Foto: Anggota Komisi XI DPR RI/Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dapil Bali I Gusti Agung Rai Wirajaya.

Jakarta (Metrobali.com)-

Beberapa hari terakhir wacana tentang rencana pengenaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) terhadap sembako dan jasa pendidikan (sekolah) ramai dibicarakan publik.

Rencana pengenaan PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan ini tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Anggota Komisi XI DPR RI I Gusti Agung Rai Wirajaya juga angkat bicara tentang wacana yang kini ibarat bola liar dan ramai menuai penolakan publik ini.

Ia berharap wacana pengenaan PPN terhadap sembako dan jasa pendidikan ini jangan sampai dipolitisasi dan digiring seolah-solah pemerintah membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

“Jangan sampai ini menjadi isu bola liar yang sengaja digulirkan untuk kepentingan politik pihak tertentu di 2024. Jangan benturkan pemerintah untuk kepentingan politik di 2024,” kata Rai Wirajaya saat dihubungi via telepon, Selasa siang (15/6/2021).

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dapil Bali ini menjelaskan RUU KUP ini baru beberapa hari diserahkan pemerintah kepada DPR RI. Lalu RUU KUP direncanakan akan dibahas di Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan.

“Apa yang dikenakan PPN itu kan belum jelas, apalagi yang terkait sembako. Sementara informasi yang beredar sekarang ini tidak jelas, seperti ada yang ingin membenturkan pemerintah. Pemerintahan Pak Presiden Jokowi saat aware sekali dengan kondisi masyarakat, apalagi di masa pandemi saat ini,” terang Rai Wirajaya.

Ia lantas meluruskan informas yang beredar luas di publik seolah-seolah semua jenis sembako dan jasa pendidikan nantinya akan dikenakan PPN oleh pemerintah. Padahal sebenarnya tidak demikian.

Rai Wirajaya menegaskan yang direncanakan dikenakan PPN adalah sembako kelas premium bukan sembako yang lumrah beredar di masyarakat ataupun di pasar-pasar tradisional (pasar rakyat).

“Yang rencana dikenakan PPH adalah sembako yang kelas premium, untuk yang high class. Misalnya beras impor yang premium yang datangnya dari India, Jepang, Thailand yang tentu harganya jauh lebih tinggi yang hanya bisa dijangkau masyarakat kelas tertentu,” terang Rai Wirajaya.

Rai Wirajaya mengambil contoh lainnya misalnya daging. Yang akan dikenakan PPN hanya daging kelas premium, bukan daging yang dijual di pasar tradisional. “Jadi yang kena PPN sembako premium yang biasa dibeli masyakat kelas atas yang punya anggaran lebih. Sedangkan sembako untuk masyarakat kebanyakan belum kena PPN. Ini yang perlu kita kaji dan ada rincian lebih jelas,” papar Rai Wirajaya.

Ia mencontohkan dan menganalogikan sembako biasa vs sembako premium yang rencananya kena PPN ini dengan perbandingan harga premium vs pertamax. “Sama seperti premium dengan pertamax. Premium kan untuk masyarakat biasa. Kalau pertamax bagi yang mampu membeli mobil dan mobilnya jenis tertentu yang memang bahan bakarnya harus pertamax, tentu harga premium dan pertamax beda. Kalau premium kan masih disubdisi pemerintah,” terangnya.

Ia mengungkapkan selama ini masyarakat kelas tertentu yang ekonominya lebih mapan dari masyarakat pada umumnya menikmati keringanan dari sembako kelas premium yang tidak dikenakan PPN ini. Maka sekaranglah saatnya mereka membantu penerimaan pajak pemerintah. “Selama ini mereka (sembako premium) kan bebas PPN. Inilah yang akan ditargetkan (kena PPN),” tegas Rai Wirajaya.

Begitu juga soal wacana pengenaan PPN pada jasa pendidikan, Rai Wijaya menjelaskan konsepnya sama dengan sembako biasa vs sembako premium tadi. Jadi yang direncanakan kena PPN adalah sektor jasa pendidikan swasta yang ibaratnya “swasta kelas premium” misalnya pada sekolah-sekolah internasional atau sekolah khusus.

“Kalau yang masuk kesana (sekolah-sekolah internasional) kan ekonominya pasti beda dengan yang masuk di sekolah negeri. Dan nanti bisa dihitung berapa sekolah-sekolah yang seperti itu yang bisa kena PPN,” ujar Rai Wirajaya

“Jadi jangan buru-buru semua dipukul rata, jangan diarahkan semua sembako dan semua jasa pendidikan kena pajak. Sekaranglah saatnya mereka yang premium-premium ini membantu negara dalam bentuk penerimaan negara dari pajak,” tegas politisi PDI Perjuangan asal Peguyangan, Denpasar ini.

Namun ia menegaskan jikapun sembako premium dan sekolah premium ini nantinya dikenakan PPN maka tidak akan diberlakukan tahun ini, tidak serta merta juga diberlakukan tahun depan tapi bisa saja diberlakukan ketika perekonomian sudah semakin stabil dan membaik.

“Nanti dibuat aturan pelaksanaannya. Jadi ini semua harus dipahami masyarakat. Apalagi Pak Jokowi sangat aware dengan masyarakat apalagi di tengah situasi pandemi ini. Dan juga RUU KUP ini tidak serta merta bisa selesai tahun ini. Kalau dilaksanakan tahun ini akan memicu inflasi tinggi, masyarakat demo, itu tidak kita harapkan,” pungkas Anggota DPR RI tiga periode ini. (wid)