,” tambahnya.
Dalam audiensi ini, isu dwikewarganegaraan juga menjadi perhatian. Dubes Lakhdhir menjelaskan bahwa pemerintah AS tidak memiliki keberatan jika warga keturunan Indonesia memilih untuk menjadi warga negara Amerika.
“Kami memahami bahwa Indonesia hanya mengakui satu kewarganegaraan. Dari sisi kami, jika seseorang memilih untuk menjadi warga negara AS, itu adalah hak mereka, dan kami tidak memiliki keberatan terhadap hal tersebut. Tapi kami selalu mengingatkan mereka untuk memeriksa kembali aturan di Indonesia yang hanya memperbolehkan kewarganegaraan tunggal,” ujarnya.
Menko Yusril menegaskan bahwa Indonesia masih berpegang pada prinsip kewarganegaraan tunggal, tetapi terbuka untuk diskusi lebih lanjut terkait kebijakan ini, mengingat jumlah diaspora Indonesia yang terus bertambah.
“Saat ini, Indonesia memberikan dwikewarganegaraan terbatas kepada anak hasil pernikahan campur beda negara hingga usianya 21 tahun. Setelah mencapai 21 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu di antara kewarganegaraan yang dimiliki,” jelas Yusril.
Dubes Lakhdhir juga menekankan pentingnya hubungan baik antara Indonesia dan Amerika Serikat di berbagai sektor, termasuk keamanan, hukum, dan kerja sama bilateral.
“Hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia telah terjalin dengan baik di berbagai sektor. Kami berharap kolaborasi ini dapat semakin diperkuat demi kepentingan bersama,” ujar Lakhdhir.(rls)