Pertahankan, Syarat Sabha Pandita adalah Diksa Suami-Istri

 

Denpasar (Metrobali.com)-

Persyaratan keanggotaan Sabha Pandita PHDI adalah Sulinggih yang menjalani Diksa suami istri, seperti yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 3 butir b, sangat perlu dipertahankan dalam Mahasabha XI mendatang. Aturan tersebut juga mestinya diterapkan dengan tegas dalam kepengurusan Sabha Pandita 2011-2016.  Hal itu direkomendasikan dalam FGD (Focus Group Discussion) untuk menyongsong Mahasabha XI, antara lain membahas usulan materi untuk Peraturan Tata Tertib, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Rekomendasi serta Program. Diharapkan, setelah FGD diupayakan rekomendasinya dibahas dalam forum Seminar Regional, untuk membantu suksesnya Mahasabha XI.

FGD dibuka Dharma Adhyaksa Ida Pedanda Sebali Tianyar Harimbawa, hadir Wakil Dharma Adhyaksa Ida Mpu Siwa Buda Dhaksa Darmita, Dharma Upapathi PHDI Badung Ida Mpu Jaya Reka Tanaya, Ketua Sabha Walaka Putu Wirata Dwikora, Wakil-wakil Ketua Sabha Walaka Made Artha dan Gde Rudia Adiputra serta beberapa Anggota, Sekretaris Sabha Walaka Dra. Gusti Ayu Astuti,  Ketua Forum Studi Majapahit Made Suryawan, Ketut Darmika dari Gema Perdamaian Bali, Ida Bagus Susena dari Puskor Hindunesia, Made Karyasa, SH dari PHDI Badung, dan beberapa Bhawati serta penggiat yang konsen terhadap pengembangan sumberdaya manusia Hindu.

FGD yang diadakan Sabha Walaka PHDI Pusat, bertempat di gedung PHDI Denpasar, Sabtu (18/6). Didahului dengan paparan Dharma Adhyaksa.Hadir sejumlah Sabha Pandita, Sabha Walaka, Pengurus PHDI Provinsi/Kabupaten/Kota se-Bali, ormas, yayasan, organisasi bernafaskan Hindu serta sejumlah tokoh Hindu.

            Sebagai Majelis Agama Hindu, Sabha Pandita sebagai organ tertinggi PHDI diminta benar-benar diisi dengan personalia Pandita yang memiliki wawasan tentang agama Hindu maupun prakteknya di masyarakat, agar mampu memberikan solusi terhadap berbagai masalah aktual yang terjadi terhadap umat Hindu. Karenanya, selain berasal dari keluarga Hindu yang utuh – artinya suami dan istri serta anak-anaknya seluruhnya beragama Hindu –diharapkan juga Sabha Pandita adalah Pandita yang menjalani Diksa suami dan istri. Bukannya menghilangkan hak asasi Sulinggih yang Diksa-nya bukan suami-istri, tetapi pengaturan itu dipandang tetap relevan untuk memberikan teladan kepada umat Hindu, agar mereka mau mendengar dan taat terhadap apa yang diajarkan oleh para Sulinggih di Sabha Pandita.

            Anggaran Rumah Tangga pasal 3 butir b memang mensyaratkan Anggota Sabha Pandita mestilah Diksa suami dan istri. Namun, tidak berarti Diksa seorang diri itu salah menurut kitab suci. Hanya karena mayoritas kehidupan umat itu melalui empat tahapan, yakni Brahmacari (tahapan menuntut ilmu dan belum kawin), Grahasta (tahap perkawinan dan mencari nafkah untuk kehidupan keluarga), Wanaprastha (tahapan melepas tugas mencari materi dan mulai mengabdi untuk umat) dan Bhiksuka (melepaskan diri dari segala keterikatan duniawi), dan secara tradisional umumnya para Walaka menjalani Diksa suami dan istri, maka praktis sebagian besar Sulinggih adalah mereka yang menjalani Diksa sebagai pasangan suami istri.

            FGD merekomendasikan,  aturan itu dipertahankan dan diterapkan secara tegas di Sabha Pandita PHDI. Sulinggih-sulinggih yang Diksa-nya tidak sebagai pasangan suami-istri bukannya ditutup peluangnya untuk mengabdi kepada umat Hindu, melalui organisasi lain diluar PHDI. Mereka bisa mengabdi di Ashram sebagai Acarya, melayani umat Hindu yang membutuhkan tuntunan tentang ajaran agama Hindu. RED-MB