Badung, (Metrobali.com) 

Fraksi Partai Gerindra DPRD Badung sepakat dengan pemerintah bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013 – 2033 sudah tidak relevan dengan pengembangan wilayah dan kebutuhan masyarakat serta perkembangan hukum dewasa ini. Oleh karena itu, perlu adanya penggantian dengan peraturan daerah yang lebih relevan, adaptif, dan futuristik.

Hal ini disampaikan oleh Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Badung, I Gede Aryantha saat membacakan Pandangan Umum Fraksinya Terhadap Ranperda Tentang Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Badung Tahun 2025 – 2045, pada Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Badung, Selasa (11/2/2025).

“Secara empiris, kita saksikan maraknya alih fungsi lahan dan perubahan matra ruang yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah. Hal ini telah menimbulkan ekses yang merusak ekosistem, lingkungan, hingga tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu, Fraksi Gerindra memandang RTRW Kabupaten harus menjadi panglima, diikuti dengan supervisi, monitoring, dan evaluasi yang ketat serta law enforcement yang kuat,” kata Aryantha.
Pihaknya sependapat dengan pemerintah bahwa RTRW harus menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang, pengembangan wilayah, serta lokasi investasi baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun swasta.

Ia menjelaskan, bahwa rencana tata ruang harus mewujudkan Kabupaten Badung sebagai pusat kegiatan nasional dan destinasi pariwisata internasional yang berkualitas, berdaya saing, dan berjati diri budaya Bali. Pembangunan harus berbasis pertanian, perdagangan, jasa, dan pariwisata menuju kesejahteraan masyarakat berdasarkan falsafah Tri Hita Karana.

“Dari perspektif kami, tujuan RTRW ini sudah tepat, hanya saja perlu ada upaya untuk mewujudkan keterpaduan, keserasian pembangunan, dan tata ruang yang berkualitas. RTRW Kabupaten harus berfungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi kemacetan, mengatur densitas penduduk, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan pemanfaatan ruang secara efektif. Yang maha penting dari RTRW adalah menyangkut kebijakan, strategi rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang,” tegasnya.

Fraksi Partai Gerindra setuju diberlakukannya ketentuan insentif dan disinsentif serta sanksi tegas bagi pelanggaran pemanfaatan ruang. Sanksi ini mencakup sanksi administratif, penghentian sementara, penutupan lokasi, pencabutan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pembatalan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, pembongkaran bangunan (demolition), dan/atau pemulihan fungsi ruang.

Namun kami beri saran dan catatan untuk pemerintah dimana pertama Integrasi RTRW dengan Informasi Geospasial. RTRW Kabupaten Badung merupakan penjabaran dari RTRW Provinsi Nomor 2 Tahun 2023 yang mengacu pada RTRWN, yakni Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.

“Saran kami adalah pemerintah agar mengompilasi RTRW dengan informasi geospasial untuk membantu perencanaan dan pengelolaan wilayah. Data geospasial dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan, pengelolaan sumber daya alam, dan mitigasi bencana,” ungkapnya.

Geospasial adalah data yang berkaitan dengan lokasi geografis, dimensi, dan karakteristik objek di permukaan bumi. Data ini dikenal juga dengan istilah geodata. Data geodata dapat berupa data vektor (titik, garis, dan poligon) atau data raster (sel peta yang merepresentasikan nilai kontinu seperti elevasi dan curah hujan).

“Pemanfaatan data geospasial dalam RTRW akan meningkatkan akurasi dan efektivitas kebijakan tata ruang,” pungkasnya.

 

(jurnalis : Tri Widiyanti)