Foto: Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih (Ajus Linggih).

Denpasar (Metrobali.com)-

Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) atau Bali Urban Subway resmi dimulai, menandai langkah baru dalam upaya mengatasi kemacetan di Bali, terutama di wilayah selatan. Groundbreaking proyek yang dibangun di kedalaman 30 meter ini berlangsung pada Rabu, 4 September 2024, di Sentral Parkir Kuta, Bali. Upacara simbolis “Ngeruak” digelar oleh Pemerintah Provinsi Bali bersama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) dan PT Bumi Indah Prima (BIP), menandai babak baru transportasi publik di Pulau Dewata.

Agung Bagus Pratiksa Linggih yang akrab disapa Ajus Linggih, Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali, dengan tegas menyatakan dukungan penuh terhadap proyek MRT ini. Ia menyebut proyek ini sebagai solusi yang sangat ditunggu-tunggu untuk mengatasi kemacetan, terutama di kawasan Bali Selatan yang kerap menjadi sorotan.

“Selama ini, kemacetan sudah menjadi masalah besar di tengah masyarakat. MRT Bali bisa menjadi jawaban yang konkret,” ungkap Ajus Linggih pada Kamis, 5 September 2024.

Proyek MRT atau Bali Urban Subway ini merupakan hasil inisiasi Pemprov Bali, yang kemudian dikerjakan oleh PT SBDJ berkolaborasi dengan PT BIP. Mereka menggandeng kontraktor utama PT Indotek, yang bekerja sama dengan China Railway Construction Corporation (CRCC) dan kontraktor lokal PT Sinar Bali Bina Karya. Dengan sinergi ini, proyek MRT diharapkan dapat berjalan sesuai rencana dan standar teknis yang tinggi.

Ajus Linggih yang juga Anggota DPRD Bali dari Partai Golkar ini menambahkan bahwa MRT tak hanya akan menyelesaikan masalah kemacetan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata. Wisatawan yang berkunjung ke Bali akan menikmati perjalanan yang nyaman tanpa harus terjebak macet, memberikan citra positif bagi Bali sebagai destinasi kelas dunia.

“Jika kemacetan berkurang, wisatawan akan lebih nyaman. Dan tentu saja, produktivitas masyarakat akan meningkat, yang pada gilirannya akan mendorong ekonomi Bali,” ujar Ajus Linggih yang juga ketua DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Bali itu.

Ajus Linggih juga memuji komitmen Direktur PT SBDJ, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, atau yang akrab disapa Ari Askhara, karena telah menggandeng pengusaha lokal dan HIPMI dalam proyek MRT ini. Kolaborasi ini menunjukkan keterbukaan untuk melibatkan berbagai pihak dalam pembangunan infrastruktur strategis.

“Saya berharap proyek ini bisa terus berlanjut, siapa pun yang nanti menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Bali. Proyek ini tidak hanya mengurangi beban APBD, tapi juga mengatasi masalah utama Bali, yakni kemacetan,” pungkas putra dari Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih, yang akrab disapa Demer itu.

Proyek MRT atau Bali Urban Subway ini akan dibangun dalam empat fase. Fase pertama akan menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan Kuta, Seminyak, Berawa, hingga Cemagi, dengan total panjang 16 kilometer. Fase kedua akan mencakup rute Bandara Ngurah Rai ke Jimbaran, Universitas Udayana, dan Nusa Dua sepanjang 13,5 kilometer. Fase ketiga dan keempat, yang masih dalam tahap uji kelayakan, akan menghubungkan Kuta ke Sanur dan Renon, hingga ke Ubud dan Sukawati.

Investasi proyek ini mencapai USD 10,8 miliar untuk dua fase pertama, dan total keseluruhan empat fase diperkirakan menelan biaya hingga USD 20 miliar. Pembangunan fase pertama dan kedua diharapkan selesai pada pertengahan 2028, dan seluruh sistem MRT dapat beroperasi penuh pada akhir 2031.

Proyek MRT Bali ini didesain dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yang selaras dengan prinsip Tri Hita Karana – menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Bali Urban Subway akan menggunakan infrastruktur bawah tanah, yang tidak hanya cocok dengan kondisi geografis Bali tetapi juga menjaga keasrian lingkungan dan budaya setempat.

Dengan proyek ini, Bali bersiap memasuki era baru transportasi modern yang lebih ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan. (wid)