Oleh : I Made Pria Dharsana

Catatan penulis atas carut marutnya “sampah” di Bali khususnya sekarang di kabupaten Badung, yang dalam beberapa minggu ini rame diberitakan.

“Sampah” tidak dapat dibiarkan dan tidak berdiri sendiri,karena bagaimanapun akan berimbas kepada kebersihan dan keindahan.. sebagai destinasi pariwisata andalan Indonesia di mata wisatawan nasional maupun dunia pariwisata telah memberikan tingkat kesejahteraan bagi Bali walaupun kita tahu tidak semua kue hasil pariwisata dinikmati oleh masyarakat Bali.. pariwisata juga meninggalkan residu , ampas buruk yang pelan-pelan merusak aspek kehidupan masyarakat Bali, baik disadari atau tidak. ini akan jadi masalah besar di masa depan.

Dari hasil pajak yang diperoleh pemerintah, terutama pemerintah kabupaten kota, khususnya kabupaten Badung hampir mencapai 10 T, terlihat dari APBD nya, yang karena penurunan iklim usaha/ekonomi kemudian dikoreksi menjadi 7,7 T dan kembali dikoreksi menjadi 5,6 T.. perolehan dan besaran penghasilan kue pariwisata ini dikembalikan kepada masyarakat Badung melaui pembangunan sarana dan prasarana inprastruktur dan pendidikan dan sosial kemasyarakatan, dan sebagian di hibahkan kepada kabupaten lain yang menjadi tujuan atau obyek pariwisata selain Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Besaran hibah ini 30% dari pajak hotel dan restorant (PHR) yang diperoleh kabupaten Badung, sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dengan Bupati Badung AA Gede Agung dan para Bupati se-Bali, kala itu, di tahun 2008. pemberian hibah tersebut merupakan komitmen bersama agar dapat merawat, menjaga, memelihara kebersihan alam, menjaga kesucian Pura yang menjadi obyek wisatawan.. tata cara pemberian hibah diatur dengan surat keputusan bersama antara Bupati Badung dengan Gubernur Bali yang mengelola dan mendiatribusikan dana hibah kabupaten badung dan disiatribusikan ke kabupaten seluruh Bali diluar Denpasar dan kabupaten Gianyar secara proporsional..hal ini dimaksudkan bahwa seluruh kabupaten lain diluar Badung, Denpasar, dan Gianyar turut menikmati kue pariwisata walaupun tidak banyak.. jangan sampai terjadi kesenjangan kesejahteraan yang begitu tinggi masyarakat di Bali ..

Dus, kemudian terjadi perubahan dan pembatalan kesepakatan penyampaian dana hibah yang diperoleh kabupaten Badung dari PHR.. tidak lagi serahkan melalui Gubernur Bali tetapi diserahkan sendiri.. dengan alasan tidak ada yang mengharuskan demikian. termasuk bagaimana berjuta- juta dan bermilyar-milyar dana hibah diserahkan secara langsung, secara telanjang mata kita melihat dimedia Bupati Badung memberikan Bansos kepada masyarakat desa, kepada kelompok masyarakat baik untuk kepentingan sosial keagamaan maupun sosial kemasyarakatan..publikasi yang tidak henti-hentinya dengan uang cash bertumpuk-tumpuk. masyarakat terkagum-kagum.. luar biasa “Bares” nya Bupati Badung..
apakah hal ini sudah tepat dan benar..? mari kita nantikan.. !

Disisi lain pemberian bansos paling mudah untuk dipergunakan sebagai pencitraaan politik apalagi menjelang perhelatan Pilkada tahun2020, pemberian “hibah uang” atau “hibah barang” semua jadi senang kemudian bersama membulatkan tekad “akan” memilih lagi..

ada satu hal paling penting dipertanyakan soal bagimana seorang pemimpin mengelola keuangan daerah nya, mengelola anggaran nya? apakah tata kelola pemerintahan sudah berjalan baik? jika kurang baik masyarakatnya kenapa diam?? apakah karena sudah menerima dana bansos yang begitu banyak sehingga sungkan untuk mengingatkan? seharusnya sebagai lembaga Legislatif tugas pengawasan ada di tangan anggota DPRD , akan tetapi tidak ada menyampaikan sesuatu atau mengingatkan.. apakah ini karena anggota Dewan turut sungkan?

Beberapa dekade Pulau Dewata yang kita cintai ini merupakan destinasi wisata pantai yang sangat indah dimana jutaan wisatawan mancanegara sangat tertarik untuk berbondong-bondong ke Pulau Bali, berselancar, snorkeling, dan berjemur di pantai-pantainya yang begitu indah.

