Tiga pemeran Film Dirty Vote yang Viral Itu,  Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar. 

Denpasar, (Metrobali.com)-

Pengangkatan sekitar 270 pejabat daerah, tingkat Gubernur, Bupati dan Wali Kota, oleh Presiden dan atau Mendagri, yang tidak sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi, berupa pengangkatan pejabat publik melalui partisipasi bermakna -meaningfull participation, dinilai oleh pakar hukum tata negara dalam film ini, sebagai sebuah rencana politik di menjelang penyelenggaraan Pemilu.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, pengamat politik, Senin 12 Februari 2024, menanggapi penayangan Film Dirty Vote tersebut.

Dikatakan, film ini, menyajikan dalam catatan data digital, tentang inkonsistensi ucapan Presiden, dengan prilaku politik yang dilakukannya.

“Inkonsistensi yang berdampak serius dalam “kecacatan” proses Pemilu. Terbitnya keputusan MK No.90 yang kontroversial, pelanggaran KPU terhadap PKPU yang meloloskan pencalolan Gibran, peringatan ketiga dari DKPP kepada KPU atas keputusan tsb,” katanya.

Menurutnya, kebijakan fiscal tentang bansos untuk APBN 2024 yang hampir mencapai Rp.500 T, yang mengindikasikan “cawe-cawe” Presiden yang amat sangat berlebihan, mulai dari penetapan anggarannya, dan penyalurannya.

” Untuk kasus Jawa Tengah dilakukan sendiri oleh Presiden, dengan muatan “politik” kampanye. Tindakan yang tidak patut, dan menjatuhkan kewibaan Presiden sebagai insitusi,” katanya.

Dikatakan, dari uraian singkat selayang pandang ini, narasi dalam film ini menjelaskan dengan sendirinya -self explanation- tentang terjadinya proses kekumuhan dalam proses Pemilu yang berlangsung. (Adi Putra)