Arif Wibowo

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia Arif Wibowo mengatakan industri penerbangan Indonesia sulit bersaing di Asia Tenggara menjelang Kebijakan Udara Terbuka ASEAN pada 2015 lantaran terkendala ketidaksiapan industri strategis.

“Salah satu kendala itu adalah belum siapnya industri strategis aviasi nasional yang mendukung bisnis penerbangan. Padahal tahun depan ASEAN Open Sky Policy akan diterapkan,” kata Arif di Jakarta, Jumat (5/9).

Dia mengharapkan pemerintah mau memperhatikan kendala tersebut agar daya saing penerbangan nasional semakin kompetitif.

Bagi Arif, pemerintah memiliki peran strategis dalam menghilangkan sejumlah beban bisnis penerbangan.

Beban tersebut di antaranya, penyusutan nilai tukar rupiah yang menghambat industri penerbangan. “Banyak suku cadang dan berbagai hal terkait pesawat yang harus diimpor. Kalau rupiah terus melemah maka beban operasional semakin tinggi,” katanya.

Selain itu, masih kata Arif, harga bahan bakar pesawat semakin meroket. Padahal avtur merupakan salah satu komoditi utama dalam operasional pesawat.

Biaya operasional lain juga disebutnya membebani, seperti tingginya bea masuk suku cadang dan mahalnya fasilitas bandar udara.

Dia mengharapkan pemerintah lebih serius lagi dalam mendorong penerbangan nasional ke arah yang lebih baik lagi. Alasannya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang membuat penerbangan memiliki posisi strategis dalam menghubungkan setiap wilayah di Nusantara.

“Industri penerbangan merupakan jembatan udara yang membantu kelancaran distribusi logisik dan juga menjadi alat untuk keterhubungan antarwilayah. Dengan begitu, penerbangan nasional menjadi mandiri dan memberi keuntungan bagi daerah dan pusat,” kata dia. AN-MB