Denpasar, (Metrobali.com) 

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menyelenggarakan acara BALINOMICS pada Selasa, 25 Februari 2025, sebagai forum untuk mendiseminasikan perkembangan ekonomi dan kebijakan terkini.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, menegaskan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2025 yang diproyeksikan berada di kisaran 5,0-5,8% (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi berada di rentang 4,7-5,5% (yoy).

Erwin menjelaskan bahwa optimisme ini didukung oleh berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan penguatan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Februari 2025 berada pada level optimis sebesar 137,75, mengindikasikan kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap kondisi ekonomi. Selain itu, peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR) menjadi 117,2 pada Januari 2025 juga mencerminkan pertumbuhan aktivitas konsumsi.

Dari sisi dunia usaha, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada triwulan IV 2024 mencapai 29,56%, yang menandakan optimisme di kalangan pelaku usaha.

“Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Februari 2025 untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75% merupakan bagian dari strategi menjaga stabilitas ekonomi. Dengan inflasi yang tetap terkendali dalam target 2,5±1% dan stabilitas nilai tukar Rupiah, kebijakan ini juga mendukung pertumbuhan ekonomi Bali yang lebih kuat,” jelas Erwin.

Lebih lanjut, BI Bali juga terus mendorong pertumbuhan sektor-sektor prioritas melalui kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), yang ditujukan untuk mempercepat penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan, terutama pada sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Dalam sesi diskusi BALINOMICS, Chairman Bali Tourism Board, Ida Bagus Agung Partha Adnyana (Gus Agung), menyoroti pentingnya diversifikasi produk wisata untuk menghadapi ketidakpastian global dan tantangan di sektor Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE).

Menurutnya, pengembangan ekowisata, wisata budaya, gastronomi, dan wisata kesehatan, serta optimalisasi infrastruktur dan aksesibilitas, menjadi langkah strategis untuk memperkuat pariwisata Bali. Selain itu, pemasaran digital dan branding yang lebih agresif melalui media sosial diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan berkualitas.

“Kunci keberlanjutan pariwisata Bali adalah kolaborasi antara sektor swasta dan komunitas, serta penerapan regulasi lingkungan dan kebijakan energi hijau, terutama di sektor perhotelan dan transportasi. Dengan strategi yang tepat, Bali bisa terus berkembang sebagai destinasi unggulan yang berdaya saing tinggi,” ujar Gus Agung.

Dalam mendukung ekonomi yang lebih berkelanjutan, BI Bali turut mengedepankan program-program keuangan hijau, seperti insentif Loan to Value Financing to Value (LTV/FTV) hingga 100% untuk pembiayaan kendaraan dan properti berwawasan lingkungan. Selain itu, peningkatan literasi keuangan hijau dan pembinaan UMKM berbasis lingkungan terus diperkuat agar ekonomi hijau dapat tumbuh lebih masif.

Tiga langkah strategis yang ditekankan dalam diskusi BALINOMICS terkait ekonomi hijau adalah (1) perlunya regulasi daerah yang mengakomodasi pertumbuhan ekonomi hijau, (2) menciptakan model bisnis berkelanjutan yang melibatkan petani, pelaku usaha, pemerintah daerah, dan lembaga pembiayaan, serta (3) adanya contoh konkret dari pemerintah daerah, seperti inisiatif pertanian organik yang telah diterapkan di Kabupaten Gianyar.

Dengan berbagai langkah strategis ini, BI Bali optimis bahwa ekonomi daerah dapat tumbuh lebih kuat dan berdaya saing, tidak hanya dalam sektor pariwisata tetapi juga melalui penguatan sektor pertanian, perdagangan, dan investasi. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Bali yang lebih inklusif dan berkelanjutan di masa depan.(rls)