01_para jawara DFF 2017 foto by Martino-107

Denpasar (Metrobali.com)-

Film Dokumenter “1880 MDPL” karya sutradara  Riyan Sigit Wiranto dan Miko Saleh (Aceh) keluar sebagai Film Terbaik Denpasar Film Festival (DFF) 2017. Film yang menyisihkan empat unggulan lainnya berkisah tentang kehidupan Petani Kopi di sebuah dataran tinggi di Aceh, tepatnya di  Desa Merah Jernang  Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah. Desa ini juga termasuk daerah Transmigrasi yang dibuka pada tahun 1997. Masyarakat petani kopi setempat sudah berupaya keras memanfaatkan lahan yang ada untuk bertanam kopi, namun hasilnya tidak pernah memuaskan karena tanah di ketinggian 1880 meter di atas perlukaan laut (MDPL)  itu tidak begitu subur, nyaris untuk tanaman apa pun. Karena itu mereka harus mencari sampingan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, bahkan terpaksa membuka lahan baru di hutan.

“Film ini merupakan potret jernih tentang situasi kehidupan masyarakat di mana setiap pesan disampaikan melalui rangkaian gambar yang  rapi dan efektif,” ujar Slamet Rahardjo Djarot, Ketua Dewan Juri di sela acara Malam Penganugerahan DFF 2017 di Istana Taman Jepun, Denpasar, Minggu, 10 September 2017.

Selain “1880 MDPL”, juri memberi apresiasi cukup tinggi untuk film “Anak Koin” (Chrisila Wentiasri,  Bandar Lampung) dan  menganugerahinya Penghargaan Khusus. “Anak Koin” menarik perhatian juri karena kemampuannya menuturkan kisah tentang anak jalanan secara cukup dekat dan apa adanya. Dari film itu tergambar bukan hanya sisi buruk si tokoh, melainkan sisi baiknya pula.

Film unggulan lainnya, “Perahu Sandeq” (Gunawan Hadi Sucipto, Jogja) direkomendasikan oleh Juri sebagai film yang layak menjadi standar dalam pembuatan film dokumenter yang bersifat isntruksional. Film yang berkisah tentang nasib perahu sandeq yang terancam punah ini sangat baik dalam menyampaikan detil sehingga hal-hal sederhana namun penting yang kerap tak tampak, menjadi jelas terlihat.

Film unggulan lain dalam kategori ini adalah “Jalan Sunyi Keadilan” (Ismayanti,  Jakarta) dan “Udin dan Cerita Kecil Lainnya” (Donny P. Herwanto, Jakarta).

 

Kategori Pelajar

Sangat banyak bakat cemerlang dalam film dokumenter tersebar di sekolah-sekolah menengah di seluruh Indonesia. Menurut penyelenggara DFF, potensi mereka harus dimunculkan melalui berbagai cara. Satu di antaranya melalui festival film.  Dalam rangka itulah DFF menggelar kompetisi film dokumenter bagi pelajar di seluruh Indonesia, yang tahun ini hasilnya sangat menggembirakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Melalui berbagai pertimbangan ketat, Dewan Juri menetapkan tiga film terbaik Lomba Film Dokumenter Denpasar Film Festival 2017 yaitu:

Juara 1 : Urut Sewu (Dewi Nur Aeni, Karanggayam, Kebumen, Jawa Tengah)

Juara 2 : ROB (Fatimatuz Zahra, Pekalongan, Jawa Tengah)

Juara 3 : Penambang Pasir Citanduy (Dwi Novita Sari, Pelajar, Majelang )

Dua film unggulan lain yang tersisih untuk kategori ini adalah Pengukur Ukuran (Rizky Achmad Fadil, Denpasar), Balian Spiritual (Aldi Bagus Anom Prasetyo, Denpasar).

Masih berkait dengan pelajar, DFF 2017 juga menggelar kompetisi untuk Kategori Pembinaan. Peserta dalam kategori ini adalah para siswa terpilih dalam seleksi awal kemudian mendapat pembinaan dalam Kemah Pelatihan Produksi Film Dokumenter dan setelahnya mendapat pendampingan dalam berproduksi. Karya terbaik yang dihasilkan menjadi Duta Kota Denpasar di ajang Kompetisi Film Dokumenter Kota-kota Pusaka Dunia (OWHC) di Korea Selatan.

Tampil sebagai karya terbaik kategori ini adalah:

Juara 1 : Sang Penjaga Beji (Sutradara Anak Agung Istri Sari Ning Gayatri – SMAN 3 Denpasar)

Juara 2 : Tradisi Turunan (Sathyana Rayana – SMKN 1 DENPASAR)

Juara 3 : Penjaga Lontar  (I Made Pradana Kusuma Putra – SMAN 3 DENPASAR)

Literasi 

Satu hal yang berperan cukup penting untuk menopang kemajuan perfilman adalah literasi. Adanya tradisi literasi yang baik dalam dunia film akan mengarahkan para pembuat film untuk belajar secara benar dari pengalaman masa lalu sehingga dapat melahirkan karya-karya yang lebih baik dari generasi sebelumnya dan tidak mengulang kembali kesalahan-kesalahan generasi terdahulu.

Turut membangun tradisi literasi dalam perfilman Indonesia, DFF menyelenggarakan Lomba Resensi Film Dokumenter untuk umum.

 

 

Jumlah peserta DFF 2017:

Total Yang mendaftar : 171

 

Yang mengirimkan :

Kategori Umum 79 karya

Kategori Pelajar 33 karya

 

RED-MB