pedande made gunungDenpasar (Metrobali.com)-

Ada sejumlah kisah unik tentang sosok Ide Pedande Made Gunung, salah satu Sulinggih dan ‘’pedharmawacana’’ yang paparan ceramahnya digemari umat Hindu. Saat opname di Wing RS Sanglah, sekitar 5 hari sebelum ‘’lebar’’ (meninggal), Ide Pedande Made Gunung masih sempat bercengkerama singkat , menyatakan dukungan terhadap sikap Dharma Adhyaksa dan Sabha Pandita PHDI yang menetapkan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci.

Beliau menyatakan hal itu saat dibezuk oleh Ide Pedande Gde Ketut Sebali Tianyar Arimbawa (Dharma Adyaksa PHDI) dan Ketua Sabha Walaka PHDI, Putu Wirata Dwikora. Pada hari itu, Ida Pedanda Sebali menjalani cek kesehatan, didampingi Putu Wirata Dwikora dan Ir. Nyoman Merta, Anggota Sabha Walaka PHDI. Dari para dokter, Ida Pedanda Sebali mendapat informasi bahwa Pedanda Made Gunung dirawat di kamar Wing RS Sanglah.

‘’Saat membaca berita-berita di media tentang Keputusan Pasamuhan Sabha Pandita, tityang garjita (saya sangat bahagia) dan mau menelepon Ratu (Pedande Sebali) dan Pak Dwikora, tetapi tidak saya tidak punya nomornya,’’ kata almarhum kepada Pedanda Sebali dan Putu Wirata Dwikora, sembari mendoakan agar Keputusan yang sudah bagus itu bisa menjadi tameng untuk menjaga Kawasan Suci Teluk Benoa dan menjaga alam, budaya serta masyarakat Bali yang budayanya berbasis agama Hindu.

Ide Pedande Sebali memang menjalani cek kesehatan pada hari itu, didampingi Putu Wirata Dwikora, yang merencanakan membezuk Ida Pedanda Istri Oka Sidemen, Dharma Upapati Paruman Pandita PHDI Bali yang diopname di Ruang Sanjiwani RS Sanglah.

Ida Pedande Gunung juga sempat menyebut, beliau sering bersilang pendapat tentang suatu hal dengan Ida Pedande Sebali. Tetapi selain perbedaan-perbedaan, cukup banyak persamaan, termasuk dalam menyikapi penyelamatan dan menjaga kesucian Teluk Benoa.

Sekadar kilas balik, nama Ida Pedanda Made Gunung  mulai muncul sebagai ‘’faksi yang berbeda’’ setelah  reformasi PHDI hasil Mahasabha VIII tahun 2001. Ide Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa terpilih sebagai Dharma Adhyaksa, sementara di Bali, Ide Pedande Made Gunung muncul sebagai tokoh yang dikesankan beda pandangan tentang posisi Sulinggih di Parisada. Padahal, dengan menjadikan Sabha Pandita sebagai organ tertinggi melalui Mahasabha VIII di Bali, Sulinggih memegang ‘’kata putus’’ di PHDI dan menempatkan Ketua Sabha Pandita sebagai Dharma Adhyaksa. Salah satu buktinya adalah kewenangan membuat Keputusan tentang Kawasan Suci Teluk Benoa. Dalam penyusunan Keputusan Sabha Pandita tersebut, Sabha Walaka hanya berfungsi sebagai Dewan Pakar yang menyiapkan bahan dan mendampingi Sabha Pandita, lalu Pengurus Harian hanya sebagai Pelaksana.

Namun, kesalahpahaman memang terlanjur berkembang sehingga menimbulkan faksi berbeda, dimana almarhum Ida Pedanda Made Gunung beraada. Dan seiring berjalannya waktu, dua Sulinggih ini menjadi dua tokoh penting bagi umat Hindu, dan setelah 15 tahun lebih kesamaan sikap untuk menjaga Bali jelas tampak. Beliau  menyatu sikap dalam penetapan Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci. Ida Pedanda Sebali dalam posisi sebagai Dharma Adhyaksa, Ida Pedanda Made Gunung dalam posisi sebagai Sulinggih diluar Sabha Pandita yang tak kalah penting perannya untuk keajegan budaya Bali.

PHDI Bali yang sempat mengalami semacam ‘’dualisme’’ paska Mahasabha tahun 2001, perlahan menyatu dan tokoh-tokoh termasuk ‘’pentolan’’ Sulinggihnya akhirnya bersatu, saat menjaga kesucian dan kelestarian Kawasan Teluk Benoa.Kunjungan Ida Pedanda Sebali ke kamar dimana Ida Pedanda Made Gunung dirawat, merupakan contoh jiwa besar dari pemimpin yang patut diteladani oleh umat.

‘’Saya sedih, tidak sempat bersama-sama membezuk Ida Pedanda Made Gunung pada hari itu. Saya hanya sempat mendampingi Ida Pedanda Sebali bersama Bli Putu Wirata dan saya pamit duluan. Tapi, dari pertemuan dua Sulinggih ini, kami mendapat contoh dan teladan yang baik, bagaimana dua pemimpin umat Hindu yang berbeda pandangan untuk satu hal, dan punya kesamaan pandangan untuk hal lainnya, tetap menjaga simakrama dan  persaudaraan seperti itu,’’ kata Nyoman Merta, Anggota Sabha Walaka yang juga Ketua Yayasan Sradha. RED-MB