Jakarta (Metrobali.com) –

 

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali yang berdiri di wilayah Denpasar, Bali, dinilai tidak tepat. Pasalnya, status KEK diperuntukan kepada wilayah yang membutuhkan stimulasi guna meningkatkan pendapatan daerahnya, sedangkan kota Denpasar merupakan pusat perekonomian Bali yang sudah berkembang pesat.

Hal tersebut disampaikan oleh peneliti dari Lembaga Sigmaphi, Muhammad Nalar Khair kepada Media, ia menyebut KEK Kura-Kura Bali sejatinya untuk penciptaan lapangan kerja dan mengembangkan perekonomian daerah, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali.

Namun, menurutnya, Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, serta Pemerintah Pusat seharusnya lebih cermat untuk menetapkan suatu objek pariwisata di Denpasar sebagai KEK.

“KEK (Kura-Kura Bali) ini kan pada dasarnya meningkatkan kegiatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, ataupun kalau misalnya lihat PP KEK Kura-Kura Bali ini kan sebenarnya sudah ada Nomor 23 Tahun 2023, di situ dibilang KEK itu nanti harapannya juga menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Nalar, Selasa 18 Juli 2023.

“Namun kita juga harus lihat kondisi. Karena prinsip adanya KEK ini kan untuk menstimuli suatu wilayah belum optimal dalam hal berkembangnya kegiatan perekonomian,” sambungnya. Sementara ia melihat kota Denpasar kegiatan ekonominya sudah sangat berkembang. Nalar pun mempertanyakan urgensi dari penetapan KEK yang berada di Denpasar.

“Tapi kalau misal kita lihat Denpasar sendiri, misalnya, apakah memang masih perlu dibangun KEK untuk meningkatkan kegiatan ekonominya? Jelas-jelas pariwisatanya itu sudah tinggi, intinya daya tarik pariwisatanya itu sudah bagus,” tutur Magister Kebijakan Publik di Universitas Indonesia itu.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), disebutkan bahwa KEK dikembangkan dalam rangka mempercepat pembangunan perekonomian nasional, yang dilakukan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis yang dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Selain itu, pengembangan KEK juga ditujukan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan guna pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan kerja.

Untuk melihat tingkat kebutuhan lapangan pekerjaan di Bali, Nalar pun membandingkan beberapa wilayah di Bali dengan mengukur tingkat pengangguran terbuka (TPT) di sana. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, Nalar mengatakan TPT tertinggi di Bali berada di Badung dengan angka 6,87 persen, kemudian Gianyar sebesar 6,78 persen, dan Kabupaten Buleleng di angka 5,20 persen. Sementara Denpasar masih terbilang lebih rendah jika dibandingkan tiga wilayah tersebut, yakni sebesar 5,08 persen.

Berdasarkan data tersebut, Nalar mengatakan penetapan KEK Kura-Kura Bali yang berada di Denpasar, perlu dikaji kembali.

“Jadi menurut saya ini perlu dipertimbangkan lagi. Kalau misalnya kita lihat PP Nomor 23 Tahun 2023, disana terkait menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau dilihat dari lapangan pekerjaan, wilayah Denpasar itu, itu kan posisi KEK Kura-Kura Bali di Denpasar ya, itu kan angka pengangguran di 2022 itu 5,08 persen. Itu masih lebih rendah dari Kabupaten Buleleng 5,20 persen, Gianyar 6,78 persen, Badung 6,87 persen, itu angka dari BPS. Jadi perlu dikaji ulang lagi,” beber Nalar.

“Apakah memang masih perlu KEK Pariwisata di Bali? Padahal, nggak usah pakai KEK orang sudah pada datang, mau domestik, internasional,” ujarnya.

Melansir laman resmi Dewan Nasional KEK RI, saat ini tercatat ada 20 KEK yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sebanyak 20 KEK itu kemudian terbagi menjadi KEK Industri dan KEK Pariwisata, dengan jumlah masing-masing sebanyak 10 kawasan. Salah satu KEK Pariwisata tersebut yakni KEK Kura-Kura Bali yang dimiliki PT Bali Turtle Island Development (BTID).

Pada 5 April 2023, KEK Kura-Kura Bali diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Kura-Kura Bali. Dalam PP itu, disebutkan bahwa KEK Kura-Kura Bali memiliki luas 498 hektare yang masuk dalam wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

Namun, saat ini, terdapat berbagai penolakan dari masyarakat sekitar, khususnya nelayan. Mereka merasa kesulitan mencari ikan karena kehadiran proyek BTID tersebut telah mengubah Pulau Serangan menjadi milik privat.

Eksklusivitas hingga hilangnya manfaat bagi masyarakat, khususnya nelayan, menjadi alasan penolakan mega proyek yang berada di wilayah Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan tersebut. Sejumlah masyarakat juga menuntut pengembalian lahan seperti semula dengan melakukan upaya hukum.