Jembrana (Metrobali.com)-

Dinilai mencemari lingkungan, keberadaan PT Charoen di Lingkungan Awen Mertasari Kelurahan Lelateng, Negara diprotes sejumlah warga.  Protes warga sejatinya telah berlangsung lama, namun pihak perusahaan tidak pernah menggubrisnya.

Sejumlah warga, ditemui dilokasi, Senin (26/8) mengatakan sejak PT Charoen beroprasi, udara sekitar menjadi tercemar. Pasalnya setiap pagi udara sudah dicemari bulu-bulu halus dari hasil pembakaran ayam mati yang menggunakan kayu bakar.

Selain terganggu akan bulu-bulu yang berterbangan, warga sekitar juga mengaku terganggu akan bau amis yang dihasilkan dari pembakara itu. Apalagi lokasi pembakaran bangkai ayam itu sangat dekat dengan pemukiman penduduk.

Pembakaran ayam mati bukan saja dilakukan pada siang hari, namun juga dilakukan pada malam hari, sehingga warga kesulitan untuk beristirahat maupun tidur. “Malam hari, baunya sangat menyengat, sehingga kami sulit tidur. Kalau bernapas juga sesak. Kami sudah sering menyampaikan keluhan lewat kepala lingkungan, tapi tidak pernah ditanggapi” ujar Komang Budiasa, salah seorang warga setempat.

Menurutnya bulu-bulu itu bukan saja dirasakan oleh warga Awen, tapi juga dirasakan oleh warga Kombading.  Bahkan warga Kombading pernah mengancam demo dan mendatangi PT Charoen, tapi lantaran ada pilgub niat itu ditunda. Saking kesalnya juga pernah salah seorang warga datang sambil membawa sabit. Namun bisa diredam oleh warga lainnya. “Kami harap pihak terkait segera turun dan memfasilitasi dengan pihak perusahan. Sehingga masalah ini cepat terselesaikan. Apalagi sejak berdiri hingga sekarang, pihak perusahan tidak pernah memberikan kontribusi ke lingkungan atau ke banjar” ujarnya.

Kepala Lingkungan Awen Mertasari, Lelateng, Wayan Tama saat dikonfirmasi membenarkan adanya protes warga tersebut. Menurutnya selaku kepala lingkungan, pihaknya sudah berulang kali menyampaikan keluhan warga ke pihak perusahan, namun tidak pernah ditanggapi.

Ia juga mengakui sejak berdiri hingga beroprasi, pihak perusahaan belum pernah memberikan kontribusi ke banjar atau ke lingkungan.

Sementara itu, Humas PT Charoen, Gede Susrama saat dikonfirmasi melalui HP, tidak diangkat mesti HP miliknya aktif. Dicoba kembali HP-nya langsung dimatikan. Demikian juga saat akan  ditemui di kantornya, wartawan harus tertahan di pos satpam dan prosudur yang berbelit.

Satpam yang menghubungi Susrama juga harus melalui beberapa lapis. Satpam pertama (pintu masuk) menghubungi satpam kedua yang ada di area dalam perusahan. Dan satpam kedua menghubungi staf perusahaan, kemudian staf perusahaan itu yang menghubungi Humas perusahaan.

Ditunggu cukup lama, ternyata Humas PT Charoen, Gede Susrama menolak bertemu wartawan dengan alasan masih sibuk. MT-MB