Devy Kamil
Devy Kamil Syahbana

Karangasem, (Metrobali.com) –

Gunung Agung dalam dua hari belakangan relatif stabil. Tak nampak kepulan asap kelabu seperti yang terpantau saat erupsi beberapa waktu lalu. Saat ini, yang terpantau hanya asap putih bertekanan tipis setinggi 500-1.000 meter dapi puncak kawah gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut.
Meski secara visual relatif terjadi penurunan, namun pergolakan di dalam perut gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem itu masih terjadi. Itu sebabnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) belum berani mengambil keputusan terkait Gunung Agung.
“‎Kita perlu lihat ke depan apa yang akan terjadi. Kita belum bisa mengambil keputusan apakah proses erupsi ini sudah berhenti atau masih berlangsung,” kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Senin 4 Desember 2017.
Menurut Devy, tak terpantaunya kepulan asap kelabu di puncak kawah Gunung Agung bisa terjadi karena kemungkinan yakni habisnya energi magma atau sebaliknya, energinya masih ada namun terjadi penyumbatan.
Meski begitu, yang menjadi pegangan masih tingginya aktivitas Gunung Agung yakni seismik yang masih merekam gempa-gempa yang menandakan masih adanya aliran fluida magma ke permukaan.‎ Apalagi, jika mundur ke belakang hingga tanggal 1 Desember, energi di bawah perut Gunung Agung relatif besar. “Cenderung naik dalam tiga hari terakhir,” tutur Devy.
Untuk dapat menyimpulkan apakah masa kritis Gunung Agung mulai mereda atau sebaliknya masih dibutuhkan waktu pengamatan berbagai teknologi.
‎”Kalau energi magma sudah habis harusnya ada penurunan progresif seluruh parameter pemantauan seperti visual, seismik, deformasi, geokimia dan penginderaan jauh satelit. Kalau sudah menunjukkan bahwa magma tidak punya mobiitas bergerak ke atas, bisa kita turunkan (statusnya). Tapi kalau ada potensi naik lagi, tetap awas,” urai dia.‎
“Kalau sekarang kita mau jadikan suatu kesimpulan, tren-nya pendek sekali. jadi, kita belum bisa menyimpulkan.‎ Kita harus punya sampel yang lebih panjang, yang lebih jelas. Kita tunggu dulu sampai jelas tren-nya mengarah ke satu skenario tertentu,” tambah Devy. (Laporan Bobby Andalan)