Fuad Amin

Jakarta (Metrobali.com)-

Fuad Amin, Bupati Bangkalan dua periode (2003-2013) dan ketua DPRD Bangkalan tahun 2014-2019, didakwa menerima dana suap sebesar Rp18,05 miliar dari PT Media Karya Sentosa (MKS).

Dana suap itu diberikan PT MKS karena Fuad Amin telah mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, kata ketua jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/5).

Selain itu, Fuad Amin juga memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy CO LTd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur, demikian terungkap dalam persidangan.

“Fuad Amin sebagai Bupati Bangkalan 2003-2013 dan ketua DPRD setempat periode 20014-2019 bersama-sama dengan Abdur Rouf melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan. Meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikan rupa sehinga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut menerima pemberian atau janji yaitu uang sejumlah Rp18,05 miliar,” kata Pulung Rinandoro.

Sidang tersebut dihadiri ratusan pendukung Fuad yang berasal dari Bangkalan, Pulau Madura, beberapa di antara mereka menggunakan kaos bertulis “Save Fuad Amin”.

Uang itu diberikan oleh Direktur Human Resources Development PT MKS Antonius Bambang Djamiko, managing direktur PT MKS Sunaryo Suhadi, Direktur Teknik PT MKS Achmad Harijanto dan General manager unit pengolahan PT MKS Pribadi Wardojo.

“Karena terdakwa selaku bupati Bangkalan telah mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy CO LTd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur. Selain itu, pemberian uang kepada terdakwa tersebut masih terus berlanjut hingga terdakwa menjabat selaku ketua DPRD kabupaten Bangkalan,” ungkapnya.

Pemberian itu dimulai sejak 2006 yaitu direksi PT MKS mengajukan permohonan untuk mendapat alokasi gas bumi di Blok Poleng Bangakalan kepada Kodeco. Kemudian Sardjono bertemu dengan Kepala Divisi Pemasaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Budi Indianto dan menyarankan agar PT MKS berkerja sama dengan pihak Kabupaten Bangkalan untuk menghindari perselisihan dengan pemerintah daerah.

Masih pada 2006, Sardjono, Sunaryo dan Harijanto bertemu dengan Fuad Amin bersama Direktur Utama PD SD Afandy di pendopo rumah dinas Bupati Bangkalan agar PT MKS dapat bekerja sama dengan pemda dan bisa membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di blok Poleng Bangkalan yang dioperasikan oleh Kodeco. Fuad Amin mengarahkan agar PT MKS bekerja sama dengan PD SD.

Setelah pertemuan, Antonius bertemu Fuad Amin dan minta dibuatkan surat dukungan permintaan penyaluran gas alam dari Bupati Bangkalan. Kemudian Fuad Amin mengirimkan surat kepada Presiden Direktur Kodeco Energy Hong Sun Yong perihal dukungan penyaluran gas alam PT Kodeco Energi ke Gili Timur yang menyampaikan bahwa PD SD telah bekerja sama dengan PT MKS. Kerja sama itu untuk investasi pemasangan pipa dan penyaluran gas alam dari Klampis (Sepuluh) Km 36. Untuk itu, memohon kepada pihak PT Kodeco agar dapat mengalokasikan pasokan gas alam guna mengantisipasi kebutuhan listrik di Madura dan Jawa Timur.

“Pada saat itu perjanjian kerja sama antara PD Sumber Daya dengan PT MKS belum ditandatangani,” tambah jaksa.

Setelah pertemuan tersebut, maka dibuatlah beberapa perjanjian antara PT MKS dan PD SD.

Pertama, pada 23 Juni 2006 di rumah dinas bupati Bangkalan PD SD dan PT MKS menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam antara Plt Direktur PD SD Afandy dan Presiden Direktur PT MKS Sardjono dan diketahui oleh Fuad Amin, yang dihadiri oleh Antonio, Sunaryo dan Achmad Harijanto.

Kedua, pada 14 September 2006 disepakati PT MKS mewakili BUMD Bangkalan dan akan mewakili kepentingan pemerintah gresik untuk membeli gas bumi dari Kodeco untuk pembangkit listrik Gili Timur dan Gresik oleh karena itu Kodeco menerima PT MKS dengan pertimbangan bahwa PT MKS mewakili kepentingan pemerintah daerah.

Ketiga, pada 15 Desember 2006, BP Migas menunjuk PT Pertamina EP sebagai penjual gas kepada PT MKS, dan pada 19 Desember 22006 dibuat perjanjian yang menyebutkan PT MKS dengan konsorium PD Sumber daya sehingga PT MKS memperoleh semua persetujuan untuk mewakili konsorsium Bangkalan.

Gas tersebut selanjutnya dijual ke PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) berdasarkan perjanjian yang ditandatangai pada 15 Februari 2007 dengan imbalan PT MKS akan membangun pipa gas untuk penyerahan gas di Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gili Timur Madura.

Setelah PT MKS mulai beroperasi dengan mendapat pasokan gas dari PT Pertamina EP dan telah menyalurkan gas tersebut kepada PT PJB maka PT MKS memenuhi komitmen pemberian uang kepada PD SD sebagai imbalan atas perjanjian kerja sama.

“Balas jasa karena terdakwa selaku Bupati Bangkalan yang telah mengarahkan tercapainya perjanjian konsorium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya. Selain itu telah memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco terkait permintaan penyaluran gas alam Gili Timur. Maka terdakwa menerima penyerahan sejumlah uang dari Antonius Bambang Djatmiko, Sardjono, Sunaryo Suhadi, Achmad Harijanto dan Pribadi Wardojo yang sebagian diterima terdakwa secara tunai dan sebagian lagi melalui setoran tunai ke rekening,” ungkap jaksa.

