Foto: Suasana perayaan HUT ke-10 Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) yang digelar Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bali melalui fashion show berkebaya dan dukungan terhadap UMKM lokal.

Denpasar (Metrobali.com)-

Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Bali merayakan satu dekade perjalanan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) dengan penuh sukacita. Tepat pada Selasa 12 November 2024, di tengah hingar-bingar Trans Studio Mall Denpasar, mereka menggelar perayaan HUT ke-10 dengan cara yang memancarkan semangat budaya dan kebersamaan: sebuah fashion show berkebaya yang penuh warna, serta dukungan terhadap UMKM lokal.

Dengan tajuk “Di Usia ke-10 Mari Berkebaya: Melestarikan Kebaya Melalui Memakai Kebaya Anti Ribet untuk Penguatan Warisan Budaya Tak Benda,” PBI Bali ingin menyampaikan pesan kuat, kebaya tak sekadar pakaian tradisional; ia adalah jati diri bangsa yang harus dijaga, bahkan dikenakan dengan mudah di kehidupan sehari-hari. Dalam nuansa kolaborasi dan sinergi, PBI Bali mengajak masyarakat, termasuk generasi muda, untuk tak ragu berkebaya, menjadikannya bagian dari gaya hidup.

Acara ini semakin meriah dengan kehadiran mahasiswa dan Jegeg Undiknas, yang ikut memeragakan ragam kebaya. Tak hanya memukau, fashion show ini juga bersanding dengan pameran UMKM yang diinisiasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, sebagai wujud nyata dukungan PBI Bali terhadap pengusaha lokal.

Dalam waktu singkat, hanya satu jam, tercatat transaksi sebesar Rp10,5 juta dalam aksi “Sinergi Pang Pade Payu,” sebuah aksi bela beli produk UMKM yang menggambarkan kekuatan gotong royong dan saling dukung.

Ketua PBI Provinsi Bali, Dr. Gung Tini Gorda, hadir dengan penuh bangga, didampingi jajaran pengurus dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, Ni Nyoman Sri Utari. Mereka, bersama para undangan lainnya, menjadi saksi akan tekad PBI Bali yang tak hanya ingin melestarikan kebaya, tapi juga menghidupkan ekonomi lokal melalui langkah-langkah nyata.

Rahmi Hidayati selaku Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Pusat juga hadir memberikan sambutan melalui pemutaran video. Melalui video pendek, Rahmi Hidayati menegaskan pesan bahwa berkebaya itu tidak ribet dan memakai kain pun bisa.

Dia lantas mengajak semua pihak ikut terlibat aktif melestarikan budaya berkebaya warisan leluhur Nusantara, yang sekarang sedang didaftarkan di UNESCO sebagai warisan budaya tak benda asal Indonesia. Gerakan pelestarian budaya berkebaya ini, sudah hadir sejak 10 tahun yang lalu dan dilegalformalkan sejak 11 November 2019.

Di akhir video, Rahmi Hidayati mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-10 bagi Perempuan Berkebaya Indonesia. “Semoga semakin banyak generasi muda bergerak bersama untuk melestarikan budaya berkebaya,” harapnya.

Sementara itu, Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali, Dr. Gung Tini Gorda menegaskan pentingnya kolaborasi dalam setiap kegiatan untuk saling mendukung, bukan sekadar memanfaatkan momentum. Gung Tini Gorda mengingatkan bahwa penyelenggaraan kegiatan hanya akan berhasil jika didukung kehadiran para peserta, mengingat tujuan besar acara untuk mendukung pengakuan kebaya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia di UNESCO.

PBI, yang telah mengusulkan dua kegiatan besar dalam kongresnya tiga tahun lalu, berupaya memperkuat kesadaran masyarakat terhadap kebaya sebagai warisan budaya yang dikenakan secara turun-temurun, tidak hanya pada acara tertentu, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga telah mengakui tanggal 24 Juli sebagai Hari Berkebaya Nasional. Namun Gung Tini Gorda menekankan masih banyak tantangan yang perlu diatasi, terutama terkait klaim kebaya oleh negara tetangga.

Meskipun kebaya sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Bali, di mana masyarakatnya mengenakan kebaya dalam berbagai upacara keagamaan, Gung Tini Gorda mendorong pemahaman bahwa kebaya bisa dikenakan dalam berbagai konteks, tidak harus selalu berpasangan dengan kain tradisional.

