Foto: Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-62 Anak Agung Ngurah Gede Widiada (tengah) Selasa (29/6/2021).

Denpasar (Metrobali.com)-

Suasana kekeluargaan mengemuka saat berlangsung perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-62 Anak Agung Ngurah Gede Widiada, Selasa (29/6/2021), di Warung Mina Renon. Gung Widiada, panggilan akrab Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Denpasar, merayakan hari jadinya bersama keluarga besar kempo Bali.

“Saat masih kuliah dulu saya memang sempat ikut latihan kempo. Ini nostalgia bersama sahabat di keluarga besar Perkemi kita merayakan ulang tahun saya ke-62,” ujar ayah dua anak yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar tersebut.

Gung Widiada merefleksikan usia 62 tahun yang jatuh 29 Juni 2021. Di panggung politik praktis, dia mengungkapkan, sudah 27 tahun berkiprah. Ini dimulai saat dirinya masuk Golkar, lalu menjadi wakil rakyat di DPRD Kota Denpasar selama empat periode. Dinamika politik di tubuh Partai Beringin kemudian mengantarkan Gung Widiada bernaung di bawah bendera Partai NasDem. “Saat ini saya memasuki periode kedua di DPRD Kota Denpasar bersama NasDem,” kisah Ketua Bappilu DPW Partai NasDem Provinis Bali ini.

Perjalanan politik Gung Widiada selama 27 tahun terbilang lumayan panjang. “Saya berterima kasih kepada sesuhunan Ida Shang Hyang Widhi Wasa, ibu saya, istri, anak-anak, keluarga besar puri, tokoh dan warga Desa Adat Peguyangan, atas restu yang diberikan, sehingga saya tetap sehat dan senantiasa bisa memikul tanggung jawab yang diberikan untuk menjadi legislator,” ujarnya.

Gung Widiada merefleksikan pengalaman berpolitik selama enam periode jadi legislator diwarnai dinamika yang tak terelakkan. Ada masa dirinya bersama politisi Golkar lain berada di bawah tekanan, bahkan intimidasi luar biasa, terutama tatkala era transisi reformasi lalu. Namun, dia mengaku bersyukur, dinamika politik masa lalu itu bisa dikelola jadi energi untuk tetap survive berada di pentas politik partisan.

“Saya bersyukur tetap sehat. Tetapi, saya juga mengapresiasi teman-teman di Golkar dulu yang telah membangun kerja sama untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Kota Denpasar,” tambah panglingsiri Puri Peguyangan ini.

Selama 27 tahun jadi legislator, Gung Widiada meyakinkan dirinya tetap berupaya komit dengan agenda yang bersentuhan dengan semangat restorasi dan perubahan yang lebih baik. Dia menyontohkan salah satu masalah yang hangat dibicarakan belakangan ini.

“Proses penerimaan siswa baru lewat PPDB di Kota Denpasar. Kita sudah buat komitmen untuk mengawal proses ini. Tetapi, ada saja tangan-tangan setan yang bermain di belakang proses ini untuk membuat iklim kompetisi anak-anak kita masuk sekolah jadi rusak,” ungkapnya.

Padahal, menurut Gung Widiada, komitmen pihaknya bersama Pemerintah Kota Denpasar untuk menegakan regulasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah final. Ini disebabkan juga dengan adanya keluhan pengelola sekolah swasta di Kota Denpasar. “Pengelola sekolah swasta juga protes jika banyak siswa diborong sekolah negeri. Lalu untuk apa pihak swasta membuat sekolah kalua begitu kondisinya. Komitmen saya yang dinilai berbeda dengan kawan-kawan lain di DPRD ini juga karena saya menilai bahwa ada komitmen moral yang harus dipertaruhkan,” ujarnya.

Momen ulang tahun Agung Widiada Bersama keluarga besar shorinji kempo Bali dirayakan dalam suasana sumringah. Ketua Harian Perkemi Bali, Fredrik Billy, menyampaikan keluarga besar kempo Bali menyambut gembira salah satu tokohnya menjadi wakil rakyat. “Kami dari Perkemi Bali mendoakan Simpai Agung Widiada selalu sehat dan bahagia,” ujar lawyer senior ini.

Sementara Pelatih Kempo Bali untuk PON Papua, Made Dandy Mandiyasa, mengungkapkan ikut senang bisa bersama-sama Agung Widiada, salah satu sahabat seangkatannya dulu di kempo, untuk memajukan cabang olahraga ini di Pulau Dewata.

Anak Agung Ngurah Gede Widiada. Lahir di Puri Peguyangan, Denpasar Utara, Kota Denpasar. Ayahnya lahir lingkungan keluarga pejuang revolusi merebut kemerdekaan Indonesia. Ibunya seorang guru dan mantan kepala sekolah.

Agung Widiada lahir sebagai anak sulung dari enam bersaudara. Keluarga besar Puri Peguyangan menobatkannya menjadi panglingsir, sesepuh yang memimpin puri ini.

Gung Widiada atau Turah Widiada, panggilan akrabnya, menikah dengan Anak Agung Istri Parcinti, S.E., trah Puri Pemecutan. Pasutri ini dikaruniai dua buah hati, A. A. Ngurah Wiradarma, S.H. dan A. A. Mas Damayati, S.Psi.

Tu Mas, panggilan akrab anak keduanya ini menikah ke Gianyar. Seorang cucu, Cokorda Ngurah Darmaputra, yang akrab dipangil Dowah, jadi kado istimewa dari Tu Mas untuk orangtua dan keluarga besarnya.

Keberadaan puri di lingkungan Desa Adat Peguyangan terbilang istimewa. Hubungan sosial budaya dan keagamaan Hindu antara puri dan masyarakat desa ini sudah menyejarah. Dalam awig-awig bahkan ditegaskan posisi Puri Peguyangan merupakan pengayom Desa Adat Peguyangan. Agung Widiada, sebagai panglingsir puri, meneruskan warisan relasi tersebut, dan didaulat sebagai Kertha Desa Adat.

Jabatan Agung Widiada sebagai Kertha Desa Adat Peguyangan merupakan salah satu wujud pengakuan dan penghargaan simbolis desa adat terhadap puri. Lebih dari itu, jabatan kertha desa itu juga merefleksikan integritas pribadi, intelektual, dan sosial yang melekat pada diri seorang Agung Widiada.

Simpul integritas pribadinya terasa amat menonjol. Agung Widiada dikenal sosok yang humble, sederhana, apa adanya, dan amat respek terhadap orang lain. Walau mengalir darah biru dalam dirinya, entitas keningratan ini tak menghalanginya bergaul dalam ruang sosial, bahkan hampir tanpa sekat primordial sekalipun. Agung Widiada gampang berinteraksi melintasi batas suku, agama, ras, golongan, bahkan melampaui sekat disparitas ideologi, politik, maupun ekonomi.

Wawasan nasional Agung Widiada memang terkesan menonjol. Juga, integritas pribadinya yang sensitif terhadap afinitas problem sosial kemanusiaan. Kehidupan nestapa ‘orang kecil’ kerap memanggil nuraninya bergerak. Makanya, Agung Widiada kerap membagikan ‘bingkisan’ untuk para petugas kebersihan Kota Denpasar. Ini salah satu contoh nyata dari narasi kecil tentang nurani sosial kemanusiaannya.

Contoh lain, saat pandemi Covid-19 menyerang Bali tahun 2020.  Paket sembako, juga terutama beras, dibagikan kepada warga tanpa berhitung kelas atau strata sosial. Agung Widiada bahkan menumpang mobil pick-up menyalurkan bantuan beras saat pandemi kepada komunitas generasi muda Islam, Katolik, bahkan mahasiswa asal Flores di Kota Denpasar. Ini tentu setelah dia menyalurkan bantuan serupa kepada warga melalui Desa Adat Peguyangan.

Agung Widiada senang membaca buku dan surat kabar. Khusus surat kabar, di Puri Peguyangan sejak lebih dari 20 tahun silam, dia berlangganan paling tidak delapan koran. Ada Kompas, Jawa Pos, Bali Post, dan sejumlah media lain jadi suguhan di meja tamu pekarangan puri.

Jam terbang di politik partisan juga panjang. Agung Widiada dulu adalah politisi Golkar. Dia bahkan sempat menjadi Sekretaris Golkar Kota Denpasar mendampingi Ketuanya Ketut Suwandhi. Bersama Golkar bahkan Agung Widiada sempat menjadi Calon Wali Kota Denpasar. Walau paket A. A. Ngurah Gede Puspayoga dan Ida Bagus Rai D. Mantra yang unggul, namun Agung Widiada tercatat memeroleh dukungan suara 30 persen hasil Pilkada Kota Denpasar tempo itu.

Yang pasti jabatan Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar pun didudukinya dulu saat masih mengenakan seragam kuning. Agung Widiada kemudian masuk Partai NasDem mengikuti jejak seniornya, Surya Paloh. Dulu pendiri NasDem ini juga bernaung di Partai Beringin.

Bersama NasDem Agung Widiada kini memasuki masa dua periode di DPRD Kota Denpasar. Bareng NasDem juga dia sempat jadi Ketua DPD NasDem Kota Denpasar hingga usai Pileg 2014. Lantas dipercayakan masuk Kabinet DPW NasDem Bali. Selama dua masa bakti Agung Widiada menjadi Wakil Ketua DPW NasDem Bali, yang membidangi pendidikan, politik, dan budaya. Kini dia memikul tugas baru sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPW Partai NasDem Provinsi Bali.

Pergulatan yang panjang di politik partisan, juga hobinya membaca buku dan surat kebara, bahkan gemar berdiskusi dengan sejumlah pemikir, membuat Agung Widiada punya wawasan nasionalis. Apalagi dia pun senantiasa terinspirasi dari sejumlah figur terkemuka, antara lain Proklamator Bung Karno, mantan Presiden Suharto dan Gus Dur, juga Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, John F. Kennedy, Surya Paloh, juga wartawan senior pendiri Kompas Gramedia, mendiang Jakob Oetama.

Dalam sebuah kesempatan lain Agung Widiada mengaku banyak belajar dari tokoh dan pemikir nasional asal Bali, Prof. Ngurah Bagus, wartawan senior Raka Wiratma, tokoh puri Ida Tjokorda Pemecutan XI, tokoh pariwisata I Gusti Kompyang Gede Pujawan, pengusaha Nyoman Suarsana Hardika, dan politikus Golkar Ketut Suwandhi. (dan)