Foto: Anggota Komisi II Dapil Bali dari Fraksi Partai Golkar, Anak Agung Adhi Mahendra Putra (AMP) atau yang akrab disapa Gus Adhi.

Jakarta (Metrobali.com)-

Anggota Komisi II Dapil Bali dari Fraksi Partai Golkar, Anak Agung Adhi Mahendra Putra (AMP) atau yang akrab disapa Gus Adhi kembali menyuarakan dan memperjuangkan nasib tenaga honorer seperti penyuluh Bahasa Bali, guru bahasa Jepang, sopir, penyuluh KB, bidan dan lain-lain agar bisa dilantik menjadi P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Hal itu juga kembali ditegaskan Gus Adhi saat Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Pengurus Nasional FKHN, DPP Aliansi Honorer Nasional, Solidaritas Wiyatabakti Nasional Indonesia dan lain-lain terkait aspirasi masyarakat tentang penataan pegawai Non ASN, Rabu, 19 Juni 2024.

Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali itu menegaskan pentingnya mendengarkan aspirasi dari tenaga honorer untuk mencari solusi yang tepat. Dia kemudian menyoroti permasalahan yang dihadapi oleh tenaga honorer sangat beragam.

Di Bali, misalnya, terdapat perwakilan penyuluh Bahasa Bali yang menghadapi permasalahan klasik. Meskipun mereka umumnya tidak masuk dalam postur P3K, Gus Adhi menekankan pentingnya mendengarkan masukan-masukan dari berbagai pihak.

Dengan demikian, diharapkan Komisi II DPR RI dapat memberikan rekomendasi yang konstruktif kepada Kementerian PAN RB untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer.

“Contoh kami yang di Bali ini ada perwakilan dari penyuluh bahasa Bali mempunyai permasalahan yang klasik sedikit pimpinan. Walaupun secara umumnya mereka tidak masuk dalam postur P3K, perlu kita mendengar masukan masukan sehingga harapan saya setelah selesai rapat ini ada rekomendasi yang kita dari Komisi II lahirkan kepada Kementerian PAN RB, terkait dengan penyelesaian honorer,” tutur Gus Adhi.

Gus Adhi juga menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan Menteri PAN RB, Abdullah Azwar Anas, yang menyebut Indonesia bukan negara honorer. Menurutnya, permasalahan sebenarnya bukan pada poin tersebut, melainkan pada pengabdian tenaga honorer yang sudah puluhan tahun bekerja di masing-masing instansi.

Oleh karena itu, wakil rakyat yang sukses mengawal dan memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Provinsi Bali itu meminta agar tenaga-tenaga honorer tersebut segera diangkat menjadi P3K tanpa alasan apapun.

“Sebenarnya saya sangat tidak setuju pernyataan PAN RB dalam ungkapan menyebut negara ini bukan negara honorer. Masalahnya bukan disitu. Yang pertama adalah tenaga, pengabdian, rekan-rekan kita yang sudah puluhan tahun bekerja di masing-masing instansi ini harus kita selesaikan dalam pengangkatan P3K tanpa alasan apapun,” tegas politisi Golkar asal Jero Kawan, Kerobokan, Kabupaten Badung itu.

Selain itu, Gus Adhi menilai bahwa Kementerian PAN RB telah melanggar ketentuan Pasal 6 dan 8 Undang-Undang ASN terkait pelampauan batas penyelesaian masalah tenaga honorer. Menurutnya, dalih yang diberikan oleh Kementerian PAN RB sangat mengesampingkan asas keadilan bagi para tenaga honorer.

“Yang kedua adalah kita memberikan rekomendasi kepada Kementerian PAN RB, sebenarnya Kementrian PAN RB ini sudah melanggar ketentuan pasal 6, 8 undang undang ASN terkait dengan pelampauan batas penyelesaian ini. Namun dalam pelanggaran tersebut PAN RB memberikan dalih lain. Dan ini sangat mengesampingkan asas keadilan bagi teman teman yang honorer ini,” bebernya.

Wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini juga merekomendasikan agar pemerintah tidak menggunakan pihak ketiga atau outsourcing untuk membayar tenaga honorer.

Menurutnya, penganggaran oleh pemerintah sudah mencukupi untuk membayar langsung tenaga honorer tanpa melalui pihak kedua. Dengan outsourcing, anggaran yang seharusnya diterima penuh oleh pekerja malah terpotong, yang dianggap tidak adil.

“Toh juga pemerintah menganggarkan sejumlah angka untuk membayar tenaga ini. Kenapa harus melalui pihak kedua? Yaitu terkait pemberian hak melalui outsourcing. Berarti dengan kita memberikan outsourcing berarti kita menyisihkan beberapa anggaran yang dimana anggaran ini sudah penuh dibayar oleh negara, namun pada hakikatnya tidak penuh diterima oleh pekerja itu sendiri. Ini sangat keluar dari asas keadilan,” bebernya.

Gus Adhi mengatakan, pada dasarnya ia tidak mempermasalahkan penerapan outsourcing, dengan catatan setelah tenaga honorer ini diangkat menjadi P3K. Artinya, outsourcing tidak boleh diterapkan pada tenaga honorer yang belum diangkat. Gus Adhi kemudian berharap Komisi II DPR RI berkomitmen untuk segera menyelesaikan masalah tenaga honorer dalam periode ini.

“Itu kira-kira rekomendasi kedua yang saya bisa sampaikan terkait RDPU ini, dan saya memohon kepada pimpinan dan kita Komisi II yang sudah tentunya sangat berkomitmen menyelesaikan diperiode ini agar honorer ini harus selesai semua. Itu kira-kira kongkrit yang saya bisa sampaikan, dengan harapan semua terselesaikan di tahun ini tanpa perkecualian,” pungkas Gus Adhi. (wid)