Keterangan foto : CEO TFP Jim Edwards (nomor 2 dari kiri) bersama Komisaris TPF Indonesia Joni Eko Saputro (nomor 2 dari kanan), praktisi bisnis Desak Kiki (paling kanan) saat acara MoU (MutualofUnderstanding) TFP International dengan TFP Indonesia di Hotel Prime Sanur, Denpasar, Minggu (19/8/2018).

Denpasar (Metrobali.com)-

Tabanan selama ini memang dikenal sebagi lumbung berasnya Bali. Namun pertanian di Tabanan masih menghadapi berbagai permasalahan. Misalnya soal produktivitas, kualitas hasil pertanian maupun aspek pemasaran. Imbasnya kesejahteraan petani juga belum sepenuhnya tercapai.

Namun kini telah hadir solusi berbasis teknologi blockchain yang dikembangkan The Funding Partners (TFP) Indonesia. Perusahaan ini akan mendampingi para petani di Jatiluwih Tabanan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas hasil pertanian termasuk urusan jaringan pemasaran hingga ekspor dan berbagai aspek lainnya.

Yang terpenting pula para petani akan diedukasi memanfaatkan teknologi blockchain menuju digitalisasi pertanian. Harapannya petani mampu naik kelas, menjadi petani yang modern dan sejahtera.

“Melalui kerjasama TFP dengan petani di Jatiluwih, kami ingin  mewujudkan era baru revolusi pertanian melalui teknologi blockchain,” kata Komisaris TPF Indonesia Joni Eko Saputro saat acara MoU (MutualofUnderstanding) TFP International dengan TFP Indonesia di Hotel Prime Sanur, Denpasar, Minggu (19/8/2018).

Kerjasama di Jatiluwih Tabanan mencakup luas lahan 60 hektar yang mana lahannya memang milik pribadi sejumlah petani. Nantinya TFP akan secara terintegrasi dan komprehensif mendampingi  para petani padi maupun kopi dalam produksi pertanian sehingga meningkatkan kapasitas produksi maupun kualitas hasil pertanian.

Mulai dari pengecekan dan penyiapan lahan, pemilihan bibit unggul, pola tanam, perawatan dan pemupukan, penanganan hama penyakit. Termasuk pula saat panen, distribusi, hingga informasi jaringan pemasaran baik lokal hingga ekspor.

Semua proses itu memanfaatkan kecanggihan teknologi pertanian dan digitalisasi melalui teknologi blockchain dengan melibatkan tenaga ahli di bidangnya. Selain itu, semua informasi dalam setiap tahapan produksi hasil pertanian ini hingga pemasaran secara detail akan didokumentasikan dan diunggah para petugas pendamping ke sistem blockchain perusahaan.

Informasi tersebut juga berperan sebagai basis data baik bagi petani, perusahaan TFP maupun juga para investor yang hendak bekerja sama mengembangkan suatu komoditas pertanian di lahan petani melalui fasilitasi TFP.  Dengan blockchain, selain peningkatan hasil pertanian,  kontrol juga  dilakukan bersama baik petani, perusahaan TFP, investor maupun konsumen. TPF maupun investor bisa memantau segala proses produksi hingga pemasaran.

Sementara para retail yang menjual produk hasil pertanian ini dan para  konsumen akhir juga bisa mengakses informasi mengenai produk. Nantinya akan ada semacam barcode (kode batang) yang ditempelkan di kemasan produk pertanian ini baik beras, kopi ataupun lainnya.

Di dalamnya misalnya ada informasi keunggulan produk, proses produksinya hingga misalnya pupuk apa yang digunakan dan aspek kesehatannya. Jadi konsumen merasa aman membeli produk yang sudah mencantumkan informasi detail proses produksi.

“Istilahnya akta kelahiran buah, kopi atau beras dan produk lainnya ini bisa dilihat saat konsumen membeli,” kata Joni.

“Teknologi blockchain ini juga menyangkut foodsecurity dan foodsafety. Kami ingin memastikan konsumen mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dan informasinya bisa mereka akses,” imbuh CEO TFP Jim Edwards.

Yang paling penting pula dengan sistem blockchain ini rantai distribusi produk pertanian yang selama ini sangat panjang bisa dipangkas bahkan bisa memutuskan para tengkulak. “Nanti produk petani tidak akan jual lagi hasil panennya ke tengkulak. Selain dijual di pasar lokal, produk pertanian ini kami tampung dan bukakan akses pasar ekspor,” kata Joni lantas menambahkan sinergi petani, pengusaha, dan TPF akan mampu menambah devisa negara lewat ekspor.

Edwards menambahkan melalui teknologi blockchain, The Funding Partners ingin memimpin era baru revolusi industri pertanian Secara sederhana blockchain adalah struktur data yang tidak dapat diubah, hanya bisa ditambahkan.

Setiap data dari blockchain saling terhubung. Jadi jika ada perubahan di salah satu block data, akan berpengaruh terhadap data berikutnya.

“Teknologi blockchain ini menambahkan lapisan transparansi pada ekosistem pertanian, mendekatkan petani dengan konsumen sekaligus menciptakan sinergi antara petani, pengusaha dan konsumen yang belum pernah terjadi sebelumnya,” pungkas Edwards.

Pewarta : Widana Daud

Editor    : Whraspati Radha