Gus Adhi “AMP” Soroti Ketidakadilan bagi Tenaga Honorer, Dorong Diprioritaskan Angkat jadi P3K
Foto: Anggota Komisi II Dapil Bali dari Fraksi Partai Golkar, Anak Agung Adhi Mahendra Putra (AMP) atau yang akrab disapa Gus Adhi saat Raker dan RDP dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Jakarta (Metrobali.com)-
Komisi II DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dalam kesempatan tersebut, Anggota Komisi II Dapil Bali dari Fraksi Partai Golkar, Anak Agung Adhi Mahendra Putra (AMP) atau yang akrab disapa Gus Adhi memberikan tanggapan dan masukan positif.
Gus Adhi menyatakan bahwa dia selalu mengikuti pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas untuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di situs berbagi video YouTube, yang menyatakan tidak ingin Indonesia menjadi negara honorer.
Gus Adhi menyayangkan kebijakan yang diambil karena dinilai tidak berasaskan keadilan. Ia kemudian menyoroti nasib pekerja yang telah mengabdikan hidupnya selama puluhan tahun, seperti supir, penyuluh bahasa Bali, penyuluh KB, dan penyuluh bahasa lainnya, yang merasa tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
“Hal ini sebenarnya saya secara pribadi menyayangkan. Karena apa? Karena di dalam Pak Menteri mengambil kebijakan saat ini menurut saya tidak berasaskan keadilan. Kenapa saya menyampaikan begitu? Karena ada hal-hal yang tertinggal, dimana nasib seseorang pekerja yang selama ini mengabdikan hidupnya itu puluhan tahun. Ada yang menjadi supir, ada menjadi penyuluh bahasa Bali, penyuluh KB dan juga penyuluh bahasa lainnya. Ini tertinggal,” ujarnya.
Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini kemudian menambahkan bahwa Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 mengisyaratkan pentingnya pengelolaan keuangan yang bertanggung jawab demi kemakmuran rakyat. Menurutnya, pasal tersebut nyaris terlupakan dan terkesampingkan karena kebijakan yang diambil tidak sepenuhnya mengacu pada upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia.
“Pasal 23 ayat 1 ini nyaris terlupakan, nyaris terkesampingkan. Ya karena tidak mengacu bagaimana kita mengarah kepada kemakmuran rakyat Indonesia,” tegas politisi Golkar yang juga salah satu inisiator lahirnya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan berhasil mengawal penuh hadirnya payung hukum untuk Provinsi Bali ini hingga diakuinya subak dan desa adat di Undang-Undang Provinsi Bali ini.
Gus Adhi Adhi kemudian menyoroti pernyataan Menteri Abdullah Azwar Anas yang menyebutkan bahwa Indonesia memiliki stok mahasiswa sarjana S1 dan S2 yang berkualitas. Gus Adhi mengaku setuju dengan pandangan tersebut dan menyarankan agar para lulusan ini diangkat sebagai tenaga honorer atau kontrak terlebih dahulu. Kemudian, setiap tahun, mereka dapat menjadi peserta utama yang diprioritaskan sebagai pendaftar CPNS atau P3K.
“Jadi sehingga kontrak-kontrak yang diangkat oleh kepala daerah ini bisa terselesaikan. Kalau daya hitung mungkin siklusnya 10 sampai 20 tahun honor-honor yang diangkat selama ini tidak mempunyai parameter yang bagus, ini akan selesai,”ungkapnya seraya menekankan bahwa saat ini jangan sampai tenaga honorer dikorbankan.
Gus Adhi memohon agar penambahan anggaran diperjuangkan sehingga kebutuhan tersebut dapat terakomodir. Ia meminta agar para supir yang telah belasan tahun mengabdi juga diangkat agar keadilan dapat terwujud di seluruh Nusantara. Gus Adhi juga menekankan pentingnya melaksanakan Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dengan baik. Ia mendukung penambahan anggaran dan berharap peningkatan anggaran ini akan memastikan tidak ada yang tertinggal serta asas keadilan dapat tercapai.
“Supir yang sudah belasan tahun mengabdi ini tolong diangkat sehingga keadilan ini bisa terjadi di Nusantara ini sehingga pasal 23 ayat 1 ini benar-benar kita bisa laksanakan dengan baik. Intinya saya setuju penambahan anggaran ini, bila perlu ditingkatkan sehingga tidak ada lagi yang tertinggal dan asas keadilan ini bisa kita capai,” kata politisi Golkar asal Kerobokan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali itu.
Gus Adhi menekankan pentingnya evaluasi terhadap penerapan anggaran hasil APBD yang dinilai sudah jauh dari semangat Pasal 23 ayat 1. Ia menyatakan bahwa hibah yang tidak tepat sasaran dapat menyengsarakan dan memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Hibah seharusnya bersifat partisipatif oleh pemerintah untuk benar-benar memberikan manfaat yang diharapkan.
“Saya menganggap karena penerapan juga di dalam anggaran yang ada di hasil dari APBD kita sudah sangat jauh dari semangat pasal 23 ayat 1 ini. Harus ada evaluasi. Jangan rasanya hibah-hibah ini justru akan menyengsarakan, memberikan pembodohan kepada masyarakat bagaimana kembali hibah ini bersifat partisipatif oleh pemerintah. Ini sebenarnya yang harus dilaksanakan,” pungkasnya. (wid)