Badung, (Metrobali.com)

Gubernur Bali, Wayan Koster diapresiasi Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta dan krama Desa Adat Ambengan dan Desa Adat Ayunan, karena kepemimpinan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali sebagai Gubernur Bali dinilai telah bekerja tulus membantu masyarakat menuntaskan konflik agraria sejak tahun 1920 di Desa Adat Ambengan dan Desa Adat Ayunan, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung dengan memberikan Hibah Tanah pada, Rabu (Buda Umanis, Dukut) 10 Mei 2023.

Hibah Tanah yang diberikan Gubernur Bali, Wayan Koster kepada Desa Adat Ambengan seluas 3,3 hektar dimanfaatkan untuk Pura Prajapati, setra, PKD, balai banjar, balai subak, serta Pura Melanting; dan Desa Adat Ayunan seluas 70 are dimanfaatkan untuk Pekarangan Desa Adat Ayunan.

Acara penyerahan hibah tanah ini disaksikan langsung oleh anggota DPRD Bali Fraksi PDI Perjuangan, I Ketut Tama Tenaya, I Nyoman Laka, dan I Bagus Alit Sucipta, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Bali, Dewa Tagel Wirasa, serta Ketua DPRD Badung Putu Parwata dan anggota DPRD Badung, hingga krama Desa Adat
Ambengan dan Desa Adat Ayunan di Jaba Pura Puseh Desa Adat Ambengan.

Gubernur Bali, Wayan Koster dalam sambutannya menyampaikan Pemerintah Provinsi Bali tanahnya bertebaran di mana-mana dengan luas yang bervariasi, yakni ada yang sudah ditempati warga berpuluh-puluh tahun dan ada yang belum ditempati. “Bagi warga yang sudah menempati sejak tahun 1920 seperti di Desa Adat Ambengan tidak mempunyai kepastian hukum bagi warga itu sendiri. Sehingga tanah ini yang dihibahkan ke Desa Adat Ambengan dan Desa Adat Ayunan adalah tanah Pemerintah Provinsi Bali yang terdaftar sebagai aset Pemerintah Provinsi Bali,” jelas Gubernur Koster.

Karena sudah ditempati sejak lama dan warganya sudah turun-temurun tinggal di situ, maka harus diambil keputusan supaya ada kepastian hukum bagi warga setempat dan bagi Pemerintah Provinsi Bali. Untuk Pemerintah Provinsi Bali, titiang sendiri sebagai Gubernur memiliki kebijakan tiga skema pemanfaatan lahan Pemerintah Provinsi Bali yaitu: 1) Apakah tanah ini akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur perkantoran atau sarana prasarana pemerintahan; 2) Untuk pengembangan ekonomi; dan 3) Kepentingan Sosial Kemasyarakatan.

Kalau di wilayah itu tidak ada rencana untuk pengembangan infrastruktur pemerintahan, maka akan dijadikan pengembangan ekonomi dengan melihat apakah wilayah itu berpotensi untuk peningkatan ekonomi bagi pemerintah provinsi dan memperhitungkan mana yang lebih efektif dan optimal, apakah dikelola oleh Pemerintah Provinsi, desa atau desa adat. “Titiang menilai kalau yang seperti ini, karena sudah ditempati sejak lama, kalau diambil lagi tidak bijaksana. Kata warga setempat mereka merasakan sangat cemas kalau tanah yang ditempatinya akan diambil alih pemerintah. Namun bagi saya, karena ada aturan yang memungkinkan dengan program Reforma Agraria, maka akan lebih optimal kalau tanah ini diserahkan ke desa adat untuk dikelola, agar aset ini memiliki nilai ekonomi bagi desa adat,” ujar mantan anggota DPR RI 3 periode dari Fraksi PDI Perjuangan seraya menyatakan bagi desa adat disini sekian hektar besar, tetapi bagi Pemerintah Provinsi Bali untuk apa juga aset ini, mau bikin mall tidak juga, bikin industri tidak juga, karena itu saya ikhaskan ke desa adat.

Karena tanah ini milik Pemerintah Provinsi Bali, harus mendapat persetujuan DPRD Bali. “Astungkara DPRD Bali menyetujui,” kata Wayan Koster yang disambut tepuk tangan. Lebih lanjut, dijelaskannya penyerahan hibah tanah ini telah sesuai dengan aturan perundang-undangan serta merupakan bagian dari program Reforma Agraria agar yang menerima mendapat manfaat kebijakan.

Sumber : Humas Pemprov Bali