Penerimaan sejak Juni 2009-2011 berjumlah Rp50 juta per bulan dengan seluruhnya Rp1,25 miliar di antaranya diberikan secara tunai oleh Antonio kepada Fuad Amin di Hotel Sheraton Surabaya.

Setelah Juni 2011, pemberian uang kepada Fuad pun terjadi di berbagai tempat misalnya Rp1 miliar pada 3 Juni 2011 di City of Tomorrow Mall Surabaya, pada 15 Juli 2011 sebesar Rp1 miliar, 15 Juni 2011 sebesar Rp1 miliar melalui rekening BCA, 22 Juli 2011 sebesar Rp150 juta melalui rekening BCA, 27 Juli 2011 sebesar Rp100 juta melalui rekening BCA, 29 Juli 2011 senilai Rp2 miliar melalui rekening Bank Panin, 10 Agustus 2011 senilai Rp1 miliar melalui Abdul Razak yaitu plt direktur utama PD SD.

“Pada Juli 2011, terdakwa dan Plt Dirut PD SD Abdul Razak meminta kenaikan pembagian keuntungan pembelian gas kepada PT MKS selama proyek pasokan gas dari PT Pertamina EP berjalan sehingga ada perjanjian baru pada 20 Spetember 2011 antara Abdul Razak dan Sardjono selaku Presdir PT MKS,” jelas jaksa.

Fuad mendapatkan uang dari Antonio setiap bulan hingga mencapai Rp3,2 miliar dengan besaran pemberian Rp200 juta per bulan dari 29 Juli 2011 sampai 4 Februari 2014.

Selain uang Rp200 juta per bulan, Antonio juga memberikan uang pada 31 Januari 2012 sebesar Rp500 juta melalui rekening BCA, kemudian sekitar 2012 sebesar Rp50 juta di Hotel Sheraton Surabaya dan pada 30 Januari 2014 sejumlah Rp100 juta.

“Pada Januari 2014 terdakwa bertemu dengan Antonius Bambang Djatmiko di rumah makan Ding Taifung Plaza Senayan Jakarta dan minta agar PT MKS tetap memberikan uang dan dinaikkan menjadi Rp700 juta setiap bulan walau terdakwa tidak menjabat lagi sebagai Bupati Bangkalan. Atas permintaan Fuad, terdakwa menyetujui dan meminta bagian uang sejumlah Rp100 juta dari uang Rp700 juta per bulan dari Fuad Amin,” jelas jaksa.

Uang diberikan pada 4 Maret 2014, 28 Maret 2014, 29 April 2014, 2 Juni 2014, 2 Juli 2014, 24 Juli 2014 yang seluruhnya berjumlah Rp600 juta ditambah pada 29 Agustus 2014 sejumlah Rp600 juta dengan cara menyerahkan uang kepada Taufiq Hidayat di Jalan Cipinang Cempedak II No 25 A Jakarta Timur.

Setelah menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, pada September-Desember 2014 Antonio tetap memberikan uang kepada Fuad.

Uang pertama diberikan pada 30 September 2014 yang diberikan oleh ajudan Antonius Bambang Djatmiko Sudarmono di Carrefour Jalan MT Haryono Jakarta Timur pada pukul 12.00 WIB sejumlah Rp600 juta dan diterima oleh Abdur Rouf bersama ajudan Fuad bernama Imron.

Selanjutnya Rouf masih juga menjadi perantara pemberian uang sejumlah Rp600 juta pada 30 Oktober 2014 yang masih diberikan oleh Sudarmono di rumah Polonia.

“Lalu Abdur Rouf menghubungi terdakwa dan menyampaikan ‘Pak Haji saya sudah terima uangnya’ dan dijawab oleh terdakwa ‘ya bang, langsung ditransfer saja ke Mandiri Ucup (atas nama Muhammad Yusuf) nanti diberikan keterangan hasil penjualan mobil’. Selanjutnya Abdur Rouf membawa uang tersebut untuk disetorkan ke Bank Mandiri atas nama Muhammad Yusuf,” jelas jaksa anggota Titiek Utami.

Pemberian ketiga dilakukan pada sekitar bulan November 2014 sejumlah Rp600 juta melalui Abdur Rouf yang juga diserahkan Sudarmono di rumah Polonia.

Pada 28 November 2014 Fuad Amin mengingatkan kepada Antonius untuk memberikan uang bulanan untuk Desember 2014 sebesar Rp600 juta.

Pemberian keempat itu rencananya direalisasikan pada 1 Desember 2014 di gedung AKA Jalan Bangka Raya No 2 Pela Mampang Prapatan.

Pada pukul 11.30 WIB, Sudarmono bertemu Abdur Rouf di area parkir, kemudian Sudarmono menyerahkan uang yang dimasukkan dalam tas. Rouf menghubungi Fuad untuk memberitahukan uang sudah diterima dan memasukkan ke mobil Toyota Avanza putih bernomor polisi M 854 GD.

“Namun beberapa saat kemudian petugas KPK melakukan penangkapan kepada Abdur Rouf dan ketika dilakukan penggeledahan ditemukan barang bukti berupa uang sejumlah Rp700 juta yang berada di dalam tas,” tambah jaksa.

Atas perbuatan tersebut jaksa mengenakan pasal 12 huruf b subsider pasal 5 ayat 2 juncto pasal 5 ayat 1 huruf b lebih subsider pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagiamana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. AN-MB