Reses Dhamantra
Denpasar (Metrobali.com)-

Mengisi Reses Sidang ke II DPR RI, Nyoman Dhamantra, yang didampingi Tim Dhamantra Centre, bertemu dan berdialog langsung dengan para pedagang dan pembeli (blusukan) di Pasar Kelan, Kuta Selatan, Badung, Selasa, 24/2. Dilanjutkan dengan penyerapan aspirasi di desa Sobangan, Petang, dan Blahkiuh (Kabupaten Badung), Bedulu, Tulikup dan Pejeng (Kabupaten Gianyar). Dalam setiap kesempatan,  Dhamantra menerima aduan masyarakat berkaitan dengan  kegaduhan politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang dapat mengganggu Empat Pilar Bangsa.

Menurut Nyoman Dhamantra, kegaduhan muncul akibat diseretnya urusan politik dalam upaya penegakan hukum, juga pemberantasan korupsi, yang sudah tentu berdampak secara ekonomi, sosial dan budaya. Sekaligus mengkhawatirkan, Indonesia akan terperosok dalam masalah yang lebih rumit jika kegaduhan-kegaduhan itu tak segera diselesaikan secara tuntas.

“Kegaduhan politik terjadi karena kita jauh meninggalkan ideologi, meninggalkan dasar hukum dan tujuan pembukaan UUD 45,” kata Dhamantra, dalam sosialisasi dan diskusi Empat Pilar Bangsa, di Banjar Pande, Tulikup, Gianyar  (Sabtu, 7/3/2015).

Hal yang paling dianggap miris oleh Dhamantra adalah Indonesia yang mulai kehilangan arah. Sulit menemukan makna Pancasila diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan lebih parah, kata Dhamantra, adalah terjadinya ketidakpercayaan antar masyarakat dan antar lembaga negara.
Jika kondisinya terus dibiarkan tanpa ideologi dan tanpa kepercayaan antar lembaga dan sesama masyarakat, Dhamantra menilai Indonesia sudah masuk dalam masalah yang multi serius.

“Sulit kalau tidak ada trust dan ideologi. Kalau dibiarkan berlarut-larut, ini jadi awal kehancuran republik yang sudah dibangun para pendiri bangsa,” ujarnya.

Dhamantra menyinggung konflik berkepanjangan antarlembaga penegak hukum yang terjadi saat ini. Menurut Dhamatra, masalah itu tak akan muncul jika semua lembaga penegak hukum memiliki kesamaan tujuan dalam menegakkan hukum dan upaya pemberantasan korupsi.

“Antarlembaga negara saling intip kelemahan, saling menerkam. Katanya kita negara demokrasi, tapi apakah budaya hukumnya baik? Tidak, kita menang-menangan, budaya hukum lemah, politiknya lemah, aparatur negaranya lemah, yang sudah tentu akan berimbas secara ekonomi, sosial dan budaya,” tandas Dhamantra. NK-MB