Denpasar (Metrobali.com)-

Gunung akan masuk kawasan suci yang dicantumkan dalam RTRW Bali adalah akal akalan saja. “Kal sing ade ape” (baca : tidak akan berpengaruh, apabila tindakan pemimpinnya tetap lakukan pelanggaran dan tidak menghargai kesucian pulau Bali seperti yang dilakukan di kawasan suci Gunung Agung).

Hal itu dikatakan pengamat politik dan sosial Jro Gde Sudibya menanggapi rencana Gunung di Bali dimasukan kawasan suci dalam RTRW Bali, Kamis (9/02/2023).

Dikatakan, kebijakan gunung masuk kawasan suci ini dalam RTRW Balih sungguh ironis. lihat saja kawasan gunung agung. Kawasan Besakih ( baca: jejer kemiri Pura ring sawewengkon Basukhian ring Madyaning Giri Toh Langkir) sengaja dikooptasi untuk kepentingan ekonomi turistik berbasis hitung-hitungan matematika kekuasaan. “Cara berpikir apa ini?,” tanya Jro Gde Sudibya.

Lebih lanjut dikatakan, kealpaan dari proyek Besakih semestinya diakui saja secara jujur, kemudian dilakukan koreksi manut Purana Besakih, didialogkan dengan pemaksan pengempon ring sawewengkon Basukhian dalam sangkep ring genah peparuman Pura Ulun Kulkul, kemudian dilanjutkan dengan dialog dari hati ke hati dengan paruman Sulinggih PHDI Pusat (yang resmi), sehingga bisa diputuskan bagaimana cara bijak “ngayah, ngewangun kerthi” ring Besakih.

“Bukan melakukan manuver politik murahan, seolah-olah menjaga kesucian gunung, tetapi membiarkan Besakih “tercemari” dari kegiatan ekonomi turistik yang kebablasan,” tandas Jro Gde Sudibya.

“Semestinya kepemimpinan dikembangkan, meniru kepemimpinan Cri Aji Jayapangus (Raja Bali pertama yang melakukan upakara Eka Dasa Rudra), Cri Kesari Warmadewa ( Raja Bali pertama yang mulai merintis pengembangan Besakih), dan Ida Dalem Waturenggong, mewariskan Besakih yang kita kenal (sebelum proyek Besakih tahun 2022),” kata Jro Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala “Bali Werdhi Budaya” Pasraman Rsi Markandya, Br.Pasek, Desa Pakraman Tajun, Den Bukit, Bali Utara.

Ia mengatakan, Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali hanya sebatas slogan, tidak didukung oleh matriks kebijakan yang menjamin kecerdasan dalam pelaksanaan ( XQ dalam literatur prilaku organisasi).

Dikatakan, lihat saja danau dan laut tercemar, dalam bayang-bayang risiko “minimata disease”.
Gunung masuk kawasan suci ke dalam RTRW, ini akal akalan untuk menutupi rasa malu akan bangunan parkir dan mall bertingkat di kawasan Pura Besakih yang disucikan oleh umat Hindu di seluruh Indonesia.

“Rasa malu atau merasa takut dikejar-kejar dosa, dan kemudian nantinya jadi penghuni pura: Tegal Penangsaran, Setra Gandamayu atau jaba sisi Pura Titi Gonggang, rokh gentayangan penghuni neraka, akibat perbuatan yang “nyapa kadi aku”, mengkhianati gumi niskala Bali yang terkenal “tenget” dan “pingit”,” kata Sudibya yang juga Ketua Forum Penyadaran Dharma.

Dikatakan, silahkan bagi mereka yang mengklaim diri memegang kebenaran tunggal, mereka akan segera berhadapan dengan kekuatan “ketengetan” dan “kepingitan” jagat Bali, agama alam yang telah ada sebelum Mpu Kuturan menginjakkan kaki di Bali, Buda Kliwon Pahang tahun 1001.

Lebih lanjut dikatakan, orang Bali yangpercaya dengan hukum karma, mereka yang berbuat tidak baik terus menerus dikejar dosa. Kepemilikan materi dan kekuasaan hanya berlangsung singkat di bumi ini. Selanjutnya, mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia akhirat.

” Orang menikmati udara Bali yang telah disucikan, tetapi ada yang mengkhianatinya melalui rekayasa “suryak siu” yang tidak bermoral. Sejarah Bali akan mencatatnya, dalam tinta “kelam muram”,” kata manta anggota MPRRI ini. (SUT-MB)