Foto: Anggota Komisi II DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra (AMP) bersama rombongan Komisi II DPR RI dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana berfoto bersama dalam Kunker Komisi II di Kantor Pertanahan (Kakantah) Denpasar Kamis 18 Juli 2024.

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi II DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra (AMP) yang akrab disapa Gus Adhi menyoroti persoalan sengketa tanah Pelaba Pura Merajan Satria di Jalan Badung Agung, Kota Denpasar. Gus Adhi menyarankan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan jajaran di bawahnya aktif sebagai fasilitator dalam penyelesaian masalah tersebut, termasuk agar diusut tuntas mengenai dugaan adanya mafia tanah.

Sengketa tanah ini memuncak ketika Sertifikat Hak Milik Nomor: 1565 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Denpasar, tertanggal 5 Januari 2024 atas nama Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang di kawasan Badak Agung Denpasar, dinyatakan cacat prosedur. Segala dokumen yang dipakai dasar untuk menertibkan sertifikat tersebut sudah dibatalkan.

Pada Senin 22 April 2024, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar telah melakukan Sita Jaminan bernomor: 1104/Pdt.G/2023/PN Dps atas lahan tanah Pelaba Pura Merajan Satria yang menjadi pusat sengketa di kawasan Badak Agung, Denpasar tersebut.

Gus Adhi memberikan atensi khusus atas persoalan ini dalam Kunker Komisi II di Kantor Pertanahan (Kakantah) Denpasar pada Kamis 18 Juli 2024 yang dihadiri para pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI. Turut hadir Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana, Kakanwil BPN Provinsi Bali Andry Novijandri, Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Denpasar YC Fajar Nugroho Adi dan jajaran.

Gus Adhi mengatakan, kehadiran Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah bertujuan untuk melindungi masyarakat serta memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki warga negara. Gus Adhi kemudian menyoroti kasus sengketa tanah di Denpasar yang telah diberitakan oleh sejumlah media, tepatnya di Jalan Badak Agung, yang memerlukan perhatian khusus.

“Bahwa kehadiran BPN, kehadiran pemerintah untuk melindungi masyarakat, untuk melindungi warga negara di bidang tanah. Ini kepastian hukum atas tanah yang diperoleh. Sebenarnya saya mengikuti beberapa media, ada kasus tanah yang cukup harus mendapat perhatian di Denpasar ini, yang lokasinya di Badak Agung,” ujar Anggota Fraksi Golkar DPR RI itu.

Gus Adhi menekankan pentingnya memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat. Menurutnya, kasus sengketa tanah di Badak Agung tersebut berdampak pada kurangnya perlindungan hukum bagi masyarakat lain, terutama pihak ketiga.

Dia menambahkan bahwa satu objek tanah di lokasi tersebut didanai oleh tiga sumber pendanaan berbeda, yang masing-masing merupakan investor yang berinvestasi di objek yang sama.

“Pertanyaannya adalah, kalau ini kita biarkan, maka akan muncul lagi investor-investor berikutnya yang akan menimbulkan dampak hukum di bidang ekonomi, dampak hukum pidana,” katanya.

Gus Adhi kemudian mempertanyakan apakah Kantor Pertanahan Denpasar telah melakukan upaya untuk menyelesaikan sengketa tanah di Badak Agung, yang memiliki luas sekitar 1,6 hektar dan memiliki nilai transaksi ratusan miliar rupiah. Dia menekankan pentingnya peran Kepala Kantor Wilayah dalam menyelesaikan kasus ini dan mengusulkan agar pihak-pihak terkait dipanggil untuk duduk bersama dan mencari solusi.

“Nah, saya mengidamkan, nah ini Pak Kanwil yang jagonya sebenarnya di dalam menyelesaikan kasus sengketa ini, ada gak kira-kira upaya, bahwa baik dari Kakantah Denpasar atau Kanwil memanggil para pihak untuk sama-sama duduk dan menyelesaikan permasalahan,” ungkapnya.

