Jakarta (Metrobali.com) 

 

Kasus kejahatan kerah putih terus menjadi perhatian di Indonesia, meskipun penegakan hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK semakin digencarkan. Salah satu kasus yang diduga merugikan negara adalah manipulasi dokumen ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Oil Mill Effluent (POME).

Ikatan Wartawan Online (IWO) baru-baru ini menemukan indikasi kuat adanya manipulasi dalam ekspor kedua produk turunan kelapa sawit tersebut. Menurut Ketua Umum IWO, Yudhistira, manipulasi ini sangat mungkin terjadi karena kurangnya regulasi pemerintah terkait ekspor POME yang belum dikenal luas oleh masyarakat.

“Manipulasi dokumen ekspor sangat mungkin terjadi karena perbedaan pajak ekspor yang sangat besar antara CPO dan POME. Pajak ekspor POME hanya $5 per ton, sedangkan CPO mencapai $138 per ton,” ujar Yudhistira dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (25/8/2024).

Yudhistira mencurigai perbedaan pajak ini dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu untuk memanipulasi dokumen ekspor. Beberapa perusahaan besar seperti Wilmar Group, Sinar Mas, dan Permata Hijau Group diduga terlibat dalam praktik ini.

“Modus operandi yang kami temukan adalah manipulasi barang yang diekspor. Misalnya, yang diekspor adalah CPO, tetapi dalam dokumen hanya tercatat sebagai POME yang tingkat keasamannya di atas 15%. Ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan kebenaran barang yang diekspor,” jelas Yudhistira.

Di Eropa, permintaan akan CPO dan POME semakin meningkat seiring dengan kebijakan energi terbarukan (EBT) yang mendorong penggunaan bio diesel dari sawit. Selain itu, Eropa juga memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan CPO, sementara importir dari China aktif mencari produk limbah sawit dari Asia Tenggara.

Yudhistira juga menyoroti kemungkinan adanya kongkalikong antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Bea Cukai, dan Syahbandar terkait manipulasi ekspor produk sawit. “Manipulasi ini menyebabkan kerugian besar bagi negara, terutama dengan selisih pajak antara $5 dan $138 per ton,” tandasnya.

Ia menambahkan, masalah ini juga merugikan para petani sawit yang tidak mendapatkan keuntungan yang layak, sementara eksportir menjual produk mereka dengan harga tinggi baik dalam bentuk CPO maupun POME. “Selain kerugian negara, petani sawit juga tidak mendapatkan keuntungan yang seharusnya mereka peroleh,” tutup Yudhistira.(Rls)