Foto: Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Ir. Putu Wirata Dwikora, SH, MH. (kiri) mendesak KPK menyelidiki secara transparan atas berbagai laporan masyarakat terkait sosok Joko Widodo.

Denpasar (Metrobali.com)-

Masuknya nama Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo dalam 5 figur paling korup tahun 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), disoroti Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Ir. Putu Wirata Dwikora, SH, MH. Putu menyatakan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), mesti melakukan penyelidikan secara transparan atas berbagai laporan masyarakat terkait sosok Joko Widodo, keluarga dan nama lain yang terkait, yang diantaranya sudah dilaporkan masyarakat ke KPK.

Demikian juga kasus yang beritanya santer berkembang di media, seperti diantaranya isu soal ‘’Blok Medan’’ perkara korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menjerat eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dan pengusaha Muhaimin Syarif. Juga atas dilaporkannya Joko Widodo (Jokowi) bersama 16 nama lainnya ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) atas dugaan kolusi dan nepotisme pada tahun 2023, yang mana laporan itu dibenarkan oleh Juru Bicara Kelembagaan KPK Ali Fikri pada Senin (23/10/2023), seperti dimuat Kompas.com. Putu menegaskan hal itu, menanggapi pertanyaan masuknya nama Joko Widodo.

‘’Di tengah sorotan publik nasional dan sekarang juga sorotan internasional, KPK mesti menjawab dengan sungguh-sungguh menyelidiki kasus yang dilaporkan masyarakat dan memilih prioritas pada yang semestinya diungkap tanpa tebang pilih,’’ lanjut Putu Wirata lagi.

Ada lima nama yang masuk daftar OCCRP, yakni Presiden Kenya William Ruto, Mantan Presiden RI Joko Widodo, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dan Miliarder India Gautam Adani.

Jokowi sendiri menantang, apa bukti bahwa dirinya korupsi, dan apa yang dikorupsi. Di pihak lain, OCCRP menggunakan metode polling ‘’google form’’ untuk menjaring masukan masyarakat, dikombinasikan dengan penilaian enam orang juri, yaitu:

  1. Drew Sullivan, adalah salah satu pendiri OCCRP termasuk publisher-nya. Di bawah arahannya, OCCRP memenangkan banyak penghargaan, termasuk European Press Prize dan Global Shining Light Award.
  2. Paul Radu. adalah salah satu pendiri OCCRP sekaligus kepala inovasi organisasi. Dia memimpin proyek investigasi OCCRP, merencanakan perluasan wilayah, dan mengembangkan strategi serta teknologi baru untuk mengungkap kejahatan terorganisasi dan korupsi lintas-batas.
  3. Alia Ibrahim adalah salah satu pendiri dan CEO Daraj, platform media digital independen. Dia pernah menjadi koresponden senior di Al Arabiya News Channel yang memberikan laporan dari Tunisia, Yaman, Libya, Mesir, Bahrain, Turki, Suriah, dan Irak.
  4. Anas Aremeyaw Anas merupakan jurnalis investigasi dan pengacara asal Ghana. Dia menjadi dikenal karena mengungkap kasus korupsi dan pelanggaran HAM secara diam-diam. Bertindak secara anonim, karya pendiri WAJSIC dan Tigereye Foundation itu telah mendorong reformasi hingga mendapat pengakuan global.
  5. Susan Hawley adalah pakar antikorupsi yang telah meneliti dan mengampanyekan peran Inggris dalam memfasilitasi perang terhadap praktik korupsi global selama lebih dari 20 tahun. Peraih gelar doktor itu pendiri Spotlight on Corruption dan sebelumnya bekerja di Corruption Watch UK, The Corner House, dan Christian Aid untuk menangani masalah korupsi.
  6. Louise Shelle, adalah seorang penulis dan profesor di Schar School of Policy and Government di George Mason University. Dia juga pendiri dan direktur eksekutif Terrorism, Transnational Crime and Corruption Center (TraCCC) di kampus tersebut.

Putu Wirata menegaskan, nominasi versi OCCRP itu adalah penilaian korupsi berdasarkan persepsi masyarakat dan berbeda dengan pembuktian hukum melalui pengadilan. Karenanya, terbuka luas bagi Presiden ke-7 RI Joko Widodo untuk melakukan klarifikasi dan bantahan.

‘’Sangat baik untuk literasi dan komunikasi dengan masyarakat, di tengah narasi-narasi yang berseliweran ini, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, membuka harta kekayaannya serta keluarga kepada publik, selain melaporkannya melalui LHKPN, sebagaimana mekanisme undang-undang. Bagi sosok seperti beliau, buka saja kepada publik, apa dan berapa harta kekayannya, agar masyarakat tahu, posisi harta sebelum menjadi presiden dan sesudah purna tugas sebagai presiden,’’ lanjut Putu Wirata.

Sementara bagi KPK sebagai lembaga penegak hukum, sudah waktunya melakukan penyelidikan secara transparan, karena sosok Joko Widodo, rilis versi OCCRP dan opini masyarakat terkait keluarga Joko Widodo maupun adanya laporan masyarakat ke KPK, semestinya memantik semangat lembaga KPK untuk merespon semua hal itu secara professional, lanjut Putu Wirata.

Sebagai warga Indonesia, imbuh Putu, masuknya Joko Widodo sebagai figur korup 2024 mempermalukan bangsa dan membuat nama Indonesia makin terpuruk di mata dunia. Apalagi reputasi dari OCCRP itu merupakan lembaga jurnalis investigasi tingkat dunia yang bekerja secara professional, termasuk membongkar kasus-kasus korupsi melalui investigasi.

‘’Bila melihat reputasi OCCRP di bidang jurnalisme investigasi, rilis lembaga tersebut yang memasukkan nama Joko Widodo sebagai Person of the Year 2024 versi OCCRP itu mempermalukan kita,’’ imbuh Putu Wirata.

OCCRP merupakan salah satu organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia yang berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. Didirikan pada 2007 oleh wartawan investigasi Drew Sullivan dan Paul Radu.

Dilansir dari laman resminya https://www.occrp.org/en/about-us. visi lembaga ini adalah menjadikan dunia lebih terinformasi di mana kehidupan, mata pencaharian, dan demokrasi tidak terancam oleh kejahatan dan korupsi. Adapun misi OCCRP menyebarkan dan memperkuat jurnalisme investigasi di seluruh dunia “dan mengungkap kejahatan serta korupsi sehingga masyarakat dapat meminta pertanggungjawaban kepada pihak berwenang.”

OCCRP dibentuk oleh 24 pusat investigasi nirlaba, tersebar di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Organisasi ini pernah terlibat dalam peliputan spyware Pegasus serta kebocoran data Panama Papers (2017), dimana ditengarai sejumlah nama pejabat dan pengusaha Indonesia masuk dalam daftar ‘’surga bebas pajak’’ tersebut.

Pada 2017, OCCRP mendapat Penghargaan Pulitzer untuk laporan mengenai Panama Papers Series. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga Uni Eropa juga pernah memberikan penghargaan kepada lembaga yang berfokus pada isu korupsi itu. (wid)