Hamas ubah jalan kota di Gaza menjadi labirin maut bagi pasukan Israel
Arsip foto – Seorang pekerja Palestina menggali pasir saat ia memperbaiki terowongan penyelundup yang rusak di bawah perbatasan Mesir-Gaza di Rafah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Senin (26/11/2012). ANTARA/REUTERS/Mohammed Salem/aa.
Yerusalem/Kairo, (Metrobali.com)
Jumlah tentara Israel yang tewas di Jalur Gaza saat ini sudah hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan serangan darat pasukan Israel ke daerah yang sama pada 2014.
Hal ini mencerminkan seberapa jauh mereka telah berhasil memasuki wilayah tersebut dan penggunaan taktik gerilya dan perluasan persenjataan yang efektif oleh Hamas.
Pakar militer Israel, seorang komandan Israel dan seorang sumber Hamas menggambarkan bagaimana kelompok Palestina telah menggunakan persediaan senjata dalam jumlah besar, pengetahuan mereka tentang medan dan jaringan terowongan yang luas untuk mengubah jalan-jalan di Gaza menjadi labirin yang mematikan.
Hamas memiliki senjata mulai dari drone yang dilengkapi granat hingga senjata antitank dengan muatan peledak ganda yang kuat.
Sejak serangan darat Israel dimulai pada akhir Oktober, sekitar 110 tentara Israel telah terbunuh ketika tank dan infanteri menyerbu kota-kota dan kamp-kamp pengungsi, berdasarkan angka resmi Israel. Sekitar seperempat dari jumlah tentara tewas tersebut adalah awak tank.
Sedangkan pada konflik 2014, jumlah tentara Israel yang tewas adalah 66 orang, ketika Israel melancarkan serangan darat yang lebih terbatas selama tiga pekan tetapi tujuannya bukan untuk melenyapkan Hamas.
“Tidak ada yang bisa membandingkan cakupan perang saat ini dengan tahun 2014, ketika sebagian besar pasukan kami beroperasi tidak lebih dari satu kilometer di dalam Gaza,” kata Yaacov Amidror, pensiunan mayor jenderal Israel dan mantan penasihat keamanan nasional yang kini bekerja di Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika (JINSA).
Dia mengatakan tentara “belum menemukan solusi yang baik untuk terowongan tersebut,” merujuk kepada sebuah jaringan dibuat Hamas yang berkembang pesat dalam dekade terakhir.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Kamis (14/12) mengatakan bahwa Israel akan melancarkan perang “sampai kemenangan mutlak”. Para pejabat Israel mengatakan perang ini akan memakan waktu berbulan-bulan sebelum selesai.
“Ini merupakan tantangan sejak hari pertama,” kata Ophir Falk, penasihat kebijakan luar negeri Netanyahu, kepada Reuters.
Falk juga mengatakan serangan itu harus dibayar dengan “harga yang sangat besar” bagi tentara Israel.
“Kami tahu bahwa kami mungkin harus membayar harga tambahan untuk menyelesaikan misi ini,” katanya.
Hamas telah mengunggah video di saluran Telegramnya bulan ini yang menunjukkan para pejuang dengan kamera tubuh bergerak melintasi gedung-gedung untuk meluncurkan roket yang digendong ke arah kendaraan lapis baja.
Salah satunya, yang diunggah pada 7 Desember, berasal dari Shejaiya, sebelah timur Kota Gaza, sebuah wilayah di mana kedua belah pihak melaporkan terjadinya pertempuran sengit.
Dalam unggahan lain pada 5 Desember, sebuah kamera muncul dari sebuah terowongan, seperti periskop, untuk memindai kamp Israel tempat tentara beristirahat. Unggahan tersebut mengatakan, kamp Israel tersebut kemudian terkena ledakan bawah tanah.
Reuters tidak dapat memverifikasi video tersebut.
Seorang sumber Hamas, yang berbicara kepada Reuters dari dalam Gaza tanpa menyebut nama, mengatakan para pejuang bergerak sedekat mungkin untuk melancarkan penyergapan “memanfaatkan tanah yang kita tahu tidak dimiliki orang lain”, sering kali bergerak atau keluar dari terowongan.
