Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati

 

Denpasar (Metrobali.com) 

Pasca kebakaran hebat yang melanda Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, memastikan bahwa telah dilakukan evaluasi menyeluruh. Hasilnya, muncul wacana untuk menutup TPA Suwung yang saat ini masih beroperasi dan menerima sampah dari Kota Denpasar dan Badung.

“Di TPA ini rencananya akan ditutup kemudian akan dikelola menjadi tempat yang lebih baik dan tidak akan digunakan lagi,” kata Rosa Vivien Ratnawati di TPA Suwung Denpasar, Bali Selasa, 17 Oktober 2023. Sayangnnya, Vivien enggan mentargetkan kapan dilakukannya penutupan TPA Suwung.

Untuk diketahui, rencana untuk menutup TPA Suwung, bukan kali ini saja isu tersebut dihembuskan, bahkan telah menjadi perbincangan sejak akan dimulainya event pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pada tahun 2022.

Sementara peristiwa kebakaran TPA Suwung pernah dialami di tahun 2019, meski tidak separah seperti saat ini. Kini, peristiwa kebakaran kembali terjadi di tahun 2023, sehingga pemerintah menetapkan status tanggap darurat mulai tanggal 12 Oktober hingga 25 Oktober 2023.

Ketika ditanya apakah pihaknya akan segera menutup lahan TPA, Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa metode ini belum bisa dilaksanakan saat ini karena beberapa Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa kabupaten/kota di Bali belum siap.

“Intinya adalah TPA harus dikelola dengan metode yang lebih baik, seperti yang kita sebut sanitari landfill, atau ada yang lebih longgar, yaitu control landfill, di mana sampah ketika dikelola harus ditutupi dengan lapisan tanah di atasnya,” tambahnya.

Meski diakuinya, metode pengelolaan sampah seperti yang terjadi di TPA Suwung tidak boleh lagi digunakan, dan sampah seharusnya tidak langsung dibuang ke TPA. Sebelum TPST mencapai performa yang maksimal, katanya ada zona yang disediakan untuk membuang sampah, tetapi perlu ada perbaikan setelah terjadinya kebakaran.

Tentang kapan akan dilakukan penutupan TPA, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan bahwa pihaknya tidak mendorong penggunaan TPA dengan metode open dumping. Dia memberi contoh TPA di Makasar yang memiliki sekat-sekat, sehingga jika terjadi kebakaran, api bisa segera diatasi dan tidak meluas.

“Kami tidak mendorong open dumping, terutama jika metode ini menghasilkan gas metana dan gas rumah kaca. Kami berharap pada tahun 2030, tidak akan ada pembangunan TPA di daerah karena kita ingin mencapai target zero emisi dan mengelola sampah sejak sumbernya,” tegasnya.

Memang, di Bali, upaya ini telah dilakukan, namun ada beberapa TPST yang belum selesai dalam proses pengelolaan sampah yang benar, sehingga di musim kering seperti saat ini serta cuaca panas dapat meningkatkan risiko kebakaran.

Sementara itu, disisi lain Kepala BPBD Kota Denpasar Ida Bagus Joni Ariwibawa enggan menanggapi menguatnya kembali rencana penutupan Suwung. “Kalau itu provinsi ya kita juga masih kirim ke sini (TPA Suwung),” cetusnya ditemui di TPA Suwung.

Menurutnya, dahulu di tahun 2019, sistem sekat seperti di TPA Makasar sudah pernah dilakukan dan hal itu terbukti efektif sayangnya katanya, ia sendiri tidak mengetahui penyebab mengapa sekat jalan yang lebarnya kurang lebih 5 meter itu sudah tidak ada dan kini justru tertutup sampah.

Diduga kedalaman api bara diduga mencapai 13 meter, sementara tinggi gunungan sampah bervariasi mulai dari 26 meter hingga 30 meter. (Tri Prasetiyo)