Humphrey Djemat

 

 

Jakarta (Metrobali.com)-

Humphrey Djemat, ketua Tim Penasihat Hukum PPP Muktamar di Jakarta, yang dipimpin oleh Djan Faridz menjelaskan mengenai persidangan di PTUN kemarin (9/2/2015). Hakim meminta khusus kehadiran Suryadharma Ali dan Romahurmuziy bukan sebagai saksi namun untuk didengar keterangannya saja. Maka terjadilah pertemuan saat itu diantara Suryadharma Ali dan Romi. Ketika Majelis Hakim bertanya bersediakah untuk islah dan berjabat tangan dengan Romi, Suryadharma Ali menyatakan bersedia untuk islah, namun untuk berjabat tangan SDA berucap : “untuk apa berjabat tangan dengan muka tersenyum jika belati telah tertancap di ulu hati.” Sebaliknya Romi diam saja dan tersenyum kecut.

Selain itu SDA menjelaskan mengenai perselisihan internal partai yang sesungguhnya terjadi. SDA berkata : “itu murni sebagai kudeta atas diri saya sebagai Ketua Umum PPP, hal ini terbukti telah dilakukan upaya-upaya kudeta sebelum saya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.”

SDA juga menjelaskan mengenai surat Dirjen AHU tanggal 25 September 2015, yang pada pokoknya menyatakan perselisihan internal partai harus diselesaikan melalui mahkamah partai. Keputusan Dirjen AHU ini sudah sesuai dengan ketentuan hukum. Sedangkan pengesahan kepengurusan hasil Muktamar VIII di Surabaya yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM sarat dengan muatan politis dan berdasarkan kekuasaan belaka, alasannya :

1) SK Menkumham diterbitkan tanggal 28 Oktober 2014 satu hari setelah Yasona Laoly dilantik sebagai Menteri dan belum didaftarkan ke Lembaran Negara, sehingga SK tersebut belum menjadi konsumsi publik, tetapi sudah beredar di DPR dimana SK ditunjukan oleh Hazrul Azwar sambil membalikan meja.

2) Inilah SK Menkumham tercepat di dunia yang pernah digugat karena belum genap 24 jam keberlakuan SK tersebut sudah digugat di pengadilan pada tanggal 29 Oktober 2014.

Selain saksi SDA tersebut menurut Humphrey dihadirkan saksi Gus Majid Kamil yang notabene adalah putra pertama Mbah Moen. Gus Majid menerangkan bahwa KH. Maemun Zubair atau yang biasa dipanggil Mbah Moen. Sama sekali tidak pernah memberikan restunya untuk kepengurusan Romi (hasil muktamar ke VIII di Surabaya. Menurut saksi Mbah Moen menyatakan sebagai berikut : “kita harus mematuhi apa yang diputus oleh Ulil Amri (Pemerintah), bukan berarti tunduk kepada SK Menkumham tetapi PPP harus mematuhi segala proses dan hasil yang diputus oleh pengadilan.” Selain saksi menambahkan Mbah Moen sangat jelas tidak mendukung Muktamar Surabaya karena tidak menghadirinya dan tidak pula mengutus atau mengamanatkan anaknya untuk hadir. Hal ini berbeda dengan pengakuan beliau untuk Muktamar di Jakarta karena Mbah Moen mengutus dan mengamanatkan saksi untuk hadir di Muktamar Jakarta. Selain itu selain status Mbah Moen sebagai ketua Majelis Syariah Pengurusan Hasil Muktamar Jakarta.

Saksi lain dalam persidangan yang didengarkan keterangannya oleh Majelis Hakim tersebut di atas, ada pula yang bersaksi dari Pengurus PPP Muktamar Bandung yaitu Fernita Darwis. Saksi menyatakan pelaksanaan Muktamar di Surabaya tidak sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Partai ditambah lagi proses penentuan Muktamar yaitu tanggal 15-17 Oktober 2014 adalah tidak sesuai dengan anggaran dasar Pasal 51 ayat 2. Menurut pasal 51 ayat 2 : Sidang-sidang pengurus harian harus dipimpin oleh pengurus harian DPP dimana yang memimpinnya adalah Ketua Umum (SDA), dalam hal ini SDA tidak ikut dan tidak mengetahui adanya sidang untuk merevisi ketentuan pasal 51 ayat 2. Oleh karena itu mukernas yang menetapkan Muktamar tanggal 15-17 Oktober 2014 di Surabaya menjadi tidak sah atau cacat hukum.

Fernita juga menjelaskan Makmah Partai telah memberitahukan Kemenkumham terkait dengan putusan Mahkamah Partai, namun ternyata Kemenkumham tidak mengindahkannya dan tetap menerbitkan SK nya. Padahal Mahkamah Partai telah memberikan penjelasan atas tidak sahnya penyelenggaraan Muktamar di Surabaya.

Humphrey menjelaskan bahwa agenda sidang berikutnya(senin 16/2/2015) adalah menyerahkan kesimpulan dari semua pihak. Setelah kesimpulan 1 minggu kemudian membacakan putusan. RED-MB