“Kami ingin menginspirasi generasi muda dengan konsep Kebaya Goes to Campus dan merencanakan untuk menyosialisasikan Kebaya Goes to School sebagai bentuk inovasi yang mempermudah penggunaan kebaya sehari-hari agar tidak terlihat ribet,” ujarnya.

PBI Provinsi Bali juga berharap agar masyarakat dapat menerima kebaya dalam berbagai bentuk tanpa batasan ruang dan waktu, bahkan sebagai inovasi yang memungkinkan kebaya dikenakan dengan lebih praktis, seperti dengan celana atau gaya yang lebih sederhana. Gung Tini Gorda berharap kebaya ini dapat diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.

Dalam perayaan ulang tahun ke-10 PBI Provinsi Bali, Gung Tini Gorda menyampaikan filosofi bahwa perempuan Indonesia harus memiliki semangat seperti gunung yang kuat dan kokoh, dengan visi luas untuk terus mengembangkan diri dan menyelesaikan tantangan.

Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali berkomitmen mendukung UKM agar mampu naik kelas dan memiliki daya saing tinggi. Gung Tini Gorda juga berharap dukungan masyarakat Bali untuk memperkuat budaya berkebaya tanpa prasangka, sehingga kebaya tetap hidup dalam keseharian masyarakat Bali.

Sementara itu PBI Bali juga mengucapkan selamat HUT ke-2 untuk PBI Cabang Eropa. Harapannya bisa membawa kebaya Indonesia mendunia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar, Ni Nyoman Sri Utari, menyampaikan dorongan kepada para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Denpasar untuk terus maju dan tidak menyerah dalam meningkatkan kualitas produk mereka. Pemerintah Kota Denpasar berkomitmen mendukung upaya memajukan produk-produk unggulan melalui promosi, baik secara lokal maupun nasional, hingga ke tingkat internasional.

Dalam waktu dekat, Pemerintah Kota Denpasar akan berkolaborasi dengan Dekranasda dan didukung oleh Kementerian Perdagangan dalam mengadakan promosi produk-produk unggulan di Pasar Kumbasari, lantai 5. Pasar Kumbasari dipilih karena perannya sebagai pusat oleh-oleh kerajinan tradisional Bali sejak lama. Langkah ini diharapkan dapat membantu memperkenalkan produk lokal kepada pasar yang lebih luas dan memberikan peluang ekspor melalui pameran yang mengundang buyer internasional.

Upaya ini juga melibatkan kolaborasi dengan organisasi Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali untuk membantu para pengrajin dan UMKM agar mampu “naik kelas” dan bersaing di pasar yang lebih kompetitif. “Kami menyampaikan apresiasi atas dukungan semua pihak yang terlibat, sehingga pameran produk ekspor unggulan tersebut dapat berjalan sesuai harapan,” ujarnya.

Humas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali, A.A Triana Tira, menjelaskan bahwa kebaya modern kini bisa dikenakan dengan cara yang sederhana, modis, dan sesuai perkembangan zaman. “Desain kebaya yang anti ribet ini memungkinkan perempuan untuk tampil fashionable di berbagai kesempatan, baik di kampus, di sekolah, maupun di acara-acara lainnya,” katanya.

Ia juga menyampaikan bahwa meskipun kebaya telah menjadi bagian dari keseharian perempuan Bali, PBI masih aktif mengkampanyekan Kebaya Goes to UNESCO sejak tahun lalu, dengan tujuan agar kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda. Triana juga mendukung kebijakan pemerintah yang tidak mentanggal merahkan Hari Berkebaya. Menurutnya, Hari Berkebaya Nasional tidak perlu dijadikan hari libur, melainkan tetap menjadi hari kerja seperti biasa agar kebaya bisa dikenakan dalam aktivitas sehari-hari tanpa mengubah rutinitas.

Di momen perayaan ulang tahun ke-10 PBI, Triana mengungkapkan apresiasinya atas dukungan masyarakat dalam upaya melestarikan kebaya. Ia mengajak semua pihak untuk terus bersemangat menjaga warisan budaya ini dengan memilih kebaya yang praktis namun tetap mencerminkan identitas budaya.

Kepala Sekolah SMP Nasional Denpasar, Suci Astika Dewi, mengapresiasi kampanye kebaya anti ribet yang diusung oleh Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Menurutnya, kebaya tidak hanya untuk dikenakan saat upacara adat atau ke Pura di Bali, tetapi juga bisa digunakan dalam berbagai kesempatan, termasuk di sekolah dan kampus. Ia menyambut baik inisiatif Kebaya Goes to Campus dan berharap gerakan ini juga diterapkan dalam Kebaya Goes to School, sehingga kebaya bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari anak muda.

