Jembrana (Metrobali.com) –

Sadar akan pentingnya hutan sebagai daerah resapan air mendorong warga Yehembang Kauh melakukan penanaman di beberapa titik penting, seperti bantaran sungai dan kawasan Hutan Belajar. Areal penanaman ini merupakan lahan yang dikelola masyarakat lokal untuk membudidayakan berbagai tanaman endemik Jembrana. Kegiatan ini didukung oleh Yayasan IDEP Selaras Alam yang telah mendampingi masyarakat lokal secara intensif dari 2012.

Siswa dari Sekolah Dasar di sekitar Desa Yehembang Kauh, Senin, 21 Maret 2022/MB

Penanaman yang berlangsung bertepatan dengan Hari Hutan Sedunia ini juga sebagai langkah masyarakat untuk mengantisipasi ancaman bencana yang juga kerap mereka alami di musim penghujan: banjir. Meskipun bencana musiman ini biasa diterima, namun banjir bandang yang terjadi pada awal 2020 telah memberikan peringatan penting bahwa dampak yang lebih buruk bisa saja terjadi.

Kala itu air meluap dari sungai dan merusak beberapa ruas jalan. Air pun masuk ke rumah-rumah warga, hingga menyebabkan beberapa rumah mengalami kerusakan. “Saat itu cuaca memang sangat ekstrim, banjir bisa sampai ke rumah, jalanan juga sampai jebol,” ungkap Wayan Restu, warga Yehembang Kauh.

Beberapa akses terputus akibat banjir bandang yang menghancurkan ruas jalan di sekitar bantaran sungai. Tidak hanya itu, banjir telah memutus pipa-pipa saluran air, hingga membuat warga desa kesulitan mengakses air bersih. Selama berhari-hari, beberapa desa terisolasi dan sulit memperoleh air bersih.

Mitigasi Bencana Melalui Penanaman Pohon

Kesulitan-kesulitan yang terjadi kala itu telah membuat warga Yehembang Kauh menyadari pentingnya menjaga daerah bantaran sungai dan hutan itu sendiri. “Jadi setelah banjir bandang itu, kami dari Destana [Desa Tangguh Bencana] bersama IDEP berunding agar bagiamana bencana ini tidak terjadi kembali. Lalu kita melakukan penanaman di bantaran sungai,” kata Wayan Restu yang juga turut mengelola Hutan Belajar.

Reboisasi dilakukan setiap tahunnya dan semakin memperulas titik penanaman. Warga pun secara aktif membudidayakan beberapa tanaman endemik, sebab fungsinya yang penting untuk menjaga kawasan hutan. “Tanaman-tanaman ini kebanyakan fungsinya sebagai penyerap air, karena umurnya juga cukup lama,” jelas Restu. Pria berusia 41 tahun ini pun menambahkan proses yang ia bersama IDEP lakukan untuk membudidayakan tanaman endemik. “Untuk tanaman endemik yang kami bibitkan disini, kita cari dulu bijinya di dalam [hutan], kita semai, baru kita bibitkan bersama disini.”

Bibit tanaman endemik seperti kwanitan, pala, bambu hitam, maupun kruing juga akan ditanam tahun ini di Hutan Belajar. “Beberapa tanaman endemik yang dipilih sebagian besar dapat membantu penyediaan cadangan air tanah di Bali,” ungkap Dewa Wira dari Yayasan IDEP Selaras Alam.

Selain pencegahan terhadap bencana, penanaman pohon juga sebagai upaya pengenalan masyarakat terhadap tanaman-tanaman endemik Bali. “Penanaman ini sangat penting sebagai sarana pengenalan, dan mereka bisa belajar disini, di Hutan Belajar. Ketika mereka menanam, mereka jadi punya rasa memiliki dan mencintai tanaman itu,” harap Restu.

Peserta berkumpul di Hutan Belajar/MB

Hutan Belajar yang sedari awal diupayakan sebagai media pembelajaran tentang hutan pun kali ini dikunjungi kembali oleh siswa-siswi dari berbagai sekolah dasar di Jembrana. Sekolah yang turut berpartisipasi dipenanaman kali ini antara lain, SDN 2 Lelateng, SDN 1 Lelateng, SDN 3 Mendoyo Dauh Tukad, SDN 2 Mendoyo Dangin Tukad, dan SDN 3 Yeh Embang. “Bersama siswa nantinya kami akan belajar tentang pelestarian air di Bali yang dapat dilakukan melalui penanaman pohon,” jelas Dewa Wira.

Menanam dan Menjelajahi Hutan Belajar

Ketika siswa masuk ke Hutan Belajar, mereka disambut dengan berbagai macam permainan sebelum memulai penanaman. Siswa pun digiring ke lokasi-lokasi yang sudah ditetapkan. Sembari menanam, siswa juga diberikan pemahaman tentang fungsi dan karakterisitik dari bibit yang mereka tanam. Selain itu, untuk menumbuhkan rasa saling memiliki, setiap tanaman yang mereka tanam diberikan tags tanaman sesuai dengan apa yang siswa inginkan.

IDEP membagikan tags untuk tanaman/MB

Berkunjung ke hutan dan melakukan penanaman ternyata mendapat respon yang sangat baik dari siswa, terlebih mereka bisa mengetahui fungsi-fungsi tanaman sambil bermain. “Seru bisa nanem-nanem bareng teman-teman, di hutan juga sejuk, segar udaranya,” ungkap Amira siswa dari SDN 2 Mendoyo Dangin Tukad.

Dari proses penanaman ini, Amira juga jadi lebih tahu tentang fungsi hutan itu sendiri, terutama sebagai daerah resapan air. Fungsi ini pun erat hubungannya dengan pengalaman Amira yang sempat mengalami kesulitan air. “Kalo pohon habis, bisa-bisa tidak ada air, banyak polusi juga,” tambah Amira.

Selain sebagai penyerap air dan pencegah bencana, penanaman kali ini juga memiliki fungsi budaya. Ada tujuh jenis bibit yang ditanam di sekitaran Hutan Belajar dan enam diantaranya adalah tanaman yang kerap digunakan untuk upacara. Pemilihan tanaman yang beragam ini pun diupayakan agar Hutan Belajar benar memberikan manfaat baik bagi alam maupaun masyarakat itu sendiri. “Harapan kita nantinya hutan ini bisa menjadi taman bumi banten, jadi supaya kita bisa memenuhi kebutuhan melalui kebun atau Hutan Belajar ini,” ungkap Sayu Komang dari Basebali.

Beragamnya fungsi Hutan Belajar tentu memperoleh sambutan baik dari warga sekitar, sehingga mereka pun turut mengelola Hutan Belajar sebagai lahan kolektif. “Hutan Belajar juga bagian dari kami sekalu pengelola hutan dengan tujuan dasarnya adalah melestarikan hutan,” ungkap Loka Putra selaku ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Amertha.

 

Penanaman bibit yang dilakukan Destana dan KTH/MB

Dalam penanaman ini juga KTH terlibat dan turut menentukan titik-titik penanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selain itu ada berbagai kelompok yang hadir, seperti Kelompok Biogas Lestari, UPTD KPH Bali Barat, Kelompok Destana (Desa Tangguh Bencana), hingga pemerintah desa. Mereka tidak hanya hadir, tapi turut menanam, merawat, dan melestarikan ekosistem yang ada di Hutan Belajar dan sekitarnya. “Kita disini saling bahu-membahu untuk mengelola Hutan Belajar, karena ini menjadi harapan untuk alam ini, desa, dan segala yang kita harapkan kedepan nantinya,” jelas Restu yang dari awal berfokus dalam bagian pembibitan di Hutan Belajar. RED-MB