Gus Adhi menambahkan bahwa masalah ini sebenarnya cukup sederhana, namun menjadi rumit karena masing-masing pihak saling bertahan akibat beban yang ditanggung oleh investor. Dia menekankan bahwa kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan kasus tanah ini akan sangat berarti.

“Jadi itu kira-kira harapan dan pertanyaan saya kepada Pak Kekantah. Karena ini ngeri-ngeri sedap, apalagi di Bali. Ini di Bali, sudah itu menimbulkan implementasi yang luar biasa dan juga akan memberikan manfaat yang luar biasa kalau ini bisa kita selesaikan,” harapnya.

Gus Adhi menyarankan agar pihak-pihak terkait diundang untuk berembuk bersama. Ia mencontohkan di salah satu Puri telah tercapai kesepakatan bersama, dan berharap pendekatan serupa bisa diterapkan di kasus Badak Agung.

“Saran saya aktif mengundang para pihak untuk diajak berembuk secara bersama-sama. Satu contoh di salah satu Puri juga sudah menghasilkan kesepakatan bersama. Nah mungkinkah itu bisa dilahirkan di pemilik dari tanah tersebut,” pungkas politisi Golkar asal Jero Kawan, Kerobokan, Badung itu.

Sementara itu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana mengatakan, pihaknya akan mempelajari kasus tersebut. Dia akan berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan Denpasar untuk memahami permasalahan yang ada. Jika terindikasi adanya mafia tanah, tim Satgas Mafia Tanah akan turun untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Saya akan koordinasi dengan Pak Kanwil dan Kepala Kantor mengenai duduk permasalahannya, apabila itu diindikasikan ada mafia tanah nanti tim Satgas Mafia Tanah akan turun untuk menyelesaikan permasalahan itu,” kata Suyus.

Sekali lagi Suyus menegaskan bahwa pihaknya akan segera melakukan investigasi dengan menurunkan tim ke lapangan. Diharapkan dalam waktu dekat akan ada informasi terkait kasus yang disampaikan oleh Gus Adhi.

“Kita akan turunkan tim ke lapangan dan mudah-mudahan dalam waktu segera kita akan mendapatkan informasi terkait dengan informasi yang disampaikan oleh Pak Gus Adhi itu,” tegasnya.

Dia menjelaskan bahwa ada standar operasional prosedur (SOP) untuk melakukan mediasi jika terjadi konflik atau sengketa tanah. Proses mediasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan harapan masalah dapat diselesaikan melalui proses tersebut.

“Ada tiga kali proses kita melakukan mediasi, nanti mudah-mudahan itu akan selesai prosesnya,” tegasnya lagi.

Terkait dugaan keterlibatan oknum BPN dalam kasus sengketa tanah, Suyus menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas jika terbukti ada oknum yang terlibat. Dia menyebutkan bahwa sudah banyak oknum BPN yang terlibat dalam kejahatan pertanahan, dan beberapa di antaranya telah dikeluarkan, sementara yang terbukti melakukan tindak pidana akan dihukum secara pidana.

“Kalau ada oknum pasti kita tindak. Sudah banyak sekali oknum BPN yang terlibat kejahatan pertanahan, ada yang beberapa yang kita keluarkan, ada yang beberapa yang memang kalau dia tindak melakukan kegiatan pidana ya itu dihukum juga secara pidana,” pungkasnya.

Kakanwil BPN Provinsi Bali Andry Novijandri menerangkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan Denpasar untuk merinci permasalahan terkait tanah di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar. Dia juga menekankan pentingnya memberikan informasi yang jelas untuk mencegah adanya pihak yang menjadi korban, seperti kasus penjualan tanah yang tidak sah.