Suci Astika Dewi menekankan pentingnya memodifikasi kebaya agar sesuai dengan gaya anak muda, sehingga tidak hanya menjadi pakaian orang tua tetapi juga menarik bagi generasi muda. Kampanye PBI ini dianggap memberi inspirasi untuk memperkenalkan kebaya dalam berbagai variasi, baik di sekolah, kantor, maupun kampus.

Di peringatan ulang tahun ke-10 PBI, Suci Astika Dewi menyampaikan harapan agar PBI terus berkembang dan semakin banyak orang yang memahami keunikan kebaya sebagai warisan budaya Indonesia. Ia menekankan pentingnya kebaya sebagai warisan yang bisa diwariskan secara turun-temurun, sehingga anak cucu di masa mendatang dapat mengenal dan menghargai budaya ini.

Pendeta Made Narawati, Penyuluh Kristen di Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif kebaya anti ribet yang diusung oleh Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Ia menganggap ide kebaya yang praktis ini sebagai langkah positif yang dapat menarik minat generasi muda untuk mengenakan kebaya. Narawati juga mendorong para desainer untuk terus berinovasi dalam merancang kebaya dengan berbagai model yang menarik namun tetap mempertahankan esensi kebaya tradisional.

Ia mengimbau para perempuan, terutama Gen Z, untuk tidak takut mengenakan kebaya. Menurutnya, kebaya modern yang bisa dipadukan dengan berbagai busana, seperti jeans atau rok, menjadikannya fleksibel untuk berbagai acara, mulai dari kegiatan kampus, acara keagamaan, hingga acara lainnya. Narawati menekankan pentingnya melestarikan kebaya di berbagai kesempatan sebagai bagian dari identitas budaya yang kini lebih praktis dan mudah dikenakan.

Gung Wahyuni, dari Bidang Pendidikan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali, mendorong perempuan untuk terjun dalam usaha kecil menengah (UKM) terkait kebutuhan perempuan, termasuk kebaya. Ia menekankan bahwa kebaya kini bisa dikenakan dalam berbagai aktivitas, tidak terbatas pada upacara adat, terutama di Bali. Kebaya dapat dipadukan dengan pakaian lain, seperti busana kasual yang nyaman untuk acara santai.

Menurut Gung Wahyuni, kebaya sebenarnya tidak ribet dan dapat menjadi bagian dari gaya sehari-hari. PBI berharap perempuan semakin terbiasa memakai kebaya dalam berbagai kesempatan, memperlihatkan bahwa kebaya fleksibel dan cocok untuk berbagai momen dalam kehidupan modern.

Dalam kesempatan tersebut Gung Wahyuni membeli Kebaya Lukis dan Selendang Lukis sebagai bentuk dukungan kepada para pelaku UMKM.

Staf SMK Teknologi Nasional Denpasar seperti Ni Putu Sania Puspitawati dan Ni Komang Irma Puspita menunjukkan antusiasme dalam mengikuti parade berkebaya dalam rangka HUT ke-10 Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). Mereka menyambut konsep kebaya anti ribet yang dapat dikenakan dalam berbagai kesempatan, tidak terbatas pada acara adat atau ke Pura. Menurut mereka, kebaya kini bisa dipadukan dengan celana atau rok, menawarkan gaya yang lebih modis dan membuat pemakainya merasa cantik serta nyaman.

Bagi mereka, kebaya anti ribet tidak hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga bagian dari gaya berpakaian modern. Dengan kebaya yang fleksibel dan mengikuti tren, mereka merasa kebaya kini lebih leluasa dikenakan dan bisa tetap sejalan dengan perkembangan zaman.

Para pelaku UMKM juga mengaku merasakan dampak nyata dari kampanye PBI Provinsi Bali yang terus menggaungkan kebaya anti ribet.

Dewi Anyar Kebaya dari UMKM Fashion dan Winda Kamaratih Bali merasakan bahwa inisiatif ini membuka peluang untuk berinovasi dalam desain kebaya, membuatnya lebih relevan dan menarik bagi pasar luas.

Para pengusaha kecil ini berharap kampanye tersebut dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap kebaya, sehingga berdampak langsung pada penjualan produk mereka. (wid)