Sebagai warga Bali, secara pribadi penulis merasa sedih sekaligus prihatin melihat kondisi lingkungan pantai , kota , gunung, hutan bakau di propinsi Bali yang ada. Bagaimana tidak, sekarang ini destinasi wisata yang begitu kita banggakan dan dicintai banyak orang diberbagai penjuru dunia itu telah terancam, karena pulau yang kita banggakan ini dinyatakan sebagai “darurat sampah”. Dan sungguh menyedihkan tempat wisata paling populer di dunia ini, kini dibanjiri dengan gunungan sampah plastik.

Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, jumlah kunjungan wisman ke Bali pada semester I/2019 hanya 2,84 juta, turun 1,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah kunjungan wisman selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Bicara “Sampah”, secara tradisional sampah seringkali dipandang sebagai sumber polusi bahkan bisa juga sumber bibit penyakit. Tetapi pengelolaan limbah yang baik sebenarnya dapat menghasilkan bahan-bahan berharga, terutama sekarang karena banyak dari mereka menjadi langka.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa setiap harinya Pulau Dewata Bali menghasilkan sampah mencapai 4.281 ton atau 1,5 juta ton tiap tahun. Dari jumlah tersebut, lebih banyak sampah yang tidak dikelola (52 persen), daripada yang dikelola (48 persen). Dan 50 persen sampah di Bali berasal dari tiga daerah di Bali yaitu Kota Denpasar, Badung, dan Gianyar. Dari sampah yang dibuang ke tempat sampah, 70 persen di antaranya berakhir di TPA Suwung.

Kondisi tersebut tentunya akan menjadikan masalah jika tidak segera di tanggulangi oleh Pemerintah Provinsi Bali. Sampah plastik dalam hal ini menjadi momok dan musuh bersama, hingga Pemprov dan menunjukkan komitmennya melalui Pergub untuk mengurangi timbunan plastik sekali pakai. Bali Partnership menjadikan kolaborasi antar-pihak, seperti akademisi, lembaga penelitian, pemerintah, dan swasta sebagai metode pengurangan sampah.

Seyogyanya pada TPA seperti di beberapa negara maju pengelolaan limbah sebagai cara terpenting untuk menangani limbah, namun begitu itu tidak bisa bertahan lama. Karena pada dasarnya, tempat pembuangan sampah dapat menyebabkan polusi tanah, air, dan udara. Jika terjadi pembuangan yang tidak terkendali, bahan kimia berbahaya dapat dilepaskan yang membahayakan kesehatan masyarakat. Tapi di atas semua itu, bahan berharga hilang.

Salah satu solusi terbaik adalah mengurangi atau tidak ada hasil limbah. Jika itu tidak memungkinkan, penggunaan kembali atau daur ulang, dan pemulihan adalah alternatif yang baik. Pengelolaan limbah yang baik dapat memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Dengan menghemat sumber daya dan mencegah remediasi dan masalah kesehatan yang mahal.

sekarang muncul masalah “sampah”, di kabupaten Badung, mungkin juga di kabupaten lain di Bali.. kenapa hanya kabupaten Badung saja di sorot? Bermula tapi sepertinya sudah lama menjadi masalah dengan Tempat Pembuangan Akhir ( TPA) Suwung. tempat pembuangan “sampah” Sarbagita yang sudah tidak dapat lagi menampung pembuangan sampah.. sudah beberapka kali terjadi kebakaran di TPA Suwung.. kemudian menjadi perhatian pemerintah pusat melalui kementrian Maritim dan dijadikan salah satu pembenahan dalam pelaksanaan APEC di Bali tahun 2017. agar TPA Suwung tidak merusak pemandangan delegasi yang hasir ke Bali, apalagi dilalui penerbangan dari bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.. Namun pembenahan TPA Suwung belum rampung.. Sekarang muncul masalah, kita semua tidak mau belajar bagaimana mengelola sampah dengan baik, tidak mau belajar dari mana saja . yang telah mampu mengelola sampah menjadi energi listrik dan kompos..

Sekarang telah menjadi barita yang tak dapat dibiarkan, padahal dana PHR yang diperoleh dan diberikan kepada masyarakat begitu besar.. tapi tidak ada perencanaan kue pariwisata yang baik tapi hanya ada sisa , ampas dari pariwisata.. hibah uang diterima tapi berkenaan dengan “sampah” yang menjadi bagian dari “hibah..” ditolak serta di demo masyarakat, ini suatu yang paradok..

Seluruh stakholder , Gubernur dan Bupati walikota se-Bali mesti mencasi solusi yang cepat dan tepat, “sampah” . One Island one management akan dinanti untuk diwujudkan. jauhkan ego
sektoral, hilangkan ego politik yang dapat menghancurkan kita semua.. hanya prihal “Sampah” tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. belum lagi soal yang lebih besar bagaimana membangun Bali agar lebih sejahtera.. Jangan biarkan “Sampah” berserakan dijalan-jalan akan memberikan dampak buruk bagi BALI.

PDC,Soma,111119