Foto: Ketua DPW PSI Bali Nengah Yasa Adi Susanto yang akrab disapa Bro Adi.

Denpasar (Metrobali.com)-

Pariwisata Bali sepertinya tercoreng dengan ulah sejumlah wisatawan asing di Bali yang belakangan mendapat sorotan tajam, mulai dengan menggunakan plat nomor kendaraan palsu, ugalan-ugalan di jalan raya, hingga turis asing dari Rusia dan Ukraina yang bekerja secara ilegal yang semuanya ini tentu sangat meresahkan dan merugikan Bali.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Nengah Yasa Adi Susanto yang juga seorang praktisi pariwisata juga mengaku geram dan mengecam keras aksi kelewat batas wisatawan asing yang berulah dan membuat onar di Bali.

“Saya jujur saja agak geram dengan perilaku oknum bule-bule ini yang sudah di luar kenormalan,” tegas politisi PSI yang akrab disapa Bro Adi ini.

Bro Adi yang juga seorang advokat ini menegaskan dari ulah bule atau wisatawan asing itu jelas sudah ada pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. Fenomena itu sangat berbanding terbalik dengan fakta biasanya wisatawan asing ini cukup taat hukum ketika berada di negaranya. Namun ketika berada di Indonesia, saat berlibur di Bali mereka seolah-olah bisa berbuat seenak udelnya dan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

“Banyak negara yang pernah saya singgahi. Dan saya melihat mereka itu di negaranya sangat taat terhadap hukum berbanding terbalik dengan kita di Indonesia. Tapi kenapa saat mereka di negara kita malah mereka dengan mudahnya melakukan hal-hal melanggar hukum,” tanya Bro Adi heran.

Bro Adi yang juga akrab disapa Jro Ong ini beranggapan fenomena itu bisa saja berkaitan dengan kecenderungan penegakan hukum kita memang lemah apalagi kepada turis asing. Para penegak hukum cerderung bersikap permisif, dalam kata lain seolah-olah memafaatkan pelanggaran hukum yang dilakukan para bule ini karena dianggap sebagai wisatawan yang mendatangkan uang untuk Bali atau karena memang faktor budaya yang cenderung menganggap orang asing lebih superior.

“Penegak hukum kita sepertinya enggan dalam penegakan hukum terhadap wisatawan asing ini. Contoh kecil lah kalau kata pernah ke kantor imigrasi, saya sudah pernah beberapa kali menyaksikan, bahkan saya pernah komplain di sana. Itu orang-orang yang mengurus dokumen keimigrasian nya, wisatawan asing datang dengan seenaknya dia. Jadi pakai celana pendek, kemudian pakai teng top, yang cewek seperti pakai pakaian renang, jadi enggak ada etika dan mereka tetap dilayani dengan baik oleh petugas imigrasi. Itu kan menjatuhkan martabat bangsa dan negara kita,” tutur Bro Adi memberikan contoh nyata.

Bro Adi mengaku sempat komplain kepada petugas imigrasi kenap masih melayani wisatawan asing yang seperti itu tidak punya etika. Sebab jika di negara mereka ketika mengurus administrasi keimigrasian haruslah datang dengan berpakaian yang formal dan sopan.

“Saya sempat bilang disana, kenapa Bapak layani mereka. Kalau di negara mereka, saya pernah kok mengurus ke kantor imigrasi memakai celana kain, baju kemeja berkerah, pakai sepatu. Kalau kita pakai ini baru di depan sudah diusir. Kok sekarang mereka itu diberikan keleluasaan. Nah itu salah satu contoh. Karena kita terlalu mengagung-agungkan wisatawan,” ungkap Bro Adi yang belasan tahun pernah bekerja di kapal pesiar sebagai sommelier (ahli wine) ini.

Politisi PSI asal Desa Bugbug, Karangasem ini lantas menyebut tingkah laku wisatawan yang seperti itu dan yang juga berulah dan membuat onar di Bali adalah wisatawan brengsek, wisatawan sampah, hanya membuat dan membawa masalah untuk Bali. Bali tidak membutuhkan wisatawan sampah melainkan harus mendatangkan wisatawan berkualitas.

“Dalam tanda kutip itu namanya wisatawan yang brengsek. Kan kita tidak perlu sampah-sampah seperti ini mengelilingi Bali. Jadi kita butuh wisatawan yang berkualitas, yang punya etika, yang menghormati penegakkan hukum kita. Ya kan sekarang balik lagi, baru ramai kan terkait dengan misalnya wisatawan asing yang memakai kendaraan bermotor tanpa surat-surat, tanpa helm, bekerja ilegal dan lain sebagainya,” tutur Bro Adi.

“Hal-hal seperti sudah lama kejadiannya, banyak dan berulang. Pertanyaan saya, penegak hukum kita, polisi kemana saja selama ini. Ya harusnya kan itu menjadi catatan penting sehingga penegakan hukum kita di Indonesia ini tidak pandang bulu,” tegas Bro Adi.

Dia pun menyayangkan penegakan hukum di negeri ini masih seperti tebang pilih tidak hanya dalam hal perbedaan penegakan hukum antara rakyat kecil dengan para pejabat atau orang-orang besar dan berkuasa, tapi juga sepertinya ada perbedaan penegakan hukum antara orang lokal dengan wisatawan asing atau para bule ini.

“Sekarang coba kalau orang kita, orang bali misalnya enggak pakai helm dikejar sama polisi. Sementara orang asing dibiarin. Dimana harga diri kita sebagai bangsa Indonesia. Ya kalau orang asing itu ya sekarang fungsi pengawasan dari imigrasi itu sangat lemah dan kuat dugaan ada kong kalikong juga di sana. Jadi saya berharap sudahlah sekarang saatnya penegakan hukum, ya imigrasi tidak boleh lagi bermain mata dengan oknum-oknum tertentu,” beber Bro Adi.

“Kalau memang dokumen keimigrasiannya tidak lengkap, ya sudah tangkap saja, masukin ke penjara imigrasi, kemudian deportasi kan selesai. Jangan lagi ada bermain-main mata, kemudian ada 86 misalnya, itu kan ditenggarai banyak terjadi. Kalau penegakan hukum kita kuat, tidak mungkin mereka seenak udelnya lah dengan visa kunjungan bisa bekerja di sini kan banyak terjadi. Tetapi begitu kasusnya misalnya mereka tertangkap, kemudian penyelesaiannya itu ada banyak sekali penyelesaian di bawah meja,” sambung Bro Adi.

Jadi harapannya, selaku masyarakat Bali, kata Bro Adi, penegakan hukum di negeri ini harus di benar-benar diterapkan. Jangan sampai pandang bulu lah. Mau orang lokal mau orang asing, penegakan hukumnya harus sama. Justru orang asing itu yang harus menghormati budaya kita dan hukum kita yang berlaku di Indonesia.

“Orang-orang ini ketika di negaranya, dia disiplin banget, disiplin sekali. Tapi ketika di Indonesia, brengsek mereka. Jadi itu harus menjadi perhatian kita bersama,” pungkas Bro Adi. (wid)