“Ada kesenjangan besar antara kekuatan kami dan kekuatan mereka, kami tidak akan membodohi diri kami sendiri,” ujarnya.
Hamas belum mengatakan berapa banyak pejuangnya yang tewas. Militer Israel mengatakan mereka telah menewaskan sedikitnya 7.000 orang. Kelompok tersebut sebelumnya menolak angka Israel, dan mengatakan bahwa angka itu termasuk warga sipil.
Juru bicara Hamas di luar Gaza belum menanggapi permintaan komentar Reuters untuk dicantumkan dalam artikel ini.
Seorang komandan Israel, yang bertempur pada 2014, mengatakan perluasan cakupan operasi ini berarti lebih banyak pasukan yang berada di lapangan, sehingga memberikan Hamas “keuntungan sebagai pihak bertahan”, sehingga diperkirakan akan ada lebih banyak korban jiwa di pasukan tersebut.
Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena dia adalah cadangan aktif dalam perang ini.
Militer Israel tidak merilis jumlah tentara yang terlibat atau rincian operasional lainnya.
Televisi Channel 12 Israel menunjukkan satu unit tentara cadangan, yang waspada terhadap adanya pintu jebakan, mendobrak dinding sebuah bangunan untuk memasuki sebuah ruangan dan menemukan gudang amunisi.
Meniru taktik yang digunakan pada 2014, militer Israel telah mengunggah gambar di media sosial yang menunjukkan rute-rute yang dilalui oleh buldoser sehingga pasukannya dapat menghindari jalan raya biasa yang kemungkinan memiliki ranjau darat.
Bahkan di beberapa daerah di Gaza utara di mana banyak bangunan hancur menjadi puing-puing, pertempuran sengit masih terus terjadi.
“Hamas mengambil beberapa langkah besar untuk membangun kekuatannya sejak 2014,” kata Eyal Pinko, mantan pejabat senior badan intelijen Israel yang sekarang bekerja di Pusat Studi Strategis Begin-Sadat Universitas Bar Ilan.
Dia mengatakan beberapa senjata canggih, seperti rudal antitank Kornet rancangan Rusia, diselundupkan dengan bantuan sekutu Hamas, Iran. Namun, dia mengatakan Hamas telah menguasai pembuatan senjata lain di Gaza, seperti granat berpeluncur roket RPG-7, dan para militan kini memiliki cadangan amunisi yang lebih besar.
Unggahan dari Hamas mengatakan persenjataan kelompok itu termasuk senjata antitank “tandem” dengan dua muatan untuk menembus lapis baja, yang menurut Pinko juga tersimpan di gudang senjata militan.
Video Hamas sering menunjukkan ledakan besar ketika kendaraan dihantam. Pakar militer Israel mengatakan ledakan itu tidak berarti sebuah kendaraan hancur karena mereka mengatakan hal itu juga bisa disebabkan oleh sistem pertahanan yang meledak untuk menghentikan proyektil yang masuk.
Ashraf Aboulhoul, redaktur pelaksana harian Al-Ahram Mesir yang sebelumnya bekerja di Gaza dan merupakan pakar urusan Palestina, mengatakan para militan bergerak sedekat mungkin ke sasaran untuk meluncurkan rudal dan “proyektil buatan lokal”.
Namun, dia mengatakan drone Israel dan taktik lainnya mengikis kemampuan mereka untuk memberikan kejutan, bahkan di daerah perkotaan. “Pertempuran di kota menjadi lebih sulit” bagi para militan, katanya.
Militer Israel mengunggah sebuah video bulan ini yang dikatakan menunjukkan para militan muncul dari sebuah terowongan di bawah sebuah bangunan yang dibom, sebelum militan itu terkena serangan rudal.
“Hamas mungkin mengirimkan senjata dan taktik baru mereka, (tetapi) pada prinsipnya, mereka tetap merupakan gerakan perlawanan gerilya,” kata Alexander Grinberg, mantan perwira intelijen militer Israel di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem.