Gung Tini Gorda Kupas Kepemimpinan Pang Pade Payu Berlandaskan Tri Hita Karana, Menginspirasi di Dialog Publik Sewaka Praja “Pemimpin Adalah Pelayan Rakyat” Bersama Prajaniti Hindu Indonesia
Foto: Dr. Gung Tini Gorda bersama dua narasumber lainnya Drs. Putu Suasta, M.A., dan Dr. Gede Ngurah Wididana (Pak Oles) berfotor bersama para pengurus Prajaniti Hindu Indonesia se-Bali dan para tokoh serta undangan usai Dialog Publik Sewaka Praja Di gedung Graha Sewaka Dharma, Denpasar, Sabtu 7 Desember 2024.
Denpasar (Metrobali.com)-
Di gedung Graha Sewaka Dharma, Denpasar, Sabtu 7 Desember 2024, suasana penuh semangat membara. Ratusan peserta hadir dalam Dialog Publik Sewaka Praja “Pemimpin Adalah Pelayan Rakyat”, menyimak kisah dan gagasan yang menyentuh tentang arti sejati seorang pemimpin. Acara ini digelar serangkaian pelantikan pengurus DPD dan DPC Prajaniti Hindu Indonesia se-Bali.
Sosok tokoh perempuan Bali inspiratif Dr. Gung Tini Gorda yang juga akademisi dan Kepala Pusat Studi Undiknas, tampil membagikan pandangannya bersama dua narasumber lainnya yakni praktisi dan pemerhati sosial politik Drs. Putu Suasta, M.A., serta pengusaha dan mantan Anggota DPRD Bali Dr. Gede Ngurah Wididana yang akrab disapa Pak Oles.
Dialog publik dengan tema “Sewaka Praja” (Pemimpin Adalah Pelayan Rakyat) yang digelar DPD Prajaniti Hindu Indonesia Bali ini merupakan wujud kegelisahan sekaligus harapan terhadap fenomena “less and lost leadership” yang kian menggejala saat ini.
Sewaka Praja adalah istilah dalam bahasa sansekerta. Sewaka berarti melayani, sedangkan Praja dapat diartikan sebagai rakyat. Sehingga dalam konteks bahwa bangsa ini termasuk dalam skup lokal, rakyat Bali haus akan kepemimpinan dan pemimpin yang ideal maka tema Sewaka Praja ini diartikan secara bebas sebagai “Pemimpin adalah pelayan rakyat”.
Dalam dialog publik ini, sosok inspiratif Dr. Gung Tini Gorda menyampaikan materi “Kepemimpinan Win-Win Solution (Pang Pade Payu) Jiwa Dari Tri Hita Karana” yang pada intinya menekankan kepemimpinan yang harmonis berlandaskan Tri Hita Karana, pemimpin yang berasal dari masyarakat bawah dan menjadi pemimpin yang bersama rakyat. “Kata bersama itu menjadi sosial kontrol dari pemimpin sehingga tidak arogan dalam kepemimpinannya,” ujarnya.
Dengan tutur kata yang membumi namun penuh makna, Gung Tini Gorda menyoroti pentingnya kepemimpinan yang berlandaskan harmoni dan pengabdian. Pemimpin sejati adalah mereka yang melayani, bukan mereka yang duduk di menara gading, sibuk menikmati fasilitas, sementara rakyatnya tertatih-tatih di bawah.
Membangkitkan tepuk tangan riuh, Gung Tini Gorda mengurai konsep kepemimpinan win-win solution atau dalam kearifan lokal Bali disebut Pang Pade Payu yang merupakan pendekatan yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan bersama dalam setiap interaksi. “Penerapan kepemimpinan win-win solution (Pang Pade Payu) ini melibatkan kolaborasi, komunikasi terbuka dan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan, kepentingan, dan tujuan dari setiap pihak yang terlibat,” urainya.
Kepemimpinan ini harus berakar pada filosofi Tri Hita Karana: menjaga keseimbangan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Seorang pemimpin harus memulai dari niat suci Tri Kaya Parisudha lalu menanamkan karakter Good, Trustworthy, Smart (GTS) yang berarti baik, dapat dipercaya, dan cerdas. Kepercayaan rakyat tidak bisa dibeli, hanya bisa diraih melalui integritas dan konsistensi.
Gung Tini Gorda juga menyampaikan intisari ajaran kepemimpinan berdasarkan pemikiran sang ayah almarhum Profesor Gorda dalam Buku Manajemen dan Kepemimpinan Desa Adat di Provinsi Bali karya Profesor Gorda.
Lebih lanjut Gung Tini Gorda mengungkapkan kepemimpinan win-win solution (Pang Pade Payu) yang berladaskan Tri Hita Karana Prinsip menekankan keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan.
