Habiburokhman

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan penunjukan Plt Kapolri oleh Presiden Joko Widodo tidak tepat dan akan menimbulkan tiga persoalan.

Dalam layanan pesan seluler yang diterima Antara, Sabtu (17/1), menurut dia, berdasarkan Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam keadaan mendesak Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas (Plt) Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Namun menurut dia, berdasarkan penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan ‘dalam keadaan mendesak’ ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.

“Disinilah letak permasalahannya, Kapolri Sutarman sama sekali tidak melanggar sumpah jabatan dan juga tidak membahayakan keselamatan negara, sehingga secara yuridis tidak tepat jika ia diberhentikan dan Presiden menunjuk seorang Pelaksana Tugas (Plt),” katanya.

Yang kedua, menurut dia, tidak dicermatinya perbedaan tugas dan wewenang Kapolri. Dalam pidatonya Presiden Jokowi menyebut Badrodin Haiti akan melaksanakan tugas dan wewenang Kapolri.

“Pelimpahan Tugas dan sekaligus Wewenang ini melampaui apa yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002,” katanya.

Ia menyatakan, secara jelas istilah yang disebut oleh Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 hanyalah “Pelaksana Tugas” dan bukan “Pelaksana Tugas dan Wewenang”. Padahal “tugas” dan “wewenang” Kapolri adalah dua hal yang sangat berbeda.

Tugas diatur dalam Pasal 14 seperti melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan lain-lain.

Sementara wewenang diatur dalam Pasal 15 antara lain menerima laporan dan/atau pengaduan, membantu menyelesaikan perselisihan warga yang dapat mengganggu ketertiban umum, mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

Yang ketiga, menurut dia, soal jangka waktu penundaan yang terlalu lama. Presiden Jokowi tidak menyebutkan secara jelas jangka waktu penundaan, namun jika penundaan tersebut dilakukan hingga proses hukum Budi Gunawan selesai dan dia diputus tidak bersalah oleh pengadilan maka penundaan ini paling tidak akan berlaku selama satu tahun enam bulan.

Ia mengatakan bahwa proses penyidikan di KPK tidak mengenal adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), artinya kasus ini akan terus bergulir ke persidangan Pengadilan Tipikor, lalu banding ke Pengadilian Tinggi hingga berkekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung.

Untuk itu, berdasarkan pada persidangan kasus-kasus Tipikor terdahulu, rata-rata satu perkara selesai sampai tingkat kasasi paling cepat satu tahun enam bulan.

“Dalam waktu satu tahun enam bulan tersebut banyak sekali masalah yang harus diselesaikan oleh seorang Kapolri. Namun karena sifatnya sementara, secara umum seorang Pelaksana Tugas Kapolri tidak dapat melaksanakan semua portofolio yang diberikan pada jabatannya itu. Penunjukan hanya dilakukan demi kelancaran kegiatan administrasi sehari-hari,” katanya.AN-MB