Jembrana (Metrobali.com)

 

Petani kakao di Kabupaten Jembrana, Bali belakangan sumringah. Pasalnya, harga kakao fermentasi melesat tinggi mencapai Rp.150 ribu per kilogram atau naik tiga kali lipat dari harga sebelumnya.

Di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, harga kakao kering fermentasi di tingkat petani tembus Rp 160 ribu per kilogram. Kenaikan harga ini tidak hanya terjadi di Bali, namun juga di seluruh daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan produksi kakao global tengah mengalami penurunan.

Perbekel (Kepala Desa) Ekasari, I Gede Puja, Rabu (26/6/2024), mengatakan luasan lahan tanaman kakao di Desa Ekasari mencapai 400 hektar. Di atas lahan tersebut ditanam sekitar 300 ribu pohon.

“Dari jumlah itu ada sekitar 200 ribu pohon yang sudah berbuah namun belum banyak. Yang membanggakan saat ini harga kakao sangat bagus,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketut Sukarta, petani kakao di Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan yang sudah 20 tahun menanam kakao.

Menurutnya hampir semua petani di desanya sejak tahun 2010 silam sudah menerapkan fermentasi terhadap hasil kakao dengan harapan harga lebih tinggi. “Sekarang harga kakao Rp.150 per kilogram. Sebelumnya Rp.40 ribu sampai Rp.60 ribu per kilogram,” ujarnya.

Agung Widiastuti, praktisi kakao Indonesia mengatakan ada beberapa faktor penyebab harga kakao melonjak tinggi. Diantaranya ketidakseimbangan supply di tingkat global. Sementara kebutuhan kakao cukup tinggi.

Hal tersebut disebabkan produksi kakao di tingkat global menurun. Terutama di beberapa negara produsen seperti di Ghana dan Pantai Gading akibat dampak climate change (perubahan iklim). Faktor selanjutnya adanya kelangkaan pupuk dan juga akibat serangan virus tanaman kakao di.salah satu negara produksi kakao.

Kenaikan harga bukan saja di Jembrana atau Bali, tetapi juga di seluruh wilayah Indonesia. Ini dipengaruhi faktor global dan penurunan produksi panen di Indonesia dampak dari el nino tahun lalu,” terang Widiastuti yang sudah hampir 13 tahun mendampingi petani kakao di Jembrana.

Kenaikan tukar dolar terhadap rupiah saat ini juga berdampak pada kenaikan harga kakao yang menjadi komoditi ekspor.

Kenaikan harga tersebut diharapkan tidak membuat petani kakao premium atau fermentasi di Jembrana terlena. Namun justru menjadikan tantangan untuk terus memproduksi kakao fermentasi.

Semua lini harus mempertahankan hasil biji kakao. Diperlukan kolaborasi semua pihak agar para anggota koperasi kakao tetap diperjuangkan. Pertahankan komitmen pasar untuk biji kakao fermentasi (premium) sehingga buyer global yang sejak awal membeli kakao premium petani Jembrana tetap konsisten berkelanjutan. (Komang Tole)