Dalam prinsip keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antara manusia dengan Hyang Widhi menekankan Dharma menjadi dasar aktivitas pemimpin. “Bagi pemimpin, kerja untuk rakyat harus dipandang sebagai yadnya sebuah pengabdian dan pengorbanan suci, sekaligus tulus ikhlas ngayah untuk masyarakat,” tuturnya.
Selanjutnya prinsip keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antar sesama manusia menekankan pemimpin ideal sebagai penjaga harmoni, kreatif tanpa menyerah, jujur, setia, serta mengutamakan efisiensi yang etis. Sedangkan prinsip keseimbangan hubungan dan tanggung jawab antar manusia dan alam sekitarnya menekankan pada pentingnya manajemen berwawasan lingkungan.
Narasumber lain yakni praktisi dan pemerhati sosial politik Drs. Putu Suasta, M.A., dalam materinya menyampaikan pandangannya soal Sewaka Praja atau Pemimpin Adalah Pelayan Rakyat. Menurutnya pemimpin harus mempunyai satu kerendahan hati dan berani berkorban tetapi jangan menggunakan hibah bansos yang memang adalah hak rakyat melainkan harus betul-betul harus berkorban dari hatinya.
“Pemimpin harus rendah hati dan berani berkorban tapi bukan dengan bansos. Dia harus senantiasi melayani rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat,” tegas Putu Suasta yang dikenal juga sebagai salah satu orang dekat Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Dia juga berharap organisasi Prajaniti Hindu Indonesia ke depan mampu menjadi organisasi yang melahirkan para pemimpin hebat.
Sementara narasumber berikutnya Dr. Gede Ngurah Wididana seorang pengusaha sukses dan mantan Anggota DPRD Bali yang akrab disapa Pak Oles juga berbagi pandangannya soal pemimpin yang harus melayani rakyat dan bagaimana seorang pemimpin itu harus diciptakan melalui proses yagn matang bukan sekadar dilahirkan dan ujug-ujug menjadi pemimpin.
Pak Oles juga menekankan dalam konteks Bali pemimpin Bali harus tahu kekuatan atau selling point Bali yang kental dengan budaya yang adiluhung. “Pemimpin juga harus paham menjaga dan mengelola lingkungan Pulau Dewata,” katanya.
Sebelumnya Ketua Umum DPP Prajaniti Hindu Indonesia, KS Arsana dalam sambutannya menyebutkan organisasi Prajaniti Hindu Indonesia sempat vakum dan mati suri hampir 25 tahun dan dicoba dibangkitkan kembali di tahun 2013 dengan melibatkan para tokoh dan cendikiawan Hindu dari seluruh nusantara. Organisasi ini juga berkomitmen serius untuk ikut menyiapkan kader-kader kepemimpinan di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melalui Dialog Publik Sewaka Praja ini, Ketua Umum DPD Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali dr. Wayan Sayoga berharap dapat lahir pemimpin-pemimpin dari generasi muda yang memikul tanggung jawab untuk Bali.
Selain itu, diharapkan calon-calon pemimpin ke depannya memiliki semangat dharma yogi dimana mereka betul-betul bisa melayani masyarakat, bekerja dengan semangat tanpa pamrih dan betul-betul siap mendedikasikan hidupnya, kepemimpinannya demi keselamatan Bali ke depan. “Kita harus punya agenda bersama bagaimana menyelamatkan Bali ke depan,” tegasnya.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana dalam sambutannya mengapresiasi Dialog Publik Sewaka Praja yang memberikan sumbangsing penting para calon pemimpin maupun pemimpin saat ini agar benar-benar menjadi pemimpin yang melayani masyarakatnya.
Kegiatan ini juga diharapkan dapat melahirkan ide ataupun gagasan yang terkait dengan ilmu kepemimpinan sehingga dapat diimplementasikan dalam Dharma Agama maupun Dharma Negara. Sekda juga mengajak semua pihak berperan aktif dalam mensukseskan program visi misi Kota Denpasar sehingga Kota Denpasar menjadi Kota Kreatif Berbasis Budaya Menuju Denpasar Maju.
Para peserta dialog publik yang mayoritas generasi muda Bali mengaku terinspirasi oleh gagasan kepemimpinan yang disampaikan para narasumber. Dalam dialog yang dipandu penuh kehangatan, mereka menyerap setiap kata sebagai pedoman. Tidak hanya bagi pengurus Prajaniti, tapi juga menjadi suara bagi pemimpin eksekutif dan legislatif di Bali serta juga menjadi tuntunan bagi generasi muda Bali yang akan menjadi calon pemimpin di masa depan.
Harapan besar terukir dalam ruang Graha Sewaka Dharma bahwa kepemimpinan sejati akan membawa Bali menuju kesejahteraan yang selaras dengan kearifan lokal, berpijak pada dharma agama dan negara.
Sewaka Praja bukan hanya tema, melainkan panggilan untuk kembali pada esensi memimpin: melayani, bukan dilayani. Sebuah tanggung jawab suci demi harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. (wid)