Jembrana (Metrobali.com)-

 

Sampah kayu gelondongan berukuran besar di Pantai Medewi, Desa Medewi, Kecamatan Pekutatan mendapat sorotan dari Fraksi Gerindra DPRD Jembrana.

Selain beberapa kayu gelondongan, banjir bandang di aliran sungai Yeh Satang di Desa Medewi pada Kamis (15/1) lalu juga menyisakan sampah dari ranting, pohon pisang dan lumpur.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jembrana Ketut Sadwi Darmawan mengatakan sampah batang kayu di Pantai Medewi sebagai bukti bahwa ada yang salah dalam pengelolaan hutan.

Pengelolaan yang dimaksud menurutnya pemerintah daerah lebih banyak menangkap mentah-mentah regulasi dari pusat. Tetapi tidak ditindaklanjuti dengan regulasi lainnya khususnya terkait hutan desa tanpa mengurangi peran masyarakat.

Menurutnya ada 11 hutan desa di Jembrana yang kewenangan pengelolaannya diberikan kepada pemerintah daerah. “Pengelolaan ini jangan diartikan sebatas menebang hutan. Tapi juga dibuatkan regulasi untuk menjaga hutan tanpa mengurangi ” ujar Sadwi ditemui Senin (18/1).

Ia mencontohkan nelayan, dimana mereka akan memanfaatkan hasil laut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Disini ada hubungan antar alam dengan manusia. Demikian juga dengan masyarakat dipinggir hutan.

Kemudian kata Sadwi, bagaimana dengan pelanggaran. Untuk mencegahnya tentu dengan sosialisasi dan pembinaan serta dibuatkan regulasi.

“Regulasi dulu, lalu pembinaan. Ajak masyarakat sehingga mereka bisa memanfaatkan dan juga ikut menjaga kelestarian hutan. Mungkin ini nanti akan dilakukan oleh bupati yang baru” tandasnya.

Karena di Bali lanjutnya dalam pengelolaan semua lini dan dasar pemikiran dikenal adanya Tri Hita Karana yakni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam.

Ditegaskan Sadwi, sampah kayu berukuran besar di Pantai Medewi pasca banjir bandang disebabkan pengawasan yang kurang, selain pembinaan. Dalam pengawasan juga harus melibatkan masyarakat, baik dari kelompok masyarakat pemanfaat hutan, banjar dan desa.

“Itu yang dibuatkan regulasi. Intinya regulasi, selama ini kita berpikiran itu kewenangan pusat, kewenanganan provinsi. Mudah-mudahan bupati baru nanti bisa melaksanakannya sehingga pengawasan bisa lebih mudah” tandasnya.

Politikus asal Desa Asah Duren ini juga mengusulkan untuk mengiatkan dilakukannya reboisasi atau penanaman pohon kuat dengan melibatkan masyarakat guna menjaga ekosistim hutan. (Komang Tole)