Gianyar (Metrobali.com)-

Bagi Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar nama  Cokorda  Agung Kusumayudha Pemayun memang tak asing lagi. Pria kritis dan memiliki ide kreatif yang menjabat sebagai Kepala Desa setempat itu selalu membuat terobosan membangun desa.

“Kami selalu menekankan kepada masyarakat untuk selalu kreatif dan tampil beda untuk mewujudkan desa berkarakter,” katanya, saat menerima kunjungan peserta IPEC 204, Minggu 16 November 2014.

Salah satu ide kreatif itu ia tuangkan dengan membangun Bank Desa. Bank yang didirikannya sejak lima tahun lalu ini sepenuhnya bergerak untuk membantu masyarakat. Jika ada warga memerlukan dana, pihaknya tak segan-segan membantu dengan bunga sampai 0 persen.

“Kini kalau dihitung omset Bank Desa itu bisa mencapai Rp8,5 miliar perbulannya. Karena digunakan untuk kegiatan sosial untungnya mencapai Rp30 juta perbulannya,” jelasnya yang memilih  ke luar dari pekerjaannya dan belajar membatik di Pulau Jawa untuk dikembangkan di desanya.

Menurutnya, tak penting berapa banyak jumlah uang yang dimiliki seseorang. Yang paling penting baginya adalah bagiamana uang itu bisa dipergunakan orang banyak. Selain membangun Bank Desa, pria kurus energik itu juga membangun usaha batik. “Usaha ini kian berkembang dan melibatkan banyak orang di desa kami, utamanya kaum ibu-ibu,” jelasnya.

Tak itu saja, Cok Pemayun juga membangun air pedesaan dengan menggunakan cara sederhana dengan kincir angin. “Sekarang teknologi sederhana ini banyak dipakai penelitian,” kata pria yang sudah 2,5 tahun menjadi Kepala Desa Pejeng tersebut.

Pada kesempatan diskusi itu juga dihadirkan dua narasumber lainnya yakni Andre Graff seoarang warga Perancis yang menjual perusahaan Balon udaranya serta mengentaskan kemiskinan kekurangan air di Sumba Barat, NTT serta I Gede Nyoman Bayu Wirayuda yang sangat getol dengan konservasi satwanya. “Pada prinsipnya, kami berbuat semuanya karena hati,” kata Cokorda Pemayun didampingi Graff.

Para tokoh itu dipilih oleh  Indonesia Poverty dan Empowerment Conference (IPEC) 2014  karena terbukti sudah melakukan pemberdayaan sehingga terjadi pengentasan kemiskinan. Ide-ide gila yang disampaikan narasumber menjadi salah satu ketertarikan peserta IPEC 2014. “Ya, saya senang mengikuti diskusi ini karena ide-ide gila yang disampaikan narasumber,” kata Prof Dr Paulus Wirutomo dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Ketertarikannya terutama pada salah satu narasumber Andre Graff yang  menginformasikan telah  membuat 30 sumur di Sumba, NTT dengan uang sendiri.

Jiwa pengabdiannya itu sudah 10 tahun dilakukan dengan berbagai kendala. “Dua tahun berbaur masyarakat kemudian baru berbuat ini merupakan langkah tidak gampang,” ujarnya. Namun saat ini hartanya sudah habis, karena pemeliharaan sumur itu membutuhkan biaya tinggi. Tetapi, pria asal Perancis itu tidak pernah menyerah. JAK-MB