Adnan Buyung Nasution

Jakarta (Metrobali.com)-

Pakar hukum dan aktivis Hak Asasi Manusia, Adnan Buyung Nasution, selaku Kuasa Hukum PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menyatakan independensi hakim kasus gugatan AMDAL PT Semen Indonesia di PTUN Semarang Jawa Tengah harus dihormati dan dilindungi.

“Kita harus menghormati apapun keputusan hakim,” katanya dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin (13/4), menanggapi maraknya upaya penggalangan opini dan penekanan terhadap hakim PTUN Semarang pada sidang perkara gugatan warga terhadap Gubernur Jawa Tengah terkait izin AMDAL pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang, Jawa Tengah.

Menurut Buyung, seluruh hakim harus bersifat independen, yakni tidak harus terpengaruh oleh faktor-faktor di luar fakta persidangan dalam memberikan putusan, karena itu aksi-aksi yang terjadi di luar persidangan tidak akan mempengaruhi independensi majelis hakim.

Buyung merasa prihatin terhadap berbagai aksi yang dilakukan kelompok pendukung gugatan yang mengarah kepada intimidasi dan teror mental.

Salah satu contohnya adalah aksi demonstrasi massa kepada para saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dengan tuduhan yang sangat melecehkan.

Saksi ahli, yang sejatinya memiliki kemampuan ilmiah yang diakui di bidangnya diserang dengan gaya “pengadilan jalanan” dengan tudingan menjual intelektualitas atas penjelasan ilmiah yang diberikan di pengadilan.

“Hal-hal seperti itu adalah tindakan yang tidak berdasar hukum dan cenderung kepada ‘obstruction of justice’ atau perbuatan yang menghalang-halangi penegakan hukum,” ujar Buyung.

Buyung juga menyayangkan upaya intimidasi kelompok pendukung gugatan warga kepada majelis hakim dengan mengadukan ke Komisi Yudisial dengan tuduhan hakim telah subyektif dalam memimpin sidang.

“Tuduhan yang sangat subyektif dan prematur itu tidak lain sebenarnya adalah upaya untuk menekan dan mengintimidasi majelis hakim,” ujar dia.

Tindakan melaporkan hakim yang sedang memeriksa dan akan memutus sebuah perkara tanpa bukti akurat adalah tindakan intimidatif dan mencederai asas “free and impartial tribunal”.

“Kami percaya Komisi Yudisial akan bijaksana, mandiri dan independen dalam melihat dan merespon laporan semacam itu,” tambah Buyung.

Bang Buyung menilai pendiskreditan hakim, termasuk praktik yang tidak etis dan tidak menghormati azas-azas peradilan yang seharusnya dipegang teguh oleh semua pihak.

“Tidak boleh cara-cara dengan ‘pressure’, apalagi dengan pengerahan massa hingga mendiskreditkan saksi ahli dan hakim hanya karena tidak sesuai keinginan salah satu pihak yang berperkara, Indonesia adalah negara hukum, jadi biarlah proses hukum di pengadilan berjalan secara natural tanpa aksi-aksi seperti itu,” terangnya.

Oleh karena itu, Bang Buyung meminta agar semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Semua pihak harus bisa menahan diri dan tidak mempengaruhi majelis hakim dengan menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan kebenaran sesuai versinya dan bukan berdasarkan fakta- fakta hukum di persidangan.

“Jangan ada aksi sepihak yang intimidatif dan menjadi teror mental, biarkanlah Hakim mengambil keputusan dengan independen sesuai fakta-fakta hukum dalam persidangan, ‘Judex Set Lex Laguens’ – Sang Hakim ialah Hukum yang berbicara,” papar Buyung. AN-MB