Eforia Arak Bali Tidak Menetes ke Bawah, Petani Arak Tradisional Masih Hidup Sangsara
Denpasar (Metrobali.com)-
Ekonomi perarakan yang telah bereforia di Bali belakangan ini, adalah keputusan yang tidak menetes ke bawah atau tricke down effect. Hal tersebut dikatakan Jro Gde Sudibya pengamat ekonomi dan politik Senin (6/02/2023) di Denpasar.
Dikatakan, beredar informasi di medsos, pernyataan dari beberapa petani arak, harga arak turun, bersaing dengan arak gula yang merupakan arak palsu.
“Pernyataan ini memberi indikasi adanya ketidak-cocokan/inkonsistensi dari glorifikasi (pembesaran) wacana tentang arak dan janji untuk peningkatan kesejahteraan petaninya.
Dalam pandangan studi pembangunan, bisa disebut sebagai keputusan yg.tidak menetes ke bawah -tricke down effect-,” kata Jro Gde Sudibya.
Pengamat yang selalu kritis menilai kebijakan gubernur Bali ini, meminta humas mengklari-fikasi berita yang beredar di masyarakat soal petani arak tradisional yang tidak mendapat efek dari pergub arak itu. “Sudah semestinya Humas Pemda Bali memberikan klarifikasi, berbasis fakta lapangan,” katanya.
Dikatakan, kegetiran kehidupan petani arak agar dirasakan oleh Gubernur Bali Wayan Koster (WK). Dan Pemimpim Bali harus turun langsung merasakan kehidupan petani arak Bali. Dengan catatan kunjungan WK, jangan direkayasa mencari petani arak yang satu jalur. WK mesti mengikuti langkah seperti yang dilakukan Presiden Jokowidodo saat berkunjung malam hari ke rumah rakyat miskin di Gianyar baru baru ini.
Ia mengatakan, WK kalau mau serius, setiap dia pulang ke desanya akan melewati pondok-pondok petani arak yang hidupnya serba kekurangan.
Disinyalir, rupanya di balik pergub arak Bali, ada udang di balik batu. Ada upaya melindungi pebisnis arak gula yang jelas jelas merugikan petani arak Bali. Arak tradisional Bali sudah tidak diterima hasil produksinya, kalah bersang pula dengan arak gula.
Dikatakan, arak gula adalah arak palsu, dari sisi bahan baku dan proses penyulingan. Ini berarti glorifikasi tentang arak, dengan janji segera menaikkan penghasilan petani arak tradisional, adalah janji palsu dan terindikasi pembohongan terhadap publik.
Ia mengatakan, semestinya anggota DPRD Bali yang digaji oleh rakyat melakukan pengawasan terhadap Pergub tentang arak, untuk menjamin kepentingan publik, yakni petani arak tradisional yang asli dan kepentingan publik lainnya, agar distribusi arak ini diawasi sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku. Kebebasan peredaran, apalagi dicampur dengan minuman lainnya bisa sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat terutama generasi muda. (SUT-MB)
Tinggalkan Balasan