“Ya, tanah Badak Agung nanti saya koordinasi dengan Kantor Denpasar, apa permasalahannya dirinci, kemudian dimungkinkan, tadi seperti yang sampaikan Pak Gus Adhi itu, membuat informasi agar tidak ada pihak-pihak lain yang menjadi korban. Dalam arti korban seperti apa? Bahwa tanah ini dijual, padahal tidak, dan seterusnya,” terangnya.

Novijandri menambahkan bahwa karena kepemilikan tanah Badak Agung atas nama badan hukum, yaitu Duwe Merajan Satria, pihaknya perlu mengetahui siapa yang mengurus badan hukum tersebut. Selanjutnya, pihaknya akan meminta informasi tentang pengurus Laba Pura Merajan Satria untuk memastikan kejelasan subjek sebelum mengambil langkah selanjutnya.

“Nah, nanti kita mintakan siapa pengurus Laba Pura Merajan Satria. Setelah itu ada, berarti kan ada kejelasan subjeknya, baru nanti kita akan bisa tindak lanjut,” katanya.

Terkait fakta bahwa tanah tersebut sudah dijual-belikan, Andry Novijandri mengatakan bahwa pihaknya akan memeriksa apakah transaksi tersebut dilakukan oleh pihak yang memiliki hak yang sah atas tanah tersebut atau tidak.

“Ya, kalau sudah dijual belikan, apakah itu sudah dijual belikannya oleh orang yang subjeknya pas apa tidak, mari nanti kita lihat,” tegasnya.

Terkait upaya mediasi untuk menyelesaikan sengketa tanah di Jalan Badak Agung tersebut , Novijandri menjelaskan bahwa pihaknya tidak dapat proaktif dalam mediasi dan penyelesaian konflik kecuali jika melibatkan masyarakat dan lembaga atau desa adat. Pihaknya baru dapat bertindak setelah menerima pengaduan dari salah satu pihak.

“Kalau untuk mediasi dan seterusnya, penyelesaian konflik, itu kita tidak bisa proaktif. Kecuali konflik antar masyarakat dengan lembaga. Antar desa adat, kita bisa proaktif. Tapi kalau sengketa, kita tidak bisa proaktif. Harus ada pengaduan dari salah satu pihak, baru kita mediasikan,” pungkasnya.

Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Denpasar YC Fajar Nugroho Adi menjelaskan, tanah di Badak Agung tercatat atas nama Pura, sehingga semua pengurus Pura harus terwakili dalam proses layanan pertanahan. Saat ini, terdapat dua kubu yang berbeda, sehingga proses penyelesaian belum dapat dilanjutkan.

“Ketika akan mengajukan layanan pertanahan, wajib seluruh pengurus Pura itu terwakili di dalam prosesnya, dalam persyaratannya. Nah, yang kami ketahui saat ini adalah adanya dua kubu, sehingga proses itu pada saat ini belum dapat dilanjutkan,” ungkapnya.

Nugroho Adi menegaskan bahwa meskipun salah satu pihak sudah memiliki sertifikat tanah, sertifikat tersebut tetap sah atau legal. Dia menambahkan bahwa proses penyelesaian hanya dapat dilanjutkan jika seluruh Pangempon Pura terwakili. Dengan terpenuhinya syarat dan prosedur, maka produk yang dihasilkan dari proses tersebut akan sah dan valid.

“Proses dapat dijalankan ketika seluruh Pangempon Pura itu terwakili. Sehingga ketika proses berjalan, otomatis syarat terpenuhi, prosedur dilalui, sehingga lahirlah produk yang bisa diberikan tersebut,” bebernya.

Dia menambahkan bahwa sengketa memiliki proses penanganan tersendiri. Jika ada pihak yang merasa tidak puas, masalah tersebut akan menjadi objek penyelesaian sengketa pertanahan itu sendiri.

“Tentunya penanganan proses sengketa itu ada tahapan-tahapan dan kami selaku instansi pemerintah kami akan tunduk apapun yang menjadi misalnya nanti beracara di peradilan,” pungkasnya. (wid)