Foto: Tim Pusat Studi Undiknas (PSU) bersama sejumlah perwakilan organisasi berfoto bersama perempuan warga binaan usai acara Parade Berkebaya Indonesia & Launching Tari Angayu Jayastri di Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan, Senin, 24 Oktober 2022.

Badung (Metrobali.com)-

Pusat Studi Undiknas (PSU) menggelar aksi Parade Berkebaya Indonesia Bersama Warga Lapas Perempuan “Kebaya Jati Diri Tanpa Batas Status Sosial Perempuan Indonesia” di Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan, Badung, pada Senin, 24 Oktober 2022.

Kegiatan ini serangkaian peringatan HUT ke-3 Pusat Studi Undiknas dan mengusung konsep sinergi pang pade payu ini melibatkan sejumlah organisasi seperti Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bali, GTS Institute, DPD Perempuan Indonesia Maju Bali, DPD Perempuan Pemimpin Indonesia Bali, Koperasi Perempuan Ramah Keluarga (KPRK) Pang Pade Payu dan tentunya Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan.

Aksi ini juga dalam rangka mendukung kampanye Kebaya Goes To UNESCO dimana salah satu pakaian khas Indonesia ini akan didaftarkan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Acara ini juga menegaskan pesan bahwa kebaya itu bisa dipakai siapa saja dan dimana saja serta kapan saja Tanpa Batas Status Sosial.

Rangkaian acara diisi dengan Parade Berkebaya yang diikuti para perempuan warga binaan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan. Mereka tampak kompak mengenakan kebaya baik pakem kutubaru, encim, kartini maupun ada juga kebaya modifikasi.

Mereka tampak tampil cantik dan anggun serta tanpa malu-malu berlenggang dan bergaya bak model professional menampilkan kebaya yang mereka pakai. Keceriaan dan kebahagiaan tampak terpancar jelas dari wajah para perempuan warga binaan ini yang juga tak henti-henti melempar senyum saat parade.

Acara juga dimeriahkan dengan launching Tari Kebesaran Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan yang diberi nama Tari Angayu Jayastri. Tarian ini ditarikan dengan sangat apik dan memukau oleh tiga orang perempuan warga binaan.

Tari Angayu Jayastri merupakan sebuah karya tari yang mengimplementasikan semangat transformasi karakter dan kepribadian seorang perempuan untuk menjadi insan yang lebih baik dan tangguh dalam menatap masa depan. Ibarat kecantikan dan keindahan seekor kupu kupu yang hanya akan hadir ketika sang ulat berhasil melalui proses metamorfosa kepompong.

Secara filosofis kata “Angayu Jayastri” memiliki makna “sebuah proses transformasi yang harus dilalui oleh seorang perempuan untuk menjadi perempuan pemenang yang tangguh”. Karya ini merupakan aktualisasi ide dan gagasan dari Kepala Pusat Studi Undiknas Doktor Gung Tini Gorda yang didedikasikan dan dipersembahkan kepada Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan.

Kepala Pusat Studi Undiknas Dr. AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., mengungkapkan kemasan acara Parade Berkebaya Indonesia dan Launching Tari Angayu Jayastri ini menjadi upaya PSU bersama organisasi liannya untuk memberdayakan para perempuan warga binaan. Tokoh perempuan yang akrab disapa Gung Tini Gorda ini mengajak warga binaan untuk memahami bahwa mereka di dalam lapas bukan untuk dihukum.

“Tetapi bagaimana tentang proses pembelajaran penguatan dari perubahan menjadi lebih baik. Ibarat metamorfosis dari kepompong, menjadi ulat dan kemudian kupu-kupu yang indah,” ujarnya.

Gung Tini Gorda yang juga Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali juga ingin menekankan bahwa kebaya itu bisa dipakai tanpa batas, tanpa mengenal status sosial. “Bahkan perempuan yang berada di dalam lapas pun bisa juga menjadikan kebaya sebagai kontrol diri,” kata tokoh perempuan yang juga Ketua DPD Perempuan Indonesia Maju (PIM) Bali sekaligus Ketua DPD Perempuan Pemimpin Indonesia Bali ini.

Ke depan Gung Tini Gorda berharap dalam pembinaan dan sosialisasi di dalam lapas, juga lebih dominan memakai kebaya sehingga di lapas juga bisa menjadi contoh penggunaan kebaya dalam keseharian. “Ketika memakai kebaya mereka ingat bahwa kebaya tersebut merupakan jati diri dari perempuan Indonesia sehingga nantinya juga ada proses menuju kompetensi kewirausahaan,” pungkas Tini Gorda yang juga Ketua DPD IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Bali ini.

Sementara itu Plt Kepala Lapas (Kalapas) Perempuan Kelas IIA Kerobokan Ni Luh Putu Andiyani memberikan apresiasi atas acara Parade Berkebaya Indonesia Bersama Warga Lapas Perempuan dan persembahan tari kebesaran Angayu Jayastri yang khusus dibuatkan bagi Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan.

“Acara ini menjadi ajang warga binaan untuk berekspresi dan berkreativitas dan mereka juga sangat antusias mengikuti acara parade berkebaya,” ujarnya lantas berharap agar lebih banyak pihak maupun organisasi lain yang bisa memberikan kesempatan warga binaan ini menampilkan kreativitas mereka termasuk tari kebesaran lapas ini.

Pihaknya juga membuka pintu selebar-lebarnya kepada pihak-pihak atau masyarakat yang ingin bergabung memberikan pembinaan-pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan.

Terkait dengan Tari Kebesaran Angayu Jayastri, Andiyani mengungkapkan ini baru pertama kalinya ditarikan oleh para perempuan warga binaan. Tari kebesaran ini merupakan sumbangan murni dari Gung Tini Gorda, baik dari segi pelatihnya, maupun pakaiannya. Dikatakan tarian tersebut memiliki makna motivasi agar wanita menjadi lebih tangguh dan lebih baik lagi ke depannya.

Sementara itu Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Pariwisata Undiknas Dr. Ni Putu Nina Eka Lestari mengatakan pihaknya ingin membantu para perempuan warga binaan di lapas ini dengan kajian-kajian yang menguatkan tentang pemberdayaan perempuan, baik dari sisi sosiologi, perubahan perilaku dan pemberdayaan ekonominya.

“Harapannya setelah para warga binaan ini kembali ke tengah-tengah masyarakat, kembali ke keluarga, mereka akan menjadi perempuan yang lebih mandiri secara ekonomi,” kata Nina Eka Lestari.

Para perempuan warga binaan di lapas ini mengaku senang dan bangga bisa terlibat dalam Parade Berkebaya Indonesia sebagai bagian aksi mendukung kampanye Kebaya Goes to UNESCO. Mereka pun mengaku tidak malu berkebaya walau di dalam lapas.

“Kami sangat bangga bisa mengenakan kebaya dan ikut kebaya ini. Harapannya teman-teman warga binaan di lapas perempuan jangan malu pakai kebaya dan mari terus berkarya,” kata Bella Dewi Prabowati, warga binaan peserta terbaik dalam parade berkebaya ini.

Bahkan yang lebih membanggakan lagi ada pula satu perempuan warga binaan yang berkarya mendesain kebaya untuk rekan-rekannya. “Saya senang bisa membuat kebaya. Dan tentu kami bangga sebagai perempuan Indonesia mengenakan kebaya dan sangat mendukung agar kebaya diakui sebagai warisan budaya dunia di UNESCO,” ungkap Retno Purwaningsih, warga binaan pembuat kebaya.

Sementara itu salah satu perempuan warga binaan yang menarikan Tari Kebesaran Perempuan Kelas IIA Kerobokan Tari Angayu Jayastri juga mengaku senang dan bangga untuk pertama kalinya secara resmi bisa menampilkan tarian ini.

“Saya bersama sesama warga binaan mengaku telah berlatih selama setahun untuk menguasi tarian karya Buk Gung Tini Gorda ini,” ujar Ratna Dewi, salah satu warga binaan yang menarikan Tari Angayu Jayastri ini.

Sebagai bagian upaya penguatan mindset para warga binaan, acara juga diisi dengan sharing session dari psikolog Sad Yuli Prihartati, S.Psi.,Psikolog, untuk mengenalkan konsep diri untuk hidup lebih baik kepada warga binaan lapas perempuan.

“Secara psikologis ini sangat penting, bagaimana warga binaan tersebut memahami konsep diri mereka sendiri. Tujuannya adalah agar kehidupan mereka dimasa depan terkonsep,” ungkap Sad Yuli Prihartati.

Usai acara, Gung Tini Gorda dan para undangan lainnya berkesempatan meninjau dan membeli produk-produk karya warga binaan seperti fesyen atau pakaian, tas dan lainnya. Diharapkan upaya pemberdayaan ekonomi warga binaan bisa berkelanjutan dan terus dikuatkan dengan sinergi melibatkan banyak pihak.

Di akhir acara, sejumlah perempuan warga binaan juga menghibur rombongan dari Pusat Studi Undiknas dan undangan lainnya dengan suara emas mereka dan penampilan musik yang memukau. Para warga binaan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan juga kompak menyerukan dukungan kampanye Kebaya Goes TO UNESCO. (wid)