Gatot Pujo Nugroho

Jakarta (Metrobali.com)-

Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho mengaku dirinyalah yang mengusulkan agar Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis menggunakan jasa pengacara Otto Cornelis Kaligis.

“Staf saya kabiro keuangan dipanggil pihak kejati dan kejagung, beliau melaporkan panggilan itu kepada saya,” kata Gatot dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa Jakarta, Selasa dini hari (28/7).

Gatot menyampaikan hal tersebut didampingi istrinya, Evi Susanti, usai diperiksa oleh KPK selama sekitar 13 jam pada hari Senin (27/7) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

“Saya katakan penuhi panggilan itu untuk didampingi pengacara, karena O.C. Kaligis pengacara saya, saya sarankan ke O.C. Kaligis,” ungkap Gatot.

Otto Cornelis (O.C.) Kaligis diketahui juga merupakan pengacara keluarga Gatot sejak dua tahun terakhir.

Namun, setelah menyarankan untuk memakai jasa kantor pengacara O.C. Kaligis, Gatot mengaku tidak tahu kelanjutkan proses hukum tersebut.

“Setelah itu, saya tidak tahu. Ternyata yang terjadi adalah rencana berlanjut ke PTUN,” tambah Gatot.

Evi bahkan mengklaim pernah mengingatkan agar tidak perlu membawa urusan tersebut ke PTUN Medan.

“Nah, pernah saya dan istri saya di Jakarta saat itu istri saya justru mengingatkan kepada O.C. Kaligis bahwa tidak usah dilanjutkan ke PTUN,” jelas Gatot.

Namun, meski tidak berniat kasus dilanjutkan ke PTUN, Evi mengaku kerap berkomunikasi dengan Gerry.

“Hubungan saya dengan Gerry hanya untuk me-‘remind’ soal jadwal sidang apakah sidang berjalan atau tidak, ditunda atau tidak. Nah, rekaman sadapan itu diperdengarkan di pemeriksaan,” kata Evi.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012–2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa Kantor Pengacara O.C. Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak.

Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada tanggal 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah O.C. Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5.000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya, diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada tanggal 5 Juli 2015.

Komisi Pemberantasan Korupsi pun langsung menetapkan tiga hakim dan panitera PTUN Medan sebagai penerima suap serta Gerry sebagai pemberi suap. Selanjutnya, KPK juga menetapkan O.C. Kaligis sebagai pemberi suap dan menjemput paksa serta menahan mantan Ketua Mahkamah Partai NasDem pada tanggal 14 Juli 2